Tidak hanya guru, tugas kepala sekolah saat ini amatlah banyak. Tak sekadar mengorganisasi sebuah sekolah, kepala sekolah kini juga dituntut mahir dalam mengerjakan berbagai kegiatan administrasi. Kebanyakan, pekerjaan itu berhubungan dengan kemampuan di bidang IT.
Lantaran banyaknya beban kerja kepala sekolah, maka tak mungkin segala pekerjaan itu dilaksanakan seorang diri. Perlu bantuan orang lain agar pekerjaan bisa selesai tepat waktu dan baik.Â
Biasanya, ada seorang guru atau staf TU yang cakap dalam bidang IT dan bisa bekerja dengan cepat dan dalam tekanan tinggi diangkat sebagai asisten atau bisa dibilang tangan kanan sang KS. Walau tidak secara eksplisit tercantum dalam jabatan di sekolah, tetapi posisi ini hampir ada di semua sekolah, terutama sekolah dasar.
Baik guru maupun staf TU yang kebetulan menjadi tangan kanan ini, akan sering diajak bekerja untuk mengerjakan tugas kepala sekolah atau tugas lain yang berhubungan dengan manajemen sekolah.Â
Mereka juga akan sering menyertai Kepala Sekolah saat ada workshop atau tugas luar semisal mengenai Evaluasi Diri Sekolah (EDS), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), persiapan akreditasi sekolah, dan lain sebagainya.Â
Mereka juga biasanya akan menjadi tutor bagi para guru di sekolah tersebut jika ada teknis baru mengenai administrasi sekolah. Semisal ketika ada aplikasi rapor baru.
Nah, uniknya selama menjadi tangan kanan KS ini, saya menemukan tiga tipe Kepala Sekolah dalam mengerjakan administrasi. Tipe pertama adalah tipe yang bisa mengerjakan tugas hampir secara keseluruhan.Â
Biasanya, KS semacam ini adalah yang mahir IT. Mereka akan lebih sreg mendalami dulu tugas yang diberikan sebelum mendiskusikannya kepada sang asisten.
 Hal-hal prinsip seperti menyusun anggaran, menyusun rencana kerja, dan lain sebagainya akan mereka kerjakan. Barulah, hal-hal teknis seperti mencetak dokumen, membagikan dokumen ke para guru, dan mengirimkan file ke Diknas akan diserahkan kepada sang asisten.
Tipe kedua adalah tipe yang tidak mau tahu mengenai tugas prinsip tadi. Mereka biasanya hanya mengerti garis besar saja tetapi tidak paham apa makna dari tugas yang telah diberikan.Â
Walau tidak banyak, tipe seperti ini masihlah ada dan harus menjadi catatan bagi pemangku kepentingan ketika akan mengangkat seseorang menjadi kepala sekolah. Berbagai desain sekolah pun akhirnya diserahkan hampir sepenuhnya kepada sang asisten.
Nah yang cukup banyak adalah tipe ketiga seperti yang saya alami menjadi asisten Kepala Sekolah dulu. Kepala sekolah saya paham hal-hal dasar tugas yang diberikan.Â
Tetapi, karena beliau sudah mendekati masa purna, sering kesulitan dalam mengoperasikan IT. Semisal, memasukkan data dalam Excel. Tidak hanya itu, jika tugas diberikan dalam sebuah aplikasi tertentu, maka saya harus memberikan panduan apa yang harus dikerjakan.
Walau demikian, beliau tetap memberikan gambaran rinci mengenai apa yang harus saya kerjakan. Dalam bentuk coretan tangan di kertas atau dalam ketikan sederhana, beliau memberi saya poin-poin yang harus dimasukkan dalam suatu pekerjaan tersebut.Â
Ketika ada beberapa pilihan mengenai suatu kebijakan sekolah, saya kembalikan lagi kepada beliau untuk dipertimbangkan sebelum data yang diminta dikirim ke Diknas. Terlebih, jika kebijakan tersebut cukup rawan semisal mengenai rehab sekolah, bantuan siswa kurang mampu, dan lain sebagainya.
Jika merangkap sebagai guru, menjadi asisten kepala sekolah harus bisa mengatur waktu. Sebisa mungkin, pekerjaan tersebut dikerjakan saat jam luang.Â
Saat jam kosong, istirahat, atau sepulang sekolah. Apesnya, kadang pekerjaan untuk KS ini tanpa ampun. Ada saja setiap hari. Maka, meminta kelas yang dekat dengan kantor Kepala Sekolah adalah salah satu cara efektif.Â
Kelas saya dulu dekat bersebalahan dengan kantor kepala sekolah. Sehingga, saat  saya berada di ruang kepala sekolah, saya bisa mendengar suara siswa saya di kelas. Apakah tetap tenang atau malah ramai dan berkeliaran.
Salah satu hal yang sulit dilakukan saat menjadi asisten kepala sekolah adalah menjaga kerahasiaan. Hampir setiap saya dipanggil ke ruang kepala sekolah, ada saja guru yang bertanya kepentingan beliau untuk memanggil saya. Mereka kepo akan ada apa.Â
Terlebih, jika ada sebuah isu sensitive semisal saat akan program supervisi. Saya paham isu sensitif seperti supervisi ini amat penting dan menjadi perhatian bagi para guru lain.
Isu lain seperti penilaian SKP juga kadang menjadi buah bibir yang menyebabkan asisten kepala sekolah sering dikorek informasinya. Makanya, saya hanya berbicara seperlunya dan mencoba tetap menjaga rahasia dari sang Kepala Sekolah karena itu adalah amanah.Â
Kadang, karena saya masih junior dan baru masuk dalam rimba dunia kerja, sang KS memberi panduan jawaban jika saya ditanya oleh guru lain. Biasanya, saya meminta mereka menunggu detail informasi saat rapat bersama dari pernyataan Kepala Sekolah sendiri.
Yang tidak kalah penting adalah mengerti batasan kewenangan sebagai asisten Kepala Sekolah. Walau ada beberapa kewenangan besar yang diberikan semisal saat mengacak kelas, menyusun jadwal supervisi, dan lain sebagainya, tetapi tetap saja keputusan tetap berada di tangan kepala sekolah. yang cukup menjadi catatan.
Jika asisten kepala sekolah diminta mewakili untuk hadir rapat bersama K3S (kelompok kerja kepala sekolah). Saya pernah beberapa kali hadir menggantikan kepala sekolah dalam rapat tersebut.Â
Hanya hal-hal teknis mengenai sekolah saja yang saya ikuti. Selebihnya, saya harus undur diri terlebih saat mereka membicarakan program kerja K3S tersebut.Â
Menjalin relasi dengan asisten kepala sekolah lain juga tak kalah penting. Kami dulu memiliki WAG yang isinya asisten kepala sekolah dari satu gugus. Jadi, kalau ada tugas baru dan ada yang tidak dimengerti, kami saling bertukar informasi.Â
Kami juga saling memberi gambaran kondisi di sekolah untuk bisa diterapkan dan dibandingkan dengan sekolah lain. Tidak munafik, kadang kami juga mengghibah apa yang dilakukan para Kepala Sekolah tetapi dalam koridor yang wajar. Yang penting ada teman senasib dan seperjuangan sehingga tugas berat terasa lebih ringan.
Masalah lembur juga perlu dibicarakan dengan baik. Seringkali, asisten kepala sekolah harus datang ke sekolah pada hari libur. Misal, saat ada tugas yang harus dikumpulkan pada Senin pagi, maka pada hari Minggu saya harus datang ke sekolah.Â
Jika Kepala Sekolah pengertian, maka beliau akan meminta bendahara BOS untuk memberi uang tambahan. Ini diperbolehkan karena memang ada anggaran semacam ini.Â
Tetapi, jika kepala sekolah lupa, maka boleh berbicara dengan baik dengan bendahara. Kadang, uang lembur tidak diberikan saat selesai mengerjakan tetapi bersamaan dengan gaji bulanan.
Nah, hal yang paling penting lain adalah menjaga kesehatan baik lahir maupun batin. Saya selalu meminta break pada jeda semester selama 3 hingga 4 hari untuk melakukan solo traveling.Â
Untungnya, kepala sekolah saya sudah paham dengan kegiatan saya ini dan berharap saya bisa lebih fresh lagi saat mengerjakan tugas di semester baru. Walau kadang masih di-WA saat liburan, tetapi biasanya ada beberapa guru yang menggantikan saya jika ada tugas yang mendesak.Â
Yang terpenting, segala data mengenai sekolah sudah siap di komputer sekolah atau pun penyimpanan lain dengan folder yang rapi. Jadi, saat jalan-jalan tidak lagi kepikiran tugas di sekolah selama berlibur.
Nah itulah beberapa pahit manis selama menjadi asisten kepala sekolah. Walau kadang melelahkan, saya belajar banyak bahwa tidak mudah mengorganisasi sebuah sekolah.Â
Itu tidak semudah teori di dalam buku karena kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Terlebih, tidak mudah pula mengorganisasi pendidikan di sebuah negara. Perlu kerja keras, disiplin, dan kerja sama yang apik.
Salam. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H