Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Saya Kembali Menulis di Kompasiana dengan Sebuah Buku

23 Agustus 2019   09:09 Diperbarui: 23 Agustus 2019   09:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beberapa pilihan cover untuk buku saya. - Penerbit One Peach Media

Setelah mengikuti euforia Ria Ricis untuk pamit, saya akhirnya juga mengikuti apa yang dilakukan oleh YouTuber itu.

Namun, bukan drama picisan yang saya lakukan untuk menarik perhatian banyak orang. Bulan Agustus ini, jika diibaratkan ibu yang sedang hamil, saya sedang menjalani kesibukan hari-H kelahiran. Tentu, bukan kelahiran seorang putra namun kelahiran buku perdana saya.

Akhirnya saya menerbitkan sebuah buku.

Itulah euforia yang saya rasakan. Saya pun pamit sementara waktu dari Kompasiana agar persiapan "lahiran" ini benar-benar bisa maksimal. Saya memang tipe orang yang tidak bisa mengerjakan banyak hal dalam satu waktu. 

Untuk itu, saya mengorbankan waktu menulis saya di Kompasiana dengan kegiatan penyuntingan tulisan dan persiapan penjualan buku yang akan terbit.

Menerbitkan sebuah buku sebenarnya keinginan yang terpendam sejak lama. Keinginan yang hanya bisa saya kubur dalam-dalam dalam jangka waktu panjang lantaran saya harus menembus benteng kokoh bernama ketidakpercayaan diri. Ya, saya akui saya sangat pemalu terutama jika harus unjuk gigi menghasilkan karya.

Saya sempat merasa bahwa kualitas tulisan saya ya "begitu-begitu saja", layaknya catatan harian seorang pejalan biasa yang hanya gemar menulis. Saya pun bahkan tidak pernah menerbitkan tulisan saya di media cetak seperti para penulis narablog lain yang sudah banyak mengisi aneka rubrik di koran maupun majalah.

Jadi, saat saya berkeinginan untuk menerbitkan buku, dengan segera keinginan tersebut saya kubur dalam-dalam. Apa saya bisa?

Di tengah pesimisme akan hal ini, saya kembali menapaktilasi perjalanan menulis saya beberapa waktu silam. Saya putar kembali memori otak saya bahwa sebenarnya saya bisa kok menerbitkan buku. 

Dan memori itu kembali bermuara kepada perjalanan menulis saya di Kompasiana. Saya ternyata pernah menerbitkan buku berkat Kompasiana. Tepat lima tahun lalu.

Meski buku yang saya terbitkan hanya buku antologi, namun saat itu saya merasakan ada kebanggaan dan kepuasan hati yang amat sangat dalam ketika buku tersebut dipajang di toko buku nasional. 

Tapi sejujurnya, bukan hal itu yang kemudian menjadi pelecut semangat saya dalam mengembangkan keinginan untuk menerbitkan buku.

Ada hal-hal yang harus saya sampaikan kepada masyarakat luas. Ada informasi penting yang harus saya bagi. Dan tentunya, ada pesan yang harus dibaca oleh banyak pihak dari beberapa pemikiran saya.

Maka, semangat saya pun bertambah. Terlebih, saya ingin mengumpulkan ceceran tulisan saya di blog demi warisan yang akan saya bagi kepada anak cucu saya. 

Satu hal yang membuat lecutan semangat saya semakin bertambah adalah banyaknya atensi dari teman-teman terdekat saya agar saya bisa menyelesaikan buku ini.

Saat saya iseng-iseng menghadirkan pertanyaan apakah mereka setuju jika saya menerbitkan buku, semua rekan otomatis menyetujuinya. Lalu, saat saya memberi opsi di manakah harus menerbitkan buku, apakah melalui penerbit mayor atau minor, hampir semuanya menyarankan untuk mencoba mengirimkan naskah ke penerbit mayor.

Singkat cerita, saya pun mengirimkan tulisan ke salah satu penerbit mayor terkenal. Sebenarnya, saya tidak terlalu memberikan ekspektasi apa-apa terhadap tulisan saya. Saya hanya mencoba menulis senyaman saya, sesuai dengan apa yang saya suka tanpa mengindahkan nilai jual dari tulisan saya di pasaran.

Lalu, apa haslinya?

Tulisan saya ditolak. Tepat tiga bulan setelah tanggal pengiriman naskah.

Apakah saya sedih dan kecewa?

Tentu. Tapi itu tak berlangsung lama karena pada awalnya saya justru mengincar sebuah penerbitan minor yang sedang naik daun. Dengan harga paket penerbitan yang cukup murah namun dengan kualitas cetakan dan promosi yang menarik. 

Bahkan, kalau dibilang jujur, saya sebenarnya lebih tertarik untuk menerbitkan karya saya di penerbit minor lantaran ada banyak ruang gerak yang bisa saya miliki. Ada kelonggaran ide yang bisa saya eksekusi tanpa banyak mempertimbangkan mengenai nilai jual tulisan saya.

Kembali, niat saya menerbitkan buku karena saya ingin berkarya dan bukan mencari uang.

Hampir dua bulan setelah penolakan naskah saya memperbaiki tulisan saya. Saya meminta saran dan pendapat mengenai kekurangan tulisan saya kepada beberapa rekan, terutama rekan travel blogger agar saya bisa memperbaikinya dengan seksama. 

Bahkan, saya rela melakukan "remidi traveling" guna kesempurnaan naskah saya. Beberapa tempat baru yang sebelumnya belum ada pada naskah bisa saya tambahkan setelah saya melakukan traveling ke tempat tersebut. Dan hasilnya, jadilah naskah saya yang saya kirim ke penerbit minor.

IG Story perjalanan menginformasikan mengenai rencana pembukuan naskah saya. - Screenshoot pribadi.
IG Story perjalanan menginformasikan mengenai rencana pembukuan naskah saya. - Screenshoot pribadi.
Rupanya, saya tak bisa langsung menerbitkan buku saya. Antrean naskah di penerbit yang saya pilih benar-benar panjang. Bahkan, saat naskah saya diterima, pihak penerbit baru menjanjikan tiga bulan  lebih 20 hari dari tanggal penerbitan naskah untuk bisa menerbitkan buku saya.

Lagi-lagi, saya harus bersabar.

Di tengah penantian panjang itu, saya tidak mau berdiam diri. Menulis blog kembali saya lakukan di samping menulis buku kedua yang bisa jadi akan saya terbitkan juga. Entah kenapa, sejak saya menulis buku pertama, keinginan  untuk terus menulis buku semakin membuncah.

Ternyata, menulis buku bisa menjadi candu. Makanya, saya memiliki kakak kelas di SMA yang sudah menerbitkan lebih dari 25 buku. Oh, jadi rasanya begini. Saya pun akhirnya paham.

Dan, tepat di minggu ini, buku saya dijadwalkan terbit. Untuk lebih mengakrabkan diri saya dengan calon pembaca, maka saya pun juga melakukan pemilihan cover untuk buku saya. 

Di luar dugaan, event yang saya bungkus dengan kegiatan giveaway kecil-kecilan dengan hadiah buku cetak saya sangat antusias diikuti oleh rekan-rekan saya. Aneka saran dan alasan pemilihan cover pun bertebaran. Saya bahkan sampai bingung akan memilih cover yang mana.

Yang jelas, saya sangat menikmati proses panjang ini. Yang sudah berjalan hampir satu tahun ini. Yang membuat saya memetik sebuah pelajaran bahwa diantara kegagalan, ada rasa kenikmatan kala puing-puing kegagalan itu berubah menjadi serpihan kesuksesan yang harus dirajut kembali. 

Walau saya gagal menerbitkan melalui penerbit mayor, nyatanya saat saya melihat proofread layout buku saya, sungguh hasilnya jauh melebihi ekspektasi saya.

Demikian pula saat saya ditanya terus kapan buku saya bisa mulai dijual, itu bisa menjadi obat kekecewaan saat buku saya tak bisa dipajang di rak toko buku. Pada intinya, semua akan berakhir indah pada waktunya.

Beberapa pilihan cover untuk buku saya. - Penerbit One Peach Media
Beberapa pilihan cover untuk buku saya. - Penerbit One Peach Media
Mengenai isi buku saya sendiri, sebenarnya ini seperti buku traveling lainnya. Perjalanan menggunakan kereta api yang saya jalani menjadi inti dari buku ini. 

Sebenarnya, saya mendapat ide pembuatan buku ini setelah melihat tayangan tentang perjalanan kereta api dari channerl DW atau Nat Geo yang membahas denyut nadi suatu kota dengan pembuka perjalanan menggunakan kereta api. 

Gambaran akan jalur kereta api yang membuka denyut nadi sebuah kota bisa benar-benar terpatri. Untuk itulah, saya menulis dengan konsep serupa dengan memaparkan hasil perjalanan saya ketika mengelilingi Pulau Jawa.

Saya membagi bab-bab di dalam buku saya menjadi sembilan bab sesuai dengan daerah operasi kereta api di Pulau Jawa. Bagi saya, sembilan daerah operasi tersebut ternyata memiliki kekhasan tersendiri yang bisa dieksplorasi lebih lanjut dengan mudah oleh banyak orang.

Sebagai penutup, saya ingin kembali mengucapkan terima kasih kembali kepada Kompasiana. Tanpa Kompasiana, mungkin saya hanyalah sebagai silent reader hingga kiamat kubro. 

Berkat Kompasiana, akhirnya saya bisa sedikit ikut menggerakkan literasi di negeri ini dan sedikit memberi manfaat bagi orang-orang di sekitar saya.

Sekian, jika ingin memesan buku saya, bisa mengirim pesan di fitur perpesanan ya.

Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun