Lalu, mengapa pekerjaan itu saya tolak?
Jawabannya bukan masalah gaji. Sungguh, saya sadar diri. Sebagai lulusan salah satu kampus yang masih dianggap "kelas dua" di Malang, saya sebenarnya bersyukur langsung diterima kerja. Ya memang saya lulus dengan cum laude. Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati saya.
Saya memang cukup baik dalam hal teori namun tidak dengan praktik.
Ini berbeda dengan teman-teman saya yang lain meski mereka secara teori di bawah saya namun skill praktik di laboratorium sudah jauh mumpuni. Sementara, saya sering kelabakan jika memegang instrumen laboratorium sedangkan pekerjaan yang saya lamar tadi kebanyakan berada di lapangan untuk mengambil sampel dan mengujinya di lab. Membayangkan saja saya sudah stres duluan. Berapapun gajinya.
Nanti kan bisa diajari?
Iya, saya tahu itu. Pasti perusahaan yang menerima saya akan memberi pelatihan, baik singkat maupun berkelanjutan. Namun, saya kembalikan kepada hati nurani saya. Kalau sudah tidak sreg, berapapun gajinya ya nanti saat saya melakukannya ya terasa berat.
Inilah alasan mengapa saya kemudian memutuskan untuk melamar menjadi Guru SD meski tidak sesuai dengan jurusan. Dan tentunya, dengan gaji yang jauh lebih kecil dibandingkan tawaran pabrik pengolahan makanan tadi.
Sekolah yang menerima saya hanya bisa menggaji 600 ribu rupiah. Jumlah yang untuk saat ini sungguh jauh dari rasa perikemanusiaan. Walau demikian, entah kenapa saya malah menikmati pekerjaan itu sebelum memutuskan risen. Oh ya, alasan risen saya bukan masalah gaji lho.Â
Satu-satunya alasan saya risen adalah karena saya sudah tidak bisa menjalankan tupoksi saya dengan baik sehingga sangat berpengaruh besar terhadap proses belajar anak didik saya. Makanya, daripada nanti pada perjalanan selanjutnya anak didik saya yang menjadi korban, lebih saya mengundurkan diri. Cerita lengkapnya bisa disimak di sini.
Dengan gaji kecil di sebuah sekolah nyatanya banyak hal yang bisa saya petik. Ini tak lepas dari sebuah buku bagus mengenai karir yang bertajuk Saya Beruntung Menjadi Karyawan karya Hendri Hartopo.
Setidaknya ada beberapa poin yang seharusnya dimiliki karyawan terutama yang baru pertama kali bekerja. Poin-poin tersebut akhirnya bermuara kepada karakter karyawan sejahtera yang akan sangat berbeda dengan karyawan-karyawan lain yang hidup "biasa-biasa saja" dan melakukan rutinitas kerja yang membosankan.Â