Keinginan saya sebagai rakyat biasa hanya sederhana. Harga barang dan jasa stabil serta nilai uang tidak merosot. Sesimpel gambaran kestabilan sistem keuangan itulah yang diharapkan oleh banyak orang awam seperti saya.Â
Bayangan akan krisis moneter 1997-1998 yang saya alami ketika masih kecil hingga kini masihlah terasa. Usaha ayah saya kolaps sehingga keluarga saya yang awalnya sejahtera menjadi kelimpungan untuk sekadar mencari makan.
Kestabilan sitem keuangam merupakan suatu keadaan resisten terhadap risiko yang membuat instabilitas ekonomi di suatu negara. Ada dua risiko yang menyebabkan sistem keuangan kita tidak stabil, yakni tekanan inflasi dan volatilitas nilai tukar mata uang. Kedua risiko tersebut akan menjadi sumber bencana jika tidak dikendalikan dengan baik.
Sebenarnya, negara kita telah memiliki Bank Indonesia (BI) yang menjadi benteng melawan sumber bahaya ini. Melalui tugas utamanya berupa berbagai kebijakan yang salah satunya kebijakan makroprudensial, BI berusaha sekuat tenaga agar kedua risiko tersebut dapat diatasi.  BI pun menjadi salah satu pihak yang berperan dalam menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK). Â
Namun, BI tidak menjadi satu-satunya pihak yang berperan dalam menjaga SSK ini. Pemerintah, OJK, LPS, pasar, dan masyarakat pun turut di dalamnya.Â
Kita sebagai rakyat jelata, termasuk saya pun turut andil dalam menjaga SSK ini. Lalu, mengapa saya juga berperan dalam menjaga SSK ini dan bagaimana langkah saya untuk turut andil di dalamnya?
Jika dianalogikan, risiko terhadap SSK bagaikan bencana alam yang diakibatkan oleh manusia. Semisal banjir dan tanah longsor. Sering membuang sampah di sungai menjadi salah satu hal yang turut menyebabkan banjir itu terjadi.
Meskipun pihak berwenang telah membangun fasilitas untuk mencegah bencana tersebut, tapi jika saya dan masyarakat lain masih saja membuang sampah sembarangan, banjir pun akan terjadi.Â
Pun demikian hanya dengan SSK. Walau sudah ada instrumen yang telah dibuat oleh pembuat kebijakan untuk menghadapi risiko SSK, namun jika kita sebagai rakyat malah melakukan tindakan ekonomi tidak dengan perencanaan matang, maka risiko itu tetap akan menggoyang.
Terutama, dengan adanya daya tarik kuat untuk menggunakan suatu barang konsumsi tertentu. Ada tujuh jenis barang dan jasa yang bisa memicu inflasi. Salah satunya adalah konsumsi di bidang transportasi.