Jadi, wilayah Tanjungrejo adalah wilayah datar terakhir yang nyaman untuk ditinggali sebelum berganti dengan wilayah tak rata yang berada di kaki Gunung Kawi-Butak.
Pasar Mergan yang berada di wilayah ini juga menjadi pusat ekonomi warga di sub urban tersebut. Sebut saja Kucur, Kemulan, dan beberapa desa lain di Kecamatan Dau Kabupaten Malang.Â
Kadang, saya sampai kaget ketika melihat rekan atau saudara yang tinggal di wilayah tersebut berbelanja dengan jumlah banyak di Pasar Mergan.Â
Menurut mereka, tidak ada pasar atau pusat ekonomi yang lengkap dan dekat selain Pasar Mergan. Jadi, kalau mereka ingin mencari kebutuhan sehari-hari, ya mereka pasti datang ke pasar ini meskipun menurut saya tidak terlalu besar.
Nah, sayangnya, saya tidak mendapatkan solusi nyata dari pemerintah kota atas kemacetan di Mergan ini. Meski, adanya lampu lalu lintas yang dipasang sedikit membantu dibandingkan polisi cepek, tapi tetap saja tiap hari kemacetan tak bisa terelakkan.Â
Mikrolet GML, yang dulu melewati tempat ini kini sangat jarang terlihat. Hampir semua penduduk di Mergan sudah beralih ke kendaraan pribadi.Â
Saya sampai bermimpi andaikan ada jalur LRT yang melewati Mergan ini menuju tempat lainnya di Kota Malang, sungguh saya akan rela menjadi pelopor penggunaannya.
Dua kelurahan ini "hanya" memiliki kepadatan penduduk sekitar 13 ribu jiwa per km persegi. Atau hampir separuh dari kepadatan penduduk di Tanjungrejo. Padahal, wilayah ini sungguh macet.
Pastinya, kaum mahasiswa yang menghuni kedua wilayah ini menjadi penyumbang kemacetan terbesar lantaran hampir sebagian besar menggunakan kendaraan pribadi. Alhasil, jika lebaran tiba atau saat mahasiswa sedang libur panjang, dua wilayah ini bagaikan kota hantu.
Persebaran penduduk di Kota Malang tidaklah merata. Ada kelurahan yang memiliki kepadatan penduduk di bawah 5.000 jiwa per km persegi.Â