Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Malang Tidak Jadi "Lockdown", Perantau Kadung Panik

17 Maret 2020   07:49 Diperbarui: 17 Maret 2020   07:51 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa pengendara melintas di jalan tikus perbatasan Kota Malang dan Kabupaten Malang. - Dokpri

Sebuah pesan singkat dari adik saya berisi sebuah tautan berita membuat saya panik.

Saya disuruh ibu untuk pulang karena Malang akan mengalami lockdown. Walau sempat menyangkal karena Bapak Jokowi melarang dan tidak akan melakukan lockdown, tetapi saya pun akhirnya ikut panik. Berita itu ternyata benar adanya.

Pun demikian dengan salah seorang rekan di Malang yang suaminya bekerja di Surabaya. Ia juga bingung apakah akan berangkat ke Surabaya pada hari Rabu -- hari saat "lock down" diberlakukan. Saya masih mencoba tenang dan berusaha untuk menelaah kembali berita tersebut.

Bertanya dalam hati apakah mungkin Malang berani mengambil kebijakan ekstrem itu, saya masih tidak percaya.  Bagaimana dengan nasib para pekerja yang bolak-balik menuju Kota Malang untuk melakukan pekerjaan mereka. Terlebih, Malang adalah metropolitan kedua terbesar di Jawa Timur dengan penglajuan warga kota penyangganya yang cukup masif.

Dalam petikan berita disebutkan, Pemkot Malang masih memberi batas toleransi bagi pendatang yang akan masuk Malang pada Selasa (17/03/2020) ini. Lalu, pada Rabu besok, tidak boleh ada kunjungan ke Kota Malang dan sebaliknya. Jelas, petikan berita yan saya kutip dari beberapa portal media besar membuat saya panik. Malang akan bernasib sama dengan Wuhan.

Saya bergegas mengemasi barang seadanya dan meminta sepupu saya untuk mengantarkan saya ke Terminal Giwangan sore kemarin. Entah bagaimana caranya yang penting saya bisa pulang. Saya memang ingin pulang tetapi baru Sabtu ini. Dengan adanya berita ini, maka kepanikan pun mulai menjalar.

Tiba di Terminal Giwangan meski tak ada penumpukan penumpang yang berarti, tetapi ada beberapa warga Malang yang juga bernasib sama dengan saya. Panik dengan berita Malang lockdown dan sesegera mungkin pulang ke Kota Malang. Ada mahasiswa dan beberapa pekerja yang sudah mulai melakukan pekerjaan secara jarak jauh.

Kami sempat berbincang dan was-was mengenai keadaan ini. Saya hanya takut tidak bisa masuk ke Kota Malang dalam jangka waktu lama. Semua keluarga saya ada di sana. Terlebih, selepas ini ada momen puasa Ramadan yang pasti ingin berkumpul dengan keluarga. Inilah yang hanya bisa saya pikirkan.

Ternyata, setelah saya naik bus, saya mendapat berita lagi bahwa Kota Malang tidak lockdown. Yang ada hanyalah pembatasan kegiatan terutama di bidang hiburan dan pariwisata. Maksud pendatang itu adalah tamu yang akan datang ke lingkungan Pemkot Malang karena menghindari wabah Covid-19 di aparat pemerintahan.

Lah....

Kaki dan tangan saya langsung lemas. Mau balik bus sudah berangkat dan masuk wilayah Klaten. Ini bagaimana ceritanya karena tadi jelas-jelas ada petikan bahwa dalam keadaan darurat, Pemkot akan menutup akses masuk dan keluar Kota Malang. Berita itu jelas dan saya diskusikan dengan beberapa rekan karena saya takut mispersepsi.

Kalau sudah dilarang masuk dan keluar itu kan artinya lockdown. Kalau pembatasan aktivitas, saya masih maklum dan sangat mengerti. Jadi, melalui tulisan ini, saya sangat kecewa terhadap Pemkot Malang atau pun pembuat berita dan tentunya misinformasi ini.

Bagaimana pun, isu lockdown menjadi isu yang sensitif sejak wabah corona semakin menggila. Terutama, bagi para perantau yang jauh dari rumah.  Psikologis para perantau sangat berbeda dengan para residen yang selalu merindukan rumah. Konsentasi mereka akan sangat mudah terpecah dengan adanya isu-isi seperti ini.

Alangkah lebih baik, pemerintah daerah lebih bijak dalam mengeluarkan statemen. Walau diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang cukup besar di daerahnya, tetapi koordinasi dengan pusat haruslah tetap berjalan. Ketika pusat menginstruksikan untuk tidak ada lockdown, maka statement tentang lock down harus dihindari. 

Kita fokus dahulu dengan pembatasan aktivitas di luar ruangan dan mengumpulkan orang dalam jumlah banyak. Kita fokus dulu meninimalisasi dampak penyebaran penyakit ini melalui gerakan hidup bersih. Dan tentunya, kita fokus dulu pada upaya mitigasi dan kewaspadaan terhadap timbulnya penyakit ini dengan informasi rujukan fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau warga.

Bagi pemerintah daerah, upaya untuk menenangkan warga juga sangat penting. Mereka adalah ujung tombak kehidupan masyarakay daerah. Sinergi dengan pemerintah daerah lain juga perlu dilakukan agar masalah corona ini menjadi masalah yang harus diselesaikan bersama. Bukan membuat kebijakan sendiri yang kontraproduktif. Apalagi, dalam kondisi genting ini, statemen yang ambigu sangat mudah sekali untuk diputarbalikkan.

Kalau pun lockdown dilaksanakan, sosialisasi kepada masyarakat harus dilakukan secara kontinyu. Apa dampak yang akan terjadi juga harus dijabarkan. Kepastian akan pasokan kebutuhan pokok juga tak kalah penting agar masyarakat tenang. Memberi pernyataan tentang lockdown tanpa alasan jelas selain untuk mencegah penyebaran covid-19 juga malah membuat kacau.

Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi pemda lain agar berhati-hati dalam membuat dan mengeluarkan kebijakan.

Salam sehat dan waras.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun