Blogger sekarang lebih banyak memamerkan kemewahan, ya.
Begitu celetuk rekan saya -- yang bukan seorang blogger -- kepada saya beberapa waktu lalu. Ia yang sering mengikuti dunia blogger sejak zaman saya masih SMP tiba-tiba saja berceletuk seperti itu.Â
Walau menampik dengan apa yang dinyatakannya, dalam hati kecil saya juga tersimpan kekhawatiran yang sama.Â
Apa memang blogger sekarang lebih berorientasi kepada usaha mengenalkan produk dan "memamerkan kemewahan" -- menggunakan produk mahal, makan di restoran enak, memamerkan kegiatan menginap di hotel berbintang --dibandingkan dengan usaha untuk memberi informasi dan mengedukasi masyarakat?
Saya merenenung sejenak. Mencermati tulisan saya yang juga mengandung unsur "mememerkan kemewahan" itu. Lalu, saya memaknai kembali mengenai rasa batin yang menjalar selepas saya menulis sebuah artikel di dalam blog saya.Â
Artikel seperti apa yang membuat saya bahagia? Yang menjual kemewahan atau yang sekadar berbagi meski tak ada materi yang saya dapat?
Dengan berat hati, saya hanya bisa berkata bahwa kedua-duanya, baik artikel yang berbayar maupun tidak sama-sama membuat saya bahagia. Meski demikian, ada satu hal yang harus saya garisbawahi yakni keduanya harus sama-sama memberikan umpan lebih kepada masyarakat.Â
Keduanya juga harus memberikan andil besar dalam usaha untuk meningkatkan kualitas tulisan saya serta tentunya ada satu poin yang cukup penting. Tulisan saya harus memiliki ciri khas yang berbeda dengan blogger lainnya.
Layaknya ajang pencarian bakat, tulisan khas ini menjadi nyawa bagi seorang blogger. Ia akan tetap dikenal dengan ciri khasnya dan menjadikannya tulisannya seakan bernyanyi mengikuti irama lagu masalah  dan solusi yang ia kemukakan. Ia tak tenggelam diantara hiruk-pikuk blogger lainnya.Â
Yang mengemas dirinya dengan aneka sematan tetapi seakan sama dan seragam. Membuat pembacanya enggan dan jemu untuk menengok tulisannya.