Ardi masih merapikan kemeja yang ia kenakan selepas ia mandi.
Candra meringkuk di kasur sambil memainkan ponsel kesayangannya. Ia masih mengamati lelaki yang sudah dua bulan ini dekat dengannya.
"Kau harus pulang, Can! Aku tak mau ayahmu terus menerorku dengan makian dan hinaan menjijikkan itu!"
Candra hanya terdiam. Ia lalu mendekati Ardi yang mulai menyemprotkan parfum Blenheim Bouquet ke seluruh tubuhnya.
"Tidak, Mas. Aku akan tetap di sini! Cuma kau yang mengerti aku, Mas!" sahut Candra.
Ardi menatap Candra dengan tajam. Ia sudah tak kuat lagi dengan makian dan gunjingan terhadap dirinya. Ia juga sudah tak kuat dengan segala perilaku Candra yang mulai mengatur dan menguasai dirinya.
"Pulanglah. Bicaralah baik-baik dengan ayahmu!"
Candra lalu terisak. Ia tak mengira Ardi akan berkata demikian. Ardi adalah nyawa baginya. Entah, apa yang akan terjadi kalau ia tak bersama pujaan hatinya itu.
"Tidak, Mas. Aku tidak mau. Aku akan menurutimu tapi aku tak mau jauh-jauh denganmu!"
Ardi menggeleng lagi.
"Pulanglah. Kau seorang laki-laki. Tak sepantasnya kita berdua seperti ini. Aku sudah memikirkan masak-masak. Kita berteman saja".
Candra semakin terisak. Ia tak bisa lagi membendung tangisnya dan pergi meninggalkan Ardi seorang diri. Entah, ke mana lagi. Â
Tempel, Sleman, 14/03/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H