Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Peristiwa Bangunan SD Ambruk di Pasuruan dan Momen Menata Program Rehab Sekolah

6 November 2019   08:33 Diperbarui: 6 November 2019   08:41 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selasa (5/11/2019) kemarin, masyarakat dikejutkan dengan adanya sebuah SD Negeri yang ambruk di Pasuruan.

Peristiwa yang menyebabkan jatuhnya 2 korban jiwa dan puluhan lainnya luka-luka itu terjadi begitu cepat. Empat ruang kelas belajar luluh lantak dan menyisakan puing-puing dan kisah kepiluan. 

Peristiwa ini juga membuat daftar panjang peristiwa serupa yang kebanyakan berlangsung di Sekolah Dasar. Memberi bukti nyata bahwa masih ada bangunan sekolah yang tak aman untuk dijadikan ruang belajar.

Mirisnya, bangunan sekolah yang ambruk tersebut baru saja mengalami rehab. Menurut pihak kepolisian, bangunan itu direhab sekitar tahun 2017. Logikanya, kondisi bangunan masihlah baru dan harusnya tahan hingga puluhan tahun ke depan. Nyatanya, tanpa ada gangguan -- seperti gempa bumi dan angina kencang -- empat kelas di SD tersebut ambruk seketika. Masyarakat pun bertanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dengan sistem rehabilitasi gedung yang membuat banyak siswa SD dan guru menjadi korbannya?

Sekilas Tentang Rehab Gedung SD
Proses rehab gedung sekolah merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak biaya. Pekerjaan ini tidak boleh dibiayai oleh Dana BOS. Sekolah yang ingin bangunan kelas atau bangunan lokalnya direhabiltasi biasanya mengajukan proposal kepada Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk diteruskan ke pusat. 

Propasal ini berisi kondisi fisik bangunan sekolah yang sudah tak layak pakai beserta segala identitas sekolah terutama ukuran dan letak ruang yang ingin direhabilitasi.

Jika proposal disetujui, maka akan ada dari pihak Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten dan beberapa instansi terkait yang akan meninjau kondisi fisik bangunan. Beberapa waktu kemudian, barulah pihak sekolah diminta untuk mengosongkan gedung yang akan direhab tersebut dan mempersiapkan diri sebelum gedung direhab.

Biasanya, dana rehabiltasi sekolah ini berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Tiap sekolah bisa jadi berbeda sumber pendanaannya. Yang pasti, biaya rehab gedung sekolah ini bukan dari dana BOS.

Sekolah Bukan Penanggung jawab Utama
Mengingat dana yang digunakan bukan dari dana BOS, maka pihak sekolah tidak menjadi penanggung jawab utama dalam proses rehabilitasi gedung ini. Penanggung jawab tentu pada pemerintah dan pihak kontraktor yang telah ditunjuk. Meski demikian, bukan berarti pihak sekolah bisa lepas tangan saat proses rehabilitasi gedung berlangsung.

Pihak sekolah harus tetap memantau segala hal yang terjadi selama dan setelah proses rehabilitasi gedung. Biasanya, pihak Dinas Pendidikan akan mengontak secara berkala kepala sekolah mengenai pembangunan gedung. Mereka akan bertanya apa ada kendala teknis selama proses rehabilitasi gedung.

Kondisi bangunan SD saya dulu saat rehab. Walau sudah mencapai 30% tetapi karena ada masalah harus diribohkan kembali. - Dokpri
Kondisi bangunan SD saya dulu saat rehab. Walau sudah mencapai 30% tetapi karena ada masalah harus diribohkan kembali. - Dokpri
Jika pihak sekolah proaktif, maka mereka akan memberikan masukan sesuai dengan kondisi di lapangan. Seperti yang terjadi di sekolah saya dulu. Kala ada rehab gedung lab bahasa yang diubah menjadi aula, rupanya ada kesalahan saat membuat pondasi bangunan. 

Ada seorang mandor yang mengecek setiap hari pengerjaan rehab tersebut. Ternyata, kesalahan tersebut membuat bangunan menjadi sedikit miring. Saya tidak begitu paham masalah teknisnya. Yang jelas, kepala sekolah mengontak Dinas Pendidikan akan masalah ini.

Setelah dilakukan pengecekan, pihak kontraktor akhirnya sepakat meruntuhkan tembok bangunan yang baru dibangun meski sudah mencapai sekitar 30%. Walau pasti ada kerugian, tetapi keselamatan siswa dan guru jauh lebih penting. Hingga bangunan selesai dibangun, Bapak Kepala Sekolah juga acap memantau kondisi fisik bangunan. 

Saat ditemukan adanya kebocoran pada salah satu bagian atap, beliau juga langsung mengontak Diknas dan pihak kontraktor pun segera memperbaiki hingga tak ada masalah lagi. Intinya, walau bukan kewenangan sekolah, bukan berarti pihak sekolah bisa lepas tangan begitu saja terkait kondisi bangunan yang direhabilitasi.

Kecurangan Dalam Pengajuan Proposal
Dari arsip beberapa sumber sekitar tahun 2017, rupanya pihak Kemendikbud menemukan banyak sekolah yang tidak jujur saat mengajukan proposal rehab bangunan. 

Banyak sekolah yang memanfaatkan pihak ketiga untuk membuat proposal sehingga bisa disetujui. Praktik kotor birokrasi semacam ini membuat banyak sekolah yang seharusnya menjadi prioritas untuk mendapatkan bantuan menjadi tergeser.

Untuk itulah, pemerintah pusat mulai menggunakan data pusat untuk memetakan sekolah mana saja yang butuh rehab. Itulah sebabnya pada sekitar 2017 lalu banyak petugas yang memotret keadaan tiap sudut bangunan sekolah. Dengan data dari pusat, diharapkan informasi yang dibutuhkan untuk mencari sekolah yang butuh direhab lebih akurat.

Bukan Kejadian Pertama
Kasus ambruknya gedung SD di Pasuruan bukanlah kejadian pertama di kota tersebut. Pada 2017, sebuah sekolah juga ambruk saat proses pengerjaan rehabilitasi. Diduga, rangka bangunan atap gedung yang berbahan dasar gavalum tak mampu menahan beban atap genting. Atap jenis ini juga digunakan pada bangunan SD yang ambruk Selasa kemarin. Artinya, jika atap-atap ini digunakan pada banyak bangunan SD dalam rentang pengerjaan rehab yang hampir bersamaan, harus ada tindakan pencegahan. Pihak terkait harus mendata dan mengecek kondisi SD-SD yang mengalami rehab gedung dengan atap galvalum.

Terlebih, dari tambahan pihak kepolisian, atap yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasinya. Meski bisa membentuk konstruksi bangunan rapat dan menarik, galvalum atau baja ringan memiliki kekurangan yang cukup berbahaya. Jika jarak kuda-kuda, ketebalan struktur, ketebalan penutup atap, dan sambungan dikurangi dengan jumlah yang cukup besar, maka kekuatan atap ini pun akan menjadi rapuh. Tak perlu waktu lama, bangunan yang baru saja direhab bisa saja roboh. Apakah kita mau generasi penerus bangsa memiliki ruang kelas yang berbahaya seperti ini?

Untuk itulah, evaluasi menyeluruh sangat diperlukan. Jika ada temuan konstruksi bangunan SD yag baru direhab mengalami permasalahan, sudah sebaiknya segera diperbaiki. Jangan ada korban berikutnya yang timbul sia-sia dari bangunan gedung sekolah yang ambruk.

Salam.

Sumber:

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun