Masalah utamanya, apalagi kalau bukan siswa-siswi saya yang masih sekolah dasar. Apalagi, saya terbiasa memberi pembetulan dengan sejelas-jelasnya pada jawaban esai yang masih salah. Tidak sekadar menyalahkan mereka agar bisa digunakan sebagai pembelajaran ke depannya.
Rata-rata, mereka malah sangat senang karena sekaligus bisa melihat nilai ulangan mereka. Tentu, dengan syarat agar mereka tak membocrokan dulu kepada teman-temannya.
Termasuk pula, Buku Kerja Siswa (BKS) yang meski saya tak terlalu menjadikannya acuan penilaian, tetapi karena ada perintah dari kedinasan untuk menggunakannya, maka harus saya nilai. Hanya sebagai syarat saja agar siswa saya yang sudah bersusah payah mengerjakannya tidak merasa sia-sia.
Untuk acuan nilai yang saya masukkan ke dalam rapor sebagai nilai harian, biasanya adalah tugas yang saya buat sendiri sesuai kompetensi dasar yang telah ditentukan.
Apalagi, bagi saya, mengoreksi ulangan adalah sebuah kenikmatan tersendiri terlebih saat menemukan jawaban yang aneh dan tidak masuk akal. Walau dalam diri juga merasa gagal, tetapi saya selalu senang dengan daya kreativitas murid-murid saya.
Bisa jadi, jawaban yang mereka berikan saat ini, walau cukup nyleneh, tapi pada masa mendatang akan menghasilkan ide cemerlang yang dibutuhkan oleh masyarakat. Apakah ada buktinya? Banyak.
Jadi, bagi para guru yang sedang melakukan koreksi di pagi ini, tetaplah bersemangat. Tuhan beserta kalian para pejuang koreksian.
Salam