Banyak yang terhenyak kala Nadiem Makarim --mantan CEO Gojek-- dipilih Presiden Jokowi sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Tentu banyak kalangan yang menyangsikan apakah sang pionir perusahaan ojek berbasis aplikasi tersebut mampu berbuat banyak untuk mengelola pendidikan di negara kita yang saat ini masih dipenuhi banyak polemik. Mulai dari kurikulum, profesionalitas guru, dan tentunya masalah penggunaan Dana BOS.
Hingga tahun 2019 ini, masih banyak Dana BOS yang belum tepat sasaran. Padahal, alokasi 20% anggaran nasional untuk pendidikan sudah sangat banyak. Pengawasan dan pengendalian, baik secara internal dan eksternal selama ini masih belum maksimal.
Memang, di beberapa daerah sudah mulai dilakukan sistem pelaporan Dana BOS secara digital. Proses ini menggantikan proses sebelumnya yang masih menggunakan cara manual dan cenderung berbelit-belit serta rawan korupsi.
DKI Jakarta misalnya, telah meluncurkan aplikasi Sistem Informasi Akuntabilitas Pendidikan Bantuan Operasional Sekolah Bantuan Operasional Pendidikan (SIAP) BOS-BOP berbasis Cash Management System (CMS) Bank DKI yang diberi nama CMS SIAP BOS BOP.
Inti dari aplikasi tersebut adalah meminimalkan adanya kegiatan transaksi Dana BOS yang dilakukan manual oleh kepala sekolah maupun bendahara. Jika transaksi masih menggunakan manual, maka kepala sekolah akan antre di bank bersama bendahara dan membawa uang dalam jumlah yang cukup banyak.
Selain rawan diselewengkan, kegiatan ini juga berpotensi mengundang tindak kejahatan. Sudah banyak kasus perampokan terhadap kepala sekolah ataupun bendahara selepas mengambil dana BOS. Tindak pencurian uang BOS di sekolah juga kerap terjadi. Memang, selama ini penggunaan Dana BOS harus dilakukan secara tunai. Sekolah tidak boleh mengendapkan uang BOS di dalam rekening.
Inilah yang menjadi tantangan baru Mendikbud. Apakah sistem birokrasi semacam ini bisa digebrak atau tidak.
Walau sekolah tak boleh mengendapkan dana BOS di rekening sekolah, nyatanya penyelewengan terus terjadi. Hanya oknum kepala sekolah dan bendahara yang tahu untuk apa saja dana BOS digunakan. Kalaupun ada laporan yang diberikan kepada masyarakat, cukup banyak yang merupakan laporan palsu. Pinjam meminjam stempel untuk pelaporan BOS sudah mafhum dilakukan. Terlebih, jika tenggat waktu pengumpulan laporan BOS sudah mepet dan Dana BOS triwulan berikutnya akan cair.
Nadiem Makarim dengan kesuksesan Gojek dan Gopay di dalamnya sebenarnya memiliki potensi untuk menggebrak hal ini. Sang menteri bisa saja mulai menata ulang proses pencairan, penggunaan, dan pelaporan dana BOS secara lebih sistematis.
Misalkan, sebuah sekolah sebenarnya membutuhkan perbaikan kamar mandi tetapi dengan pengelolaan yang kurang baik, maka dana yang ada dipakai untuk perbaikan taman.
Ketika saya mengajar dulu, sekolah saya pernah menerima tamu dari kemendikbud yang memfoto semua ruang di sekolah saya dengan detail. Petugas tersebut mengatakan bahwa kegiatan ini digunakan sebagai pelaporan di dapodik agar sesuai dengan kenyataan. Entah data tersebut masih diperbarui atau tidak, langkah ini sudah seyogyanya dilanjutkan.
Nantinya, Nadiem dengan gebrakan yang ada bisa membuat suatu aplikasi e-budgeting yang memberikan pemaparan mengenai kondisi sekolah dari Dapodik. Dari data yang didapat, sekolah akan diberi rekomendasi oleh pusat ataupun pemerintah daerah kira-kira kegiatan apa saja --terutama pembangunan fisik-- yang harus didahulukan.
Penataan Kegiatan Pembelanjaan
Sekolah tiap tahun menyusun RKAS atau rencana anggaran dan kegiatan sekolah. RKAS ini juga bisa berpijak dari rekomendasi tersebut. Artinya, segala hal yang akan dilakukan sekolah dalam satu tahun masih dikondisikan dengan kebutuhan yang ada. Dalam proses pembelanjaan Dana BOS yang telah dicairkan, Kemendikbud juga bisa memberi rekomendasi kepada rekanan tertentu yang telah jelas track recordnya.
Misalkan, ketika sekolah akan membuat pengadaan barang modal, seperti printer, laptop, dan sejenisnya, ada beberapa toko yang telah ditunjuk untuk digunakan acuan sekolah dalam transaksi barang tersebut. Dengan membeli di toko tersebut, maka penyelewengan Dana BOS akibat mark up harga bisa dicegah.
Beberapa kali saya kerap menemukan sekolah lain yang bingung lantaran barang modal yang dibeli jauh dari harga yang telah diperbolehkan ketika pelaporan Dana BOS di Dinas Pendidikan. Kalau sudah begini, sekolah juga akan repot kan?
Terlebih, jika transaksi tersebut bisa dilakukan secara nontunai, maka pelaporan akan lebih transparan. Jejak digital dari transaksi dana BOS akan tercetak dengan baik dan akan meminimalisir pemalsuan stempel toko. Pun demikian dengan pihak Kemendikbud sendiri yang akan lebih dimudahkan dalam memantau penggunaan Dana BOS secara lebih sistematis.
Perencanaan Penggunaan Dana BOS yang Lebih Matang
Dalam kaitannya dengan transparansi Dana BOS, gebrakan Nadiem Makariem juga ditunggu untuk membuka lebih jelas penggunaan Dana BOS yang diterima sekolah kepada masyarakat. Dimulai dari penyusunan RKAS, nantinya masyarakat diharapkan bisa mengakses dengan detail apa saja yang dibutuhkan sekolah selama setahun.
Jika pada pelaksanaannya di tengah jalan ditemukan kegiatan yang tak semestinya, masyarakat juga bisa melapor dengan sistem yang terencana. Tidak seperti sekarang, ketika ada sekolah yang tiba-tiba membangun sebuah bangunan atau memperbaiki fasilitas tertentu, maka masyarakat --terutama wali murid-- hanya bisa rasan-rasan. Terlebih, jika pembangunan tersebut dirasa tidak dirapatkan dahulu dan disosialisasikan dengan luas.
Demikian tentang RKAS yang tak banyak pihak tahu apa saja yang akan dilakukan sekolah. Dengan gebrakan baru, RKAS ini bisa dipaparkan dengan jelas sama halnya dengan APBN yang bisa diakses oleh semua pihak. Entah bagaimana Nadiem Makariem akan mengemas ini, yang jelas kegiatan ini sangat diperlukan untuk digebrak dengan segala potensi yang ada.
Memastikan Pencairan Dana BOS Tepat waktuÂ
Hal yang cukup krusial terkait pengelolaan dana BOS adalah pencairan dana BOS yang seringkali mengalami keterlambatan. Kadangkala, keterlambatan ini berlangsung hingga hampir satu bulan lamanya. Adanya keterlambatan ini jelas membuat sekolah kerap kelimpungan. Berbagai pembiayaan yang ada pun tidak bisa dilakukan.
Tentu, hal ini sangat mengkawatirkan terutama untuk pembiayaan krusial seperti gaji GTT atau kegiatan kesiswaan. Keterlambatan pencairan Dana BOS juga akan sangat berpengaruh terhadap aliran penggunaan dana yang kurang teratur. Praktis, hal ini membuat manajemen sekolah menjadi buruk.
Bagaimana caranya, Mendikbud baru juga harus bisa menjawab tantangan ini. Dan kembali, transaksi nontunai juga bisa mulai dilakukan secara bertahap. Tentunya, segala permasalahan ini harus dikaji lebih dalam dan jangan tergesa-gesa seperti kebijakan Mendikbud sebelumnya.
Sang menteri juga harus mendengarkan keluhan di lapangan. Terlebih, keluhan guru yang juga bertugas mengerjakan laporan BOS sambil mengajar. Dengan gebrakan baru yang bisa dilakukan sang menteri, kegiatan pengelolaan dana BOS diharapkan dapat dilakukan secara sistematis, efisien, dan tentunya tidak mengorbakan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Selamat bertugas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H