Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Begini Cara Memberi Bekal Ilmu Komunikasi bagi Generasi Z

1 Agustus 2020   07:58 Diperbarui: 1 Agustus 2020   07:52 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. - digination.id

Beberapa tahun belakangan ini, siswa bimbel saya untuk tingkatan SMA/SMK/MA, lebih banyak didominasi oleh mereka yang bersekolah di SMK.

Berbeda dengan siswa yang duduk di bangku SMA, tentu ada perbedaan mengenai materi pembelajaran yang diberikan oleh tutor kepada mereka. Selain materi pelajaran, beberapa hal di luar pelajaran yang masih berhubungan dengan kegiatan yang akan mereka lakukan juga menjadi hal yang kami berikan.

Untuk siswa SMA/MA, tentu berbagai hal seputar kuliah yang sering menjadi bahan pembicaraan. Baik mengenai ospek, memilih prodi, menjalani aktivitas kuliah, dan lain sebagainya. Nah, khusus untuk siswa SMK yang akan langsung masuk ke dunia kerja, biasanya kami hanya sharing ringan seputar apa saja yang akan mereka hadapi.

Seiring berjalannya waktu, siswa tingkatan ini lebih banyak didominasi oleh mereka yang memiliki tahun kelahiran di atas 2000. Atau biasa disebut dengan istilah generazi Z. Ciri khas dari generasi ini adalah penggunaan teknologi yang begitu masif pada mereka. Akibat adanya penetrasi teknologi yang sangat masif ini, tentu perilaku mereka amat berbeda dengan para pendahulunya.

Banyak anggapan yang menyatakan bahwa generasi Z adalah generasi yang sudah mulai luntur tata kramanya. Tidak mengerti bagaimana bersikap dengan baik dengan orang sekitar terutama kepada yang mereka yang lebih tua. Namun, pendapat ini tidaklah sepenuhnya benar. Makanya, pengajaran tata krama dan budi pekerti menjadi salah satu hal utama yang kami ajarkan sebelum sharing kepada hal lain.

Pengajaran tata krama yang kami ajarkan tidaklah yang terlalu kaku. Yang penting bagaimana mereka bisa bersikap dengan orang lain saat berkomunikasi. Misal memberi salam, membuka komunikasi pada waktu yang tepat, dan lain sebagainya.

Bagi siswa SMA/MA, ada kelas sharing khusus yang hanya berlangsung beberapa menit seputar bagaimana membuka percakapan dengan dosen. Yang singkat, padat. Jelas, tapi tetap sopan. Untuk siswa SMK yang akan bekerja, kami juga berikan sedikit tips membuka percakapan dengan kepala bagian, HRD, dan posisi lain pada pabrik atau kantor tertentu.

Yang terpenting adalah mereka berani untuk membuka komunikasi dengan orang yang lebih dewasa. Tak hanya itu, negosiasi yang tepat juga sangat perlu. Saya sering mengatakan kepada mereka, terutama yang akan bekerja untuk bisa memahami kontrak kerja yang telah mereka sepakati.

Jika dirasa pekerjaan yang diberikan terlalu berat dan tidak sesuai dengan kontrak tersebut, maka tanpa perlu sungkan lagi mereka bisa bernegosiasi dengan baik. Ini penting karena seringkali saya menemukan mantan siswa saya yang sudah bekerja menulis kalimat sumpah serapah di media sosial karena beban pekerjaan yang lebih tinggi.

Uniknya, kadang generasi Z tak mau mendengar apa yang dikatakan oleh orang tua mereka sebagai bahan pertimbangan. Semisal memilih tempat kos dan lain sebagainya. Kadang, ada orang tua mereka yang meminta saya atau pun tutor mereka untuk sedikit memberi pemahaman akan beberapa hal tersebut.

Ini bisa dimaklumi karena seringkali generasi Z akan menerima saran jika kita berada pada posisi sebagai teman atau sahabat mereka. Alasannya, tak lepas dari keinginan mereka untuk diakui terutama ketika sudah memasuki masa dewasa dan memiliki KTP. Ada beberapa siswa SMK saya yang sudah mulai punya mindset bahwa saat ia sudah diterima kerja maka segala tanggung jawabnya sudah ada pada dirinya. Orang tuanya sudah tidak perlu lagi banyak andil dengan apa yang ia lakukan.

Kalau pemahaman ini dipraktikkan di luar negeri seperti di Amerika tentu tak masalah. Namun, lantaran ia masih tinggal di Indonesia yang begitu menjunjung tinggi hubungan keluarga, maka hal itu tidak bisa dilakukan sepenuhnya.

Ada proses panjang ketika seseorang memasuki masa dewasa dan mulai bisa lepas mandiri dari keluarganya secara penuh. Terlebih, jika ia adalah perempuan yang masih memiliki ayah yang memiliki tanggung jawab penuh sebelum ia menikah.

Stimulus positif juga perlu diberikan kepada mereka sehingga bisa menerima apa yang kita sampaikan. Dengan demikian, mereka juga akan berkomunikasi secara positif terhadap orang dewasa terlebih di tempat kerja atau pun dengan orang tua mereka.

Alasannya, kembali lagi dari pemahaman mereka yang sudah dewasa. Mereka sering tidak ingin digurui dan sangat senang jika diminta ide, masukan, atau hal lain. Jika sudah begini, tak jarang mereka akan mengemukakan berbagai pandangan mereka dengan detail dan mendalam. Untuk itulah, memberikan kesempatan kepada mereka dalam porsi yang cukup amat perlu. Ini adalah stimulus positif bagi mereka agar bisa berkomunikasi dengan baik di tempat kerja atau pun kuliah.

Jika boleh dirangkum, maka cara utama agar generasi Z mampu berkomunikasi dengan baik di dunia nyata adalah dengan menjadi sahabat bagi mereka, memberi mereka stimulus positif dengan kesempatan berbicara, dan tentunya tetap mengedepankan etika tata krama.

Sekian, salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun