Bukan terlalu taat pada aturan, tetapi saya berusaha untuk memulai perjalanan keluar kota dari dalam terminal jika menggunakan bus.
Alasannya satu, saya bisa memilih tempat duduk. Kedua, saya tidak ingin berdiri jika bus yang saya tumpangi memuat penumpang lebih banyak dari tempat duduk yang tersedia. Meski sekarang ada berbagai pembatasan akibat wabah covid-19, tetapi bagi saya menunggu bus dari dalam terminal adalah sebuah kebiasaan.
Tidak hanya itu, menunggu bus di dalam terminal memberikan saya rasa kepastian. Tidak dipungkiri, saya termasuk pula orang yang tidak suka hal-hal tidak pasti. Apalagi di negeri ini yang penuh ketidakpastian.Â
Dengan menunggu bus di dalam terminal, saya merasa lebih tenang ketika mendapatkan jawaban dari petugas terminal mengenai waktu keberangkatan bus yang akan saya naiki.Â
Terutama, jika ada bus serupa yang masih berada dalam "kandangnya" atau pool-nya, saya akan setia menunggu. Itu lebih baik daripada menunggu bus di luar terminal.
Meski demikian, banyak orang yang lebih senang menunggu bus di luar terminal. Terutama, di pintu keluar terminal yang akan dilewati berbagai bus menuju kota-kota tertentu.Â
Salah satu alasan orang menunggu bus adalah kepraktisan. Menunggu bus Iuar terminal akan memudahkan para pengantar motor calon penumpang, baik ojek daring, teman, maupun keluarga.
Tak melulu soal kepraktisan, menunggu bus di luar terminal juga menjaga peluang mendapatkan bus yang segera berangkat. Ini tentu berbeda dengan para penganut paham menunggu bus dalam terminal seperti saya yang kerap meluangkan waktu sekitar 15-20 menit untuk menunggu bus ngetem di dalam terminal hingga penumpang mulai penuh. Intinya, dapat bus langsung gas pol.
Sesungguhnya, bagi saya ini tidaklah sehat. Selain membuat jantung berdebar dan rasa panik yang melanda, kadang ada celah bagi kita untuk celaka. Semisal mengalami kecopetan atau bahkan jatuh saat akan naik ke bus.