Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Beberapa Alasan Sekolah Terlambat Melaporkan Dana BOS

13 Februari 2020   08:44 Diperbarui: 14 Februari 2020   04:30 1332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ratusan siswa SMA Negeri 1 Tiga Nderket, yang merupakan siswa terdampak sinabung, di Jalan Pendidikan, Desa Tiga Nderket, Kecamatan Tiga Nderket, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, menggelar aksi demo menuntut kepada Kepala Sekolah tentang transparansi dana BOS, sejak 3 tahun terahir,(KOMPAS.com/HENDRI SETIAWAN)

Aturan baru mengenai teknis pencairan dan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (Dana BOS) telah diteken oleh Mendikbud Nadiem Makariem. Ada tiga hal mendasar yang mengalami perubahan jika dibandingkan sebelumnya. 

Pertama, mengenai pencairan dana BOS yang tanpa melalu pemda setempat dan langsung ke rekening sekolah. Kedua, kenaikan persentase untuk alokasi gaji guru honorer, dan ketiga adalah penyetopan pencairan dana BOS jika sebuah sekolah tak mampu melaporkan dua kali pencairan dana bos sebelumnya secara bertutut-turut.

Kebijakan ini direspons beragam oleh kalangan pendidikan. Banyak yang senang karena bisa memutus rantai birokrasi pencairan dana BOS yang harus melalui pemda dulu. Ada juga yang senang karena alokasi untuk gaji guru honorer yang naik dan bisa sedikit menyejahterakan mereka. 

Namun, ada pula yang berpendapat bahwa besaran 50% untuk gaji guru honorer dirasa terlalu tinggi dan membebani anggaran sekolah walau dana BOS yang diterima tiap siswa mengalami kenaikan.

Berbagai tanggapan tersebut wajar mengingat selama ini pelaporan dana BOS memang seperti kejar tayang. Banyak sekolah yang baru mengerjakannya beberapa jam sebelum laporan tersebut dikumpulkan yang sering pula bermuara kepada keterlambatan pelaporan dokumen ini. 

Ilustrasi - polrtalbos.Kemendikbud.
Ilustrasi - polrtalbos.Kemendikbud.
Sebenarnya, sekolah mana pun tak ingin terlambat dalam melaporkan dana BOS-nya. Nyatanya, beberapa alasan berikut yang bisa menyebabkan sebuah sekolah terlambat atau bahkan hampir gagal dalam memenuhi kewajibannya akan dana penting ini.

Pertama, dana BOS yang terlambat cair. Seringkali terjadi, terutama di awal tahun pelajaran, Dana BOS baru cair dua hingga tiga minggu dari awal triwulan.

Bulan Januari adalah bulan yang paling sering terjadi keterlambatan pencairan dana BOS. Banyak sekolah yang sebenarnya sudah selesai melaporkan dana BOS-nya harus menunggu sekolah lain yang belum selesai.

Ketika keterlambatan pencairan ini terjadi, maka sekolah sering kebingungan untuk menutupi operasional pada awal triwulan tersebut. Kegiatan transaksi pun tidak akan bisa berjalan dengan baik karena harus mengandalkan sisa kas pada tahun berikutnya yang tidak terlalu banyak. 

Dengan adanya teknis baru pencairan Dana  BOS yang baru ini, sangat diharapkan dana BOS segera cair pada awal triwulan/caturwulan sehingga bisa lebih cepat terserap dan memudahkan pelaporan.

Kedua, sekolah harus menyesuaikan jenis pengeluaran yang dilakukan oleh sekolah mereka dengan pengeluaran yang diperbolehkan oleh petunjuk teknis BOS. Ini yang sering membuat pekerja laporan BOS pusing tujuh keliling. 

Sering terjadi, ketika ada pengeluaran yang cukup banyak akan dilakukan oleh sekolah, ternyata pengeluaran tersebut tak diperbolehkan. Ada juga yang sudah mengeluarkan untuk hal tertentu tetapi jumlahnya dibatasi.

Salah satunya ketika penyakit DBD mewabah di sekolah saya dulu. Hampir tiap minggu ada saja anak yang dirawat di rumah sakit akibat penyakit ini. Sekolah pun mengeluarkan uang ekstra untuk menyantuni mereka karena kebanyakan berasal dari masyarakat kurang mampu. 

Padahal, dalam petunjuk laporan BOS, kegiatan ini dibatasi dengan persentase tertentu. Inilah yang menyebabkan kegiatan ini akhirnya tak didanai oleh Dana BOS melainkan amal sukarela dari siswa dan guru.

Makanya, menurut Mendikbud, dengan teknis baru pencairan BOS langsung ke sekolah, maka pihak sekolah lebih tahu apa saja kebutuhan yang mereka butuhkan dengan segera. Hanya sekolah yang tahu barang apa saja yang harus mereka beli dan pengeluaran apa saja yang harus segera dipenuhi. 

Bukan dari pemerintah yang harus mematok persentase sekian untuk pengeluaran tertentu seperti yang selama ini terjadi. Ujung-ujungnya, sekolah melakukan manipulasi dengan menggunakan stempel palsu dan berbagai hal buruk lain. Untuk poin ini, saya sependapat dengan Mendikbud.

Namun, ada satu hal yang harus digarisbawahi. Kebutuhan sekolah memang hanya sekolah yang tahu. Itu bukan berarti kewenangan diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Sekolah atau Bendahara. Rapat bersama antara komite dan guru juga sangat penting agar tak terjadi penyelewengan dana BOS.

Ketiga, tidak adanya kegiatan asistensi dari pejabat setempat mengenai pelaporan dana BOS secara berkala. Memang ada semacam workshop yang diadakan bersama dalam satu wilayah kota. Namun, kegiatan ini tidaklah efektif.

Selain jumlah sekolah yang terlalu banyak, seringkali kegiatan ini hanya memaparkan secara umum mengenai bagaimana membuat laporan BOS yang baik dan transaparan. 

Sekolah tidak bisa leluasa bertanya lebih lanjut kepada pihak yang lebih kompeten agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dan bisa merencanakan keuangan lebih matang.

Kegiatan asistensi Laporan BOS - Dokpri
Kegiatan asistensi Laporan BOS - Dokpri
Untuk itu, demi peningkatan mutu pendidikan dari sisi pelaporan BOS, sudah saatnya ada pendampingan yang lebih baik.

Selain untuk menyelamatkan uang negara, dengan adanya pendampingan secara berkala maka akan mempermudah sekolah untuk melaporkan dana BOS lebih teratur. Tidak ada lagi sekolah yang sampai "menunggak" laporan dana BOS selama beberapa waktu.

Keempat, ada beberapa waktu pengerjaan laporan BOS yang bersamaan dengan agenda sekolah. Pengerjaan pada triwulan I (sekitar bulan Maret) adalah waktu paling sempit untuk mengerjakan laporan BOS karena bebarengan dengan kegiatan lain semisal lomba anak dan beberapa ujian.

Pekerja laporan BOS kebanyakan juga dari guru yang memiliki tugas mengajar dan membina aneka lomba tersebut.

Pada bulan-bulan ini, sering kali para pekerja BOS harus sampai melembur semalaman demi terselesainya laporan mereka. Selain pada triwulan I, pengerjaan BOS pada triwulan III sekitar bulan Oktober juga sering mengalami keterlambatan karena adanya ujian tengah semester.

Kelima, adanya laporan lain selain Laporan BOS itu sendiri yang harus dikerjakan oleh sekolah. Dulu, kami harus mengerjakan laporan dari BPK dan SIMBADA dari BPKAD selama satu tahun. Ini yang kerap menghambat juga pengerjaan laporan BOS pada triwulan yang sedang berjalan karena konsentrasi sekolah harus terpecah.

Dan terakhir tentu kurangnya tenaga untuk mengerjakan laporan BOS terutama di Sekolah Dasar. Dengan adanya kenaikan untuk gaji guru dan PTK honorer diharapkan kekurangan ini bisa diatasi.

Alokasi yang lebih banyak untuk tenaga yang mengerjakan BOS juga bisa diberikan. Mengingat, mengerjakan laporan BOS adalah perkerjaan berat yang mengemban tugas menyelamatkan keuangan negara.

Sebenarnya, selain adanya ancaman untuk tidak mencairkan dana BOS, selama ini sudah ada efek jera bagi sekolah yang terlambat melaporkannya.

Biasanya, dari grup WA Kepala Sekolah bersama Diknas akan diberikan daftar nama sekolah yang belum rampung melaporkan dana BOS-nya. Dengan adanya daftar ini, sekolah bersangkutan akan merasa malu dan akan berusaha menyelesaikan laporan BOS secepatnya.

Yang terpenting, pengelolaan dana BOS ini sebenarnya bukan hanya tanggung jawab sekolah saja. Pemerintah bersama masyarakat turut andil dalam mengawasinya. Sayangnya, selama ini, pengawasan dana BOS terutama dari masyarakat masih sangat minim.

Salam.

Sumber:
(1) (2) (3)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun