Beberapa waktu terakhir, lini masa jejaring sosial dan WA saya diramaikan oleh ulah beberapa pengendara kendaraan besar yang nekat melewati Jembatan Muharto Kota Malang. Ulah beberapa oknum tersebut menyebabkan portal yang membatasi ketinggian maksimum kendaraan yang boleh lewat menjadi rusak. Jatuh dan patah menjadi beberapa bagian. Uniknya, kejadian ini tak hanya berlangsung sekali dua kali tetapi hampir setiap hari.
Padahal, jembatan tersebut masih dalam keadaan "sakit" alias berbahaya untuk dilewati kendaraan besar. Pasalnya, beberapa bagian dari jembatan tersebut sudah retak. Bahkan, menurut Kepala Dinas PUPR Kota Malang, Hadi Santoso, kekuatan jembatan tersebut tinggal 40 persen. Makanya, pemasangan portal dilakukan agar tak ada lagi kendaraan berat yang melintas di atasnya.
Sayangnya, apa yang dilakukan untuk mencegah kejadian yang tak diinginkan ini malah tak digubris oleh banyak pengendara kendaraan besar. Mereka masih saja nekat menerobos portal yang sudah dipasang. Mereka seakan tak peduli dengan portal yang sudah ambyar akibat ulah mereka. Yang penting yakin bisa melenggang dengan nyaman meski ada hak masyarakat yang dilanggar.
Kejadian semacam ini tak hanya terjadi di Jembatan Muharto. Di Malang sendiri, sering terjadi truk berukuran besar yang nyungsep mencium viaduk kereta api beberapa meter sebelum Stasiun Kota Baru Malang. Walau di sisi viaduk tersebut sudah terpampang jelas batas ketinggian maksimum kendaraan yang boleh lewat adalah 4,5 m, nyatanya pelanggaran masih saja dilakukan. Mereka tak peduli dengan ambyarnya portal jembatan ataupun mungkin kendaraan mereka sendiri.
Sementara di tempat lain, beberapa portal jembatan juga kerap ditabrak. Pengemudi mobil boks menjadi salah satu jenis penabrak yang sering kali melakukannya. Entah sedang dikejar setoran apa, portal jembatan Sungai Alalak II Banjarmasin ditabrak hingga miring beberapa waktu yang lalu.
Pemasangan portal di tempat tersebut memang bertujuan mencegah lalu lalangnya mobil melebihi muatan di atas jembatan. Terlebih, jembatan tersebut bukanlah jalan utama melainkan hanya sebagai jalur alternatif. Kendaraan yang diperbolehkan untuk melintas di atasnya hanyalah sepeda motor ataupun mobil.
Berbagai kejadian ditabraknya portal tersebut mencerminkan suatu fenomena bahwa masih banyak masyarakat yang belum sadar akan keselamatan berkendara di atas jembatan. Masih banyak yang belum  menyadari bahwa setiap jembatan memiliki kekuatan masing-masing yang beberapa diantaranya rentan terhadap goncangan.
Selain itu, mudahnya portal jembatan ambyar juga disebabkan kejadian penabrakan sering dilakukan saat malam hari atau tak banyak warga yang beraktivitas. Saat maghrib tiba misalnya. Jalanan yang sepi membuat oknum penabrak portal bisa dengan enaknya melenggang ke tempat tujuan tanpa banyak orang yang mengetahui kejadian penabrakan.
Petugas yang disiagakan, baik dari Dinas Perhubungan dan para relawan juga tak bisa stand by 24 jam. Ada waktu-waktu tertentu yang menyebabkan jembatan tersebut tak dijaga ketat. Jika ada warga yang mengetahui ada penabrakan, maka mereka hanya bisa berteriak dan tak mampu mengejar para penabrak. Memang, di beberapa jembatan dipasang CCTV untuk mengetahui siapa dalang dari ambyarnya portal. Meski demikian, masih ada saja oknum yang tak bertanggung jawab yang terus melenggang dengan enteng.
Masalah penabrakan portal jembatan ini harus menjadi masalah serius. Kita tidak ingin ada korban banyak lantaran jembatan tiba-tiba saja roboh. Kita juga tak ingin pemerintah daerah hanya disibukkan dengan mengganti portal demi portal yang terus berjatuhan. Daripada daya dan upaya dikerahkan untuk mengganti portal terus-menerus, lebih baik digunakan untuk hal lain. Membangun transportasi massal atau memperbaiki jalan yang rusak misalnya.
Tak hanya itu, dengan berulangnya kejadian ini, maka semakin memperteguh peran masyarakat sekitar yang kerap memanfaatkan jembatan tersebut sangat besar. Mereka kerap lebih peduli terhadap eksistensi jembatan di sekitar tempat tinggal mereka. Untuk itu, sosialisasi dalam membantu pemerintah menjaga portal ini juga perlu dilakukan.
Semisal, bagi mereka yang tinggal di dekat jembatan atau beraktivitas di sekitarnya, mereka bisa diminta tolong untuk menghentikan kendaraan besar yang akan lewat jembatan. Terutama, di saat kondisi jalan yang mulai sepi. Bagaimanapun, mereka adalah garda terdepan dalam menjaga portal tersebut.
Meski, jika direnungkan lagi, pemerintah daerah beserta kepolisianlah yang juga seharusnya sangat berperan. Sesekali, petugas kepolisian juga perlu disiagakan di sana. Tulisan mengenai hukuman yang bisa dijerat bagi penabrak portal juga perlu dipasang. Semua bermuara kepada efek jera terutama bagi yang ingin melanggar.
Semua cara ini memang bisa dilakukan. Namun, semua kembali kepada mental sebagian pengendara di Indonesia. Mentak untuk melanggar peraturan yang harus ditaati. Bukan begitu? Â
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H