Sejak beberapa hari lalu, ratusan siswa MIN Malang 1 diliburkan hingga satu minggu penuh. Pasalnya, ada sekitar 212 siswa dan 15 guru-karyawan yang diduga membawa carrier atau gejala penyakit difteri.Â
Kejadian yang cukup luar biasa ini membuat masyarakat Malang khawatir lantaran selain terjadi di salah satu sekolah favorit dengan jumlah murid yang sangat besar, kejadian ini bukanlah yang pertama.
Beberapa tahun silam, kasus serupa yang menimpa sekolah lain, baik SD hingga SMA. Wabah difteri menjadi wabah penyakit yang harus ditanggapi dengan cukup serius. Terlebih, bersamaan dengan MIN Malang 1, SMA Negeri 7 Malang juga mengalami hal serupa.Â
Ada sekitar 62 siswa dan guru yang diduga menjadi carrier dan sedang menjalani proses penyembuhan. Meski, sekolah tersebut hanya meliburkan siswanya dua hari dan mewajibkan mereka menggunakan masker saat pelajaran berlangsung.
Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheria tersebut memang memiliki waktu penularan yang cukup cepat. Berbagai faktor penyebab penularan dapat ditemukan di sekitar kita. Mulai bersin, batuk, dan berbagai benda yang sudah terkontaminasi dengan bakteri ini.Â
Yang membuat penyakit ini harus diwaspadai adalah tidak semua orang yang sudah terinfeksi difteri mengalami gejala yang khas. Seperti sakit tenggorokan, suara serak, batuk, pilek, dan demam menggigil.Â
Rekan saya yang pernah terjangkit penyakit ini awalnya menganggap ia hanya terkena demam biasa dan sedang mengalami kecapekan.
Makanya, ketika penderita tetap beraktivitas dan berkumpul bersama orang lain, maka penyakit ini akan mudah sekali menyebar. Mudah sekali membuat ratusan orang menjadi carrier difteri sehingga sangat mengganggu aktivitas terutama belajar-mengajar.Â
Kasus semacam ini pertama kali terjadi di Malang sekitar tahun 2014. Dari satu sekolah, muncul sekolah lain yang harus meliburkan siswanya lantaran wabah difteri yang menyebar.
Walau kejadian ini sudah terjadi berulang, tetapi pemerintah daerah belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri. Penyebabnya, tidak ada peningkatan penderita yang signifikan dan korban meninggal akibat penyakit ini.Â
Meski begitu, pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan menggalakkan sistem kewaspadaan dini (SKD), baik melalui pengobatan maupun imunisasi.Â