Sengaret-ngaretnya kereta api, lebih baik saya menunggu di stasiun daripada di terminal.
Ungkapan itu sering terdengar di telinga saya yang diujarkan oleh rekan maupun saudara. Hati saya pun turut mengamini. Dalam artian, lebih baik melakukan perjalanan menggunakan kereta api dibandingkan bus.
Waktu perjalanan yang bisa diprediksi merupakan hal utama banyak orang lebih memilih kereta api. Jam keberangkatan dan kedatangan kereta di stasiun hampir selalu tepat waktu. Meski kini, hal itu kadang tak bisa jadi andalan karena sempat beberapa kali PT KAI menerima komplain terkait keterlambatan waktu kereta api. Terutama, jika terjadi insiden anjloknya kereta.
Walau demikian, kereta api masih menjadi primadona. Saya pribadi, jika masih ada uang dan kesempatan, lebih baik rela berburu tiket kereta api jauh-jauh hari sebelumnya. Apa yang membuat kereta api menjadi pilihan dan bus seakan menjadi opsi kedua?
Pertama, soal kenyamanan dan keselamatan. Menaiki kereta api jauh lebih nyaman dibandingkan bus. Paling tidak, kereta api memiliki SOP yang cukup ketat selama perjalanannya. Kereta memiliki batas kecepatan tertentu sepanjang perjalanan. Penumpang pun akan merasa nyaman meski harus duduk berdempetan di kursi ekonomi.
Lain halnya dengan bus, meski beberapa PO memiliki SOP yang cukup ketat juga, namun ada pula bus yang membandel saat melakukan perjalanan. Sopir yang ugal-ugalan dan mengemudikan bus dengan kecepatan setan, membuat hati penumpang seakan harus siap menghadapi kematian.
Saya menyaksikan sendiri kala menaiki sebuah PO yang memang sejak dulu dikenal suka setor nyawa dalam perjalanan dari Yogyakarta menuju Surabaya. Bus melaju hampir 100 km/jam sesuai data di aplikasi pengukur kecepatan dan tak segan memepet kendaraan lain seperti truk dan mobil jika ia tak diberi jalan. Hampir bisa dipastikan, penumpang tak akan bisa tidur dengan tenang.
Kedua, harga tiket kereta api yang fair jika dibandingkan dengan bus. Pembelian tiket KA kini semuanya dilayani secara online. Meski membeli tiket di stasiun pun, tiket yang dibeli sebenarnya dibeli secara online. Harga tiket yang tertera bisa menjadi panduan untuk melakukan pembelian.
Sub class kereta, yang memuat harga berbeda berdasarkan posisi nomor kereta juga tersedia secara jelas. Meski kelas kereta sama, jika nomor kereta yang dipilih dekat dengan peron, maka harga tiket akan jauh lebih mahal. Intinya, ketika membeli tiket kereta, penumpang bisa memilih dan memilah seusai kemampuannya.
Lain halnya dengan bus yang permainan calo di terminal seringkali muncul. Saya pernah mengalaminya sendiri saat membeli tiket di Terminal Giwangan. Bus Jogja-Malang ditawarkan seharga 160.000 rupiah. Padahal, harga semestinya hanya 120.000 rupiah. Saya pun tak jadi membeli tiket tersebut dan mencoba langsung naik bus beberapa menit sebelum bus berangkat.Â
Saat itu pula, harga yang ditawarkan sempat turun menjadi 140.000 rupiah. Tapi saya bersikeras hanya membayar 120.000 rupiah dan dengan terpaksa kondektur bus memberi saya tiket akibat bus yang masih kosong. Sayang, seorang mahasiswa yang duduk di sebelah saya membeli tiket tersebut seharga 150.000 rupiah.
Permainan harga seperti inilah yang membuat naik bus tidaklah nyaman. Hati penumpang mana yang akan ikhlas dengan harga yang tidak fair. Walau harga tersebut masih lebih murah dari kereta api, namun dengan cara seperti ini penumpang akan berpikir dua kali.
Sebenarnya, saat ini banyak PO bus yang sudah mulai melakukan reformasi dengan menjual tiket secara online. Beberapa aplikasi pemesanan tiket terkenal juga menyediakan layanan pembelian tiket bus. Artinya, calon penumpang kini diberikan alternatif untuk bisa membeli tiket bus dengan fair.
Ketiga, untuk bus yang berhenti di beberapa agen pemberhentian, kadang mereka melakukannya tidak melihat situasi dan kondisi. Saya pernah mengalaminya juga saat melakukan perjalanan dari Jogja ke Malang. Perjalanan yang harusnya bisa ditempuh selama 7-8 jam menjadi molor 14 jam.
Semua terjadi akibat bus yang berhenti lama di agen penjualan tiket di tiap kota. Saya hitung, hampir 30 menitan bus berhenti saat sampai di sebuah kota. Itu belum pemberhentian di terminal kota tersebut. Saat saya menanyakan kepada kondektur bus, mereka berdalih menunggu penumpang dulu dan beberapa penumpang lain. Saya jadi gemas. Mengapa penumpang yang datang terlambat harus ditunggu?
Lain halnya dengan kereta api yang sering kali kondektur kereta mengumumkan adanya persilangan dengan kereta lain di sebuah stasiun. Pengumuman itu juga mencakup dengan kereta api apa bersilang dan kira-kira berapa lama kereta harus menunggu. Penumpang pun sedikit mendapat kepastian.
Itulah beberapa poin yang setidaknya harus menjadi catatan perbaikan moda transportasi bus, baik AKDP maupun AKAP. Jika dirangkum, poin-poin tersebut adalah keamanan dan keselamatan, harga tiket, dan kegiatan pemberhentian bus.
Walau kereta api seakan nyaman dinaiki, ada satu catatan penting yang juga harus dijadikan poin perbaikan. Salah satunya adalah kenyamanan tuang tunggu penumpang. Saat libur panjang seperti arus mudik, penumpukan penumpang mau tak mau terjadi.
Penumpang pun berjejalan di ruang tunggu stasiun. Ruang tunggu stasiun pun sering tak mampu menampung semua penumpang mengingat mereka datang 1-1,5 jam sebelum kereta berangkat. Namun yang patut dicemati adalah masih banyak penumpang yang dengan enaknya meletakkan bawang bawaannya yang begitu banyak di kursi ruang tunggu. Akibatnya, banyak penumpang lain yang tak kebagian kursi sehingga duduk di lantai.
Akhirnya, penumpang yang tak kebagian tempat duduk sering hilir mudik mencari tempat dan kadang mengganggu penumpang yang terburu-buru untuk check in.Â
Mungkin adanya penambahan fasilitas ruang tunggu atau kebijakan lain bisa diambil. Memisahkan ruang tunggu berdasarkan kelas kereta seperti yang dilakukan Stasiun Malang bisa jadi solusi agar penumpang tidak menumpuk di satu titik.
Bagaimanapun, perbaikan terhadap angkutan darat haruslah terus dilakukan agar kenyamanan penumpang tetap jadi hal yang utama. Jika kenyamanan ini didapat, maka dengan sendirinya, baik bus atau kereta api akan mendapat tempatnya sendiri di hati penggemarnya.
Salam.
**
 Sumber :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H