Tercatat, tiap tahun, kekuatan lensa cekung yang saya pakai bertambah antara minus 0,5 dioptri hingga minus 1 dioptri. Ketika memeriksakan diri ke dokter spesialis mata, saya mendapatkan informasi bahwa kebanyakan penderita miopi pertama kali mengalaminya ketika usia SD dan SMP.
Pertambahan ukuran kacamata yang signifikan tiap waktu pada usia tersebut akan semakin bertambah jika aktivitas mata yang dilakukan semakin berat.Â
Membaca, terutama di tempat gelap dan menatap layar komputer adalah beberapa diantaranya. Namun, tidak segera memeriksakan diri ke dokter mata atau optik ketika mulai ada keluhan adalah satu penyebab utama miopi semakin parah seperti yang saya alami.
Ketika tak ada penanganan dan bantuan kacamata yang sesuai dengan kebutuhan, maka kekuatan dioptri yang harus dipakai akan semakin besar.Â
Masa-masa tersebut adalah masa pertumbuhan anak. Dengan aktivitas yang memaksa mata bekerja lebih keras, peregangan otot mata semakin tinggi.Â
Kondisi semakin parah dengan perubahan ukuran bola mata yang makin besar dengan bertambahnya usia. Minus pun semakin bertambah.
Ada sekitar lima kacamata bekas yang saya pakai dengan kekuatan ukuran bervariasi antara mata kanan dan kiri. Kenaikan signifikan yang saya alami ketika duduk di bangku kelas XII SMA. Kala itu, saya berganti kacamata dari ukuran minus 5 dioptri untuk mata kiri dan minus 6 dioptri untuk mata kanan.
Ibu saya sampai geleng-geleng kepala karena heran dengan aktivitas yang saya lakukan. Maklum saja, menjelang masuk PT, hampir sebagian besar hidup saya habis untuk membaca dan menatap layar komputer.Â
Ketika itu, saya juga pernah mengalami kejadian tak mengenakkan berupa terjatuhnya kaca mata ketika bermain sepak bola. Alhasil, saya tidak bisa melihat apa yang ada di depan saya. Untuk pulang ke rumah, saya harus dibantu teman yang menggandeng saya berjalan.
Sebenarnya, bukan hanya membuat miopi yang membuat catat mata saya menjadi menyakitkan. Justru astigmatisme, yang datang menyertai miopi saya yang parah adalah sakit yang sebenarnya.Â