Bekerja cerdas adalah kunci kesuksesan. Saya sangat sependapat dengan kalimat itu. Bekerja tidak hanya masalah seberapa banyak waktu dan tenaga yang kita curahkan tetapi juga mengenai bagaimana otak kita bekerja untuk mencapai tujuan kerja tersebut.
Bekerja berarti pula sebuah proses panjang untuk mendapatkan sesuatu. Di dalam proses tersebut, termaktub rencana-rencana, baik jangka pendek, menengah, maupun panjang yang harus diselesaikan dengan tepat waktu.Â
Sejak sekolah dulu, saya selalu berprinsip untuk merampungkan pekerjaan beberapa hari sebelum dikumpulkan. Saya yang gampang panik akan mengalami disorientasi ketika mengerjakan tugas dengan sangat mepet.Â
Saya lebih memilih membuang waktu leha-leha saya untuk mengerjakan dahulu tugas yang diberikan. Barulah, saat tugas telah selesai, saya bisa berleha-leha sambil mengecek kembali tugas yang telah saya rampungkan.
Makanya, hingga sekarang pun, saya selalu membuat perencanaan kerja (planner tools) yang akan saya lakukan. Dimulai dari Senin hingga Minggu, saya biasanya menyusun jadwal ini pada hari Sabtu.Â
Saya coba susun sedemikian rupa hingga waktu untuk bersantai pun saya susun meski cukup fleksibel juga. Sebenarnya ada beberapa aplikasi yang bisa digunakan, seperti hubplanner, savior, dan lain sebagainya. Namun, saya memilih menggunakan Ms. Excel saja agar lebih mudah.
Saya sendiri memiliki 3 pekerjaan. Menulis, mengajar, dan mengorganisasi bimbingan belajar. Dalam satu hari, saya bagi tubuh saya untuk mengerjakan tiga pekerjaan tersebut.Â
Semua saya coba mendapatkan porsi masing-masing agar bisa berjalan baik. Meski, walau sudah saya pilah sedemikian rupa, masih saja ada titik kelemahan dari planner tools yang saya buat. Namanya juga manusia.Â
Kelemahan tersebut biasanya muncul jika ada pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik.Â
Misalkan nih, pada saat ada proyek menulis, saya yang kebagian menyunting harus bersabar menunggu penulis lain yang belum selesai merampungkan naskahnya.Â
Akibatnya, ada jadwal kosong yang seharusnya bisa saya gunakan untuk menyunting naskah tetapi malah tidak bisa terpakai dengan baik. Makanya, saya biasanya memberi tambahan pekerjaan ekstra saat ada faktor X seperti ini. Agar waktu saya tak terbuang sia-sia.Â
Saya masih beruntung hanya memegang satu macam proyek menulis. Tidak bisa dibayangkan mereka yang memegang banyak proyek menulis tetapi para anggotanya tidak bisa melaksanakan kewajibannya dengan baik.Â
Terutama, para PIC yang mengkoordinasi tulisan, baik blog ataupun proyek buku.Â
Kadang saya gemes melihat mereka yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya. Kasihan kan para PIC-nya yang sudah mengorbankan tenaga dan waktunya untuk menunggu demi mengecek tulisan yang terlambat.Â
Makanya, memiliki planner tools sangat berguna untuk memudahkan pekerjaan orang lain juga. Kita juga mendapat pahala juga kan.
Tak hanya itu, dengan memiliki planner tools, kita tahu kapan kita harus istirahat sejenak dan memulai aktivitas kembali. Ini penting karena dalam bekerja kita juga butuh waktu untuk istirahat, salat, dan makan.Â
Saya sendiri mengakhiri sementara kegiatan saya bekerja dari jam 12 siang hingga jam setengah 3 sore. Saya gunakan untuk makan, salat, dan tidur siang sebentar.Â
Alasannya, saya harus bekerja lagi dari sore hingga malam. Kalau tubuh dipaksa terus bekerja dari pagi hingga malam, ya jadinya jatuh sakit.Â
Adanya planner tools membuat kita juga bisa mempertimbangkan kelemahan dan kelebihan kita selama bekerja. Saya menganalisis seberapa kapasitas saya dalam bekerja.Â
Seberapa banyak saya bisa menyelesaikan tulisan dalam sehari, berapa kata untuk menulis, hingga seberapa kuat saya bolak-balik dari satu tempat ke tempat lainnya.Â
Dengan demikian, saya akhirnya tahu porsi saya saat bekerja. Ketika ada sebuah pekerjaan mendesak, saya pun jadi paham seberapa kuat saya menahan beban dari pekerjaan tersebut agar tidak terlalu ngoyo atau malah terlalu santai.Â
Kalau boleh jujur, lebih baik saya mengerjakan tugas semampu saya tapi maksimal daripada memaksakan diri mendapatkan banyak pekerjaan namun hasilnya mengecewakan.
Makanya, saat menyusun jadwal mingguan, saya luangkan 1-2 jam seminggu untuk belajar hal baru yang belum saya kuasai sebelumnya. Misalnya, kapan saya bisa belajar membuat desain lagi, menata lay out soal untuk siswa saya, hingga membaca keterampilan pedagogik.Â
Oleh karena itu, planner tools juga menjadi ajang pembelajaran yang berharga.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H