Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Beberapa Alasan Kompasianer Tak Lagi Menulis di Kompasiana

30 Januari 2020   08:12 Diperbarui: 30 Januari 2020   08:18 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bingung bro mau nulis apa lagi. - https://writingcooperative.com

Layaknya sebuah negara yang berpenghuni, para penulis di Kompasiana juga keluar masuk blog keroyokan ini. Setiap hari, setiap minggu, dan setiap waktu, ada saja  penulis baru yang bermunculan dengan kualitas yang sangat bagus. Namun, ada pula penulis -- Kompasianer -- lama yang pergi meninggalkan Kompasiana.

Kepergian penulis lama itu memang memunculkan praduga, syak wasangka, dan tentunya kenangan serta rasa kangen mendalam bagi Kompasianer lainnya. Mengapa ia tiba-tiba hengkang, tak menulis lagi atau jarang bertergur sapa di sini?

Namanya manusia, pasti memiliki kehidupan masing-masing. Kompasiana hanyalah wadah pertemuan virtual yang menampilkan salah satu sisi kehidupan penulisnya. Para pembacanya tidak akan pernah tahu apa yang terjadi pada hidup mereka. 

Contohnya saya, yang kerap menulis perjalanan kereta api dan sering komplain tentang moda transportasi ini, bagi sebagian pembaca mungkin akan menganggap saya tidak menikmati perjalanan tersebut. Apakah itu benar?

Bisa benar dan bisa saja salah. Saya bisa saja sangat menikmati perjalanan itu dan tentunya dengan rasa sebal di hati karena satu dua hal. Pembaca pun tidak pernah tahu dengan siapa saya melakukan perjalanan, untuk apa saya melakukannya, dan sederet hal di dalam hidup saya lainnya. Artinya, dengan membagikan apa yang kita tulis di Kompasiana, sejatinya hanya secuil dari kisah hidup kita di dunia ini yang perlu diketahui.

Termasuk pula alasan beberapa Kompasianer tidak lagi menulis di Kompasiana. Kalau saya sendiri, memang pernah pamit dua kali lantaran kesibukan yang benar-benar tidak bisa ditinggalkan. Makanya, dugaan ini itu terhadap mereka, meski wajar-wajar saja, rasanya kok lucu ya. Terlebih, kalau kita menghakimi apa yang menjadi keputusan mereka tentu bagi saya naf. Mereka kan punya kehidupan lain.

Merangkum dari beberapa Kompasianer yang sudah bersinggungan dengan saya, ada beberapa hal yang membuat mereka tak lagi menulis di Kompasiana. Alasan ini saya buat universal agar tidak langsung menunjuk kepada salah seorang diantara mereka. Pada intinya, menghormati keputusan mereka adalah hal yang paling penting.

Sibuk

Kesibukan di dunia nyata bisa menjadi alasan Kompasianer tak lagi menulis di sini. Saya sendiri sudah sering mengalaminya saat vakum pada 2015-2017 dan beberapa bulan lalu. Jangankan menulis di Kompasiana, membuka dan membalas pesan WA saja rasanya mencuri-curi waktu.

Yang harus ditekankan, bahwa meski menulis di Kompasiana sangatlah bermanfaat, tetapi ada hal lain yang bisa jadi sangat mendesak untuk dilakukan. Enggak lucu juga Kompasianer tersebut mengesampingkan deadline kerjaan mereka untuk menulis di Kompasiana. Apalagi, kalau saya hitung, perlu waktu 1 hingga 2 jam untuk menulis di sini, termasuk membaca artikel dan membalas komentar yang masuk. 

Makanya, saya sungguh mengapresiasi bagi rekan Kompasianer yang masih menyisakan sedikit waktu untuk menulis di sini di tengah kesibukan mereka. Terlebih, jika artikel itu sangat bermanfaat bagi orang lain. Saya hanya bisa berdoa semoga amal jariyah rekan Kompasianer semacam ini bisa diterima oleh sang pencipta.

Sakit Keras

Alasan ini memang cukup mengerikan. Namun, saya pernah menemukan sebuah postingan di FB dari seorang rekan yang mengabarkan seorang Kompasianer sedang menderita sakit keras. Dalam hati, pertanyaan mengenai tulisanya yang tak lagi hadir di laman Kompasiana akhirnya terjawab. Bagaimana bisa menulis kalau yang bersangkutan sedang berjuang melawan sakitnya. 

Namun, saya juga sangat mengapresiasi beberapa Kompasianer yang dalam masa penyembuhan penyakit beratnya masih setia menulis di sini. Agar ada hal yang bisa teralihkan dan tentunya menjadi penyemangat bagi orang lain yang mungkin memiliki penyakit yang sama dengan dirinya. Makanya, saya selalu mendoakan bagi Kompasianer yang sedang sakit keras agar segera sembuh dan kembali menulis di sini.

Cuti Melahirkan

Beberapa Kompasianer ibu muda kerap meninggalkan Kompasiana saat mereka baru saja melahirkan. Ini wajar dan tentunya sama seperti pekerjaan lain ada masa yang membuat mereka harus vakum sementara waktu. Tak hanya saat melahirkan, saat membesarkan sang buah hati, kegiatan menulis menjadi sedikit terganjal.

Saya selalu mengapresiasi ibu muda yang mencoba sekuat tenaga tetap menulis, terutama di Kompasiana di sela kesibukannya mengurus bayi. Itu enggak mudah lho. Saya sering mendapat cerita bagaimana mereka sedang asyiknya menulis dan menumpahkan idenya eh tiba-tiba anaknya menangis karena mengompol. 

Saat akan kembali menulis, ide itu tiba-tiba  ambyar. Makanya, ketika mereka ingin seperti saya yang bisa konsisten menulis paling tidak dua hari sekali, saya malah mengapresiasi balik.

Saya kan enggak melahirkan, menyusui, mengganti popok, mencuci popok, dan lain sebagainya, Justru saya yang kagum dengan mereka. Masih ada sisa energi untuk menulis termasuk di Kompasiana. Semoga ibu-ibu muda yang ingin konsisten menulis ini terus diberi kemudahan. Katakan Amin ya pemirsa.

Masalah Pribadi

Nah ini yang bisa jadi seorang Kompasianer meninggalkan Kompasiana. Ada masalah pribadi dengan Kompasianer lain atau dengan orang di sekitarnya. Untuk ini, saya tidak mau berkomentar panjang karena nantinya juga akan timbul syak prasangka. Kembali ke klausa awal, tiap orang juga memiliki masalah masing-masing.

Namun, saya hanya ingin menegaskan, Kompasiana ini juga bisa diakses bebas oleh siapa pun. Kadang, pembaca di luar Kompasianer juga kerap memperhatikan kita. Beberapa diantara mereka pun juga kadang mengapresiasi dan tak jarang menghujat tulisan kita. Saya sih pernah keduanya.

Beberapa diantaranya mengirim pesan ke kita. Pesan itu tidak dikirim di Kompasiana, tetapi ke media sosial saya. Ada yang awalnya baik tetapi lama-lama jadi mengganggu. Berhubung saya tipe orang yang masa bodoh, saya sih tinggal memblokir mereka. Gampang saja.

Namun, ada juga, yang barangkali tidak nyaman diperlakukan seperti itu. Terutama,jika mendapati pesan dari orang yang tidak bisa membedakan antara fiksi dan kehidupan nyatanya. Serius ini mengganggu lho. S

eorang rekan wanita saya yang menulis di portal lain juga sering di-DM dengan orang-orang halu semacam ini. Ia pun akhirnya meninggalkan portal tersebut. Intinya, tiap penulis memiliki rekasi berbeda jika mendapatkan perlakuan demikian dan itu menjadi hak mereka untuk menulis di tempat lain jika dirasa lebih nyaman.  

Masalah Kenyamanan Laman

Beberapa rekan Kompasianer tak lagi menulis juga bisa karena sulit mengakses Kompasiana. Tidak bisa masuk juga menjadi salah satunya. Saya langsung menyebut Bu Majawati Oen yang kerap mengeluh lantaran beliau tak bisa masuk ke laman Kompasiana. 

Untunglah, saat menghubungi admin, beliau bisa kembali lagi masuk dan menulis. Namun, akhir-akhir ini beliau lama tak menulis dan saya memang putus kontak sejak ponsel saya hilang. Bisa jadi, beliau juga sedang sibuk seperti saya yang juga mengelola bimbel. Positive thinking saja kan?

Masalah iklan juga perlu untuk menjadi sorotan karena memang saya sendiri cukup terganggu dengan banyaknya iklan yang bermunculan. Saya juga mohon maaf tidak bisa membalas komentar yang masuk karena laman yang saya akses sering memuat ulang di kala ada komentar yang ingin saya tulis. Saya sudah mengirim pesan WA ke admin dan masih dalam proses penyelidikan.

Kehabisan Ide

Ini masalah klasik bagi penulis mana pun. Iya, kehabisan ide mau menulis apa. Saya juga sih sebenarnya di akhir Januari ini bingung mau menulis apa lagi. Mau menulis fiksi saya juga enggak bisa. Ada sih beberapa ide tulisan yang muncul tetapi saya tahan dulu. 

Bisa jadi, beberapa Kompasianer yang vakum memilih menghentikan dulu kegiatan menulisnya untuk mencari ide, sumber bacaan, foto, dan lain sebagainya. Bisa jadi juga, setelah vakum menulis, yang bersangkutan muncul dengan tulisan yang spektakuler dan membuat wow.

Berbagai alasan tersebut bagi saya wajar-wajar saja. Menulis di Kompasiana juga kegiatan yang menyenangkan kan. Kalau nantinya dipaksa-paksa, kecuali ada event yang mengharuskan menulis di sini, rasanya kok berlebihan ya. Bagi saya, sesuatu yang timbul dari hati yang bersih, pikiran tenang, dan niat yang tulus akan membawa dampak yang lebih baik.

Jadi, kepada mereka yang sudah lama meninggalkan Kompasiana, hayuk berdoa saja semoga bisa kembali memberikan semangat positif dan pengetahuan kepada masyarakat. Saya selalu berpijak dari kata-kata Mbak Farida Nurhan, seorang YouTuber makanan yang selalu menakankan:

Ambil positif-positifnya saja diantara hal-hal yang kita alami yang mungkin banyak negatifnya.

Dunia sudah lucu banyak yang halu, jangan sampai kita ikut halu karena banyak memikirkan hal negatif.

Sekian. Selamat beraktivitas. Saya mau makan dulu.  Awur-awur.... Emplok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun