Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Walau Tak Semeriah Dulu, Berbagai Tradisi Menyambut Ramadan Masih Jadi Penyemangat Mengawali Bulan Suci

18 Mei 2020   08:00 Diperbarui: 18 Mei 2020   07:57 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kue donat pemberian tetangga yang beberapa hari menjual panganan tersebut setelah terkena PHK. - Dokpri

Mengawali Ramadan tahun ini memang tak seperti tahun sebelumnya. Pandemi covid-19 membuat banyak orang membatasi kegiatan dengan lingkungan sekitarnya. Termasuk, dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadan.

Biasanya, di dekat rumah saya selalu mengadakan acara pengajian akbar untuk menyambut Ramadan. Acara ini berlangsung pada penghabisan bulan Sya'ban sekaligus membuka rangkaian kegiatan Ramadan di masjid. 

Pengurus masjid pun akan memberikan agenda selama satu bulan mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Semisal tadarus bersama, buka puasa bersama saat 17 Ramadan, salat malam penghabisan Ramadan, hingga tentunya penyaluran zakat sekaligus salat id. Namun, segala kegiatan tersebut kini ada yang ditiadakan atau hanya dibatasi.

Selain berkurangnya kegiatan yang berada di masjid, tradisi megengan atau tradisi memberikan kue apem sebelum puasa pun mendadak tak banyak dilakukan. 

Alasannya, banyak tetangga yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Para tetangga tersebut sedang dalam keadaan sulit sehingga tak bisa lagi mengantarkan kue yang menjadi tradisi menyambut Ramadan ini.

Biasanya, pada malam sebelum Ramadan, berbagai hantaran kue sudah memenuhi meja. Namun pada tahun ini, meski masih ada beberapa tetangga yang masih mengantarkan kue, jumlahnya bisa dihitung jari. Tradisi megengan yang biasanya meriah dengan lalu lintas warga yang saling membawa baki dari satu rumah ke rumah lainnya pun tidak begitu kentara.

Meski demikian, saya masih bersyukur bisa bertemu dengan Ramadan tahun ini. Meriah atau tidaknya tradisi megengan bukan menjadi patokan bahwa Ramadan tidak bisa disambut dengan suka cita. 

Justru, dengan kondisi bangsa yang tengah sulit ini, sudah sepantasnya kita bersuka cita menyambut bulan suci. Tidak mudah memang tetapi jika kita bisa melakukannya, kemenangan di hari yang fitri nanti akan kita raih. Namun, esensi Ramadan yang sebenarnya bukan hanya sekadar tradisi melainkan bisa lebih dimaknai lebih dalam lagi.

Nyatanya, dengan tidak banyaknya tetangga yang melakukan megengan malah menjadi momen untuk berbagi. Kata ibu saya, ini waktu yang tepat untuk bisa berbagi dengan mereka. Entah berbagi makanan atau hal lainnya.

Ketika permulaan tiba, justru para tetangga saling berkirim makanan apa yang mereka masak untuk buka puasa. Tidak perlu banyak, yang penting sedikit makanan tersebut bisa mengobati rasa kesusahan di momen sulit ini. Entah es dawet, gorengan, buah, atau bentuk makanan lainnya.

Uniknya, meski beberapa tetangga yang tidak melakukan megengan pada tahun ini berada dalam kondisi sulit, semangat berbagi mereka masih patut diacungi jempol.

Mereka masih mengirim beberapa makanan kepada keluarga kami. Bagi mereka, kondisi sulit bukan berarti menjadi halangan untuk berbagi. Ini sekaligus tradisi Ramadan yang sangat bermakna dan sulit untuk dilewatkan.

Kue donat pemberian tetangga yang beberapa hari menjual panganan tersebut setelah terkena PHK. - Dokpri
Kue donat pemberian tetangga yang beberapa hari menjual panganan tersebut setelah terkena PHK. - Dokpri
Tak hanya megengan, momen berziarah sekaligus membersihkan makam pun menjadi tradisi yang tidak bisa dilakukan secara leluasa. Kami memang masih bisa berziarah ke makam keluarga tetapi jumlahnya dibatasi dan dengan aturan yang ketat. Saya sendiri tidak ikut berziarah. Hanya beberapa sepupu saja yang membersihkan serta berziarah ke makam kakek dan nenek.

Tentu, keterbatasan melakukan tradisi ini juga berdampak pada tradisi yang dilakukan oleh anak-anak untuk membantu membersihkan makam. Mereka biasanya ikut mencabuti rumput, menyapu, dan lain sebagainya. Beberapa anak yang biasanya datang ke makam pada hari menjelang Ramadan tidak bisa lagi datang ke sana. Selain dilarang oleh orang tua mereka, tentu saja kegiatan tersebut sangat berisiko dilakukan pada saat ini. Tradisi memberi uang kepada anak-anak yang membantu warga berziarah pun menjadi tidak bisa dilakukan.

Tradisi terakhir yang tidak bisa dilakukan pada tahun ini adalah kirab Ramadan. Biasanya, anak-anak SD dari beberapa sekolah berkumpul jadi satu untuk melakukan kirab Ramadan. Anak-anak tersebut akan saling berjalan beriringan sambil membaca salawat dan membawa pesan Ramadan. Kemeriahan yang mereka lakukan menjadi tontonan warga yang sayang untuk dilewatkan. Kirab Ramadan pun menjadi salah satu tradisi menjelang Ramadan sebagai tanda pengingat bagi warga sekitar. Agar mereka bisa menyambut Ramadan kali ini dengan sebaik-baiknya sehingga mendapat kemenangan yang fitri.

Kirab Ramadan yang tahun ini tak bisa lagi diselenggarakan. - Dokpri
Kirab Ramadan yang tahun ini tak bisa lagi diselenggarakan. - Dokpri
Walau segala tradisi menjelang Ramadan tersebut tidak bisa dilakukan seperti tahun sebelumnya, tetapi masih ada satu tradisi yang tetap lestari. Tradisi tersebut adalah pemasangan peringatan mengenai Ramadan di berbagai sudut kampung dan jalan. Para remaja masjid menyebarkan spanduk kecil berisi ajakan untuk fokus mengisi Ramadan dengan hal yang positif. Ramadan pun masih terasa semarak.

Jadi pada akhirnya, meski tradisi menjelang Ramadan tahun ini tak semeriah dulu, bukan berarti untuk memulainya harus dengan semangat yang kurang. Justru sekali lagi, ini menjadi momen berharga mengawali Ramadan dengan semangat berlimpah dalam kondisi sulit. Untuk itulah, sangat sayang sebenarnya jika kondisi sulit saat ini malah menjadi alasan untuk tidak berbuat lebih baik.

Salam.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun