Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengajar Bimbel SMK Tak Semudah yang Dibayangkan

27 Februari 2019   09:11 Diperbarui: 27 Februari 2019   17:56 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bentuk akar, logaritma, dan trigonometri adalah beberapa di antara materi pada matematika dasar. Kompetensi yang juga dipelajari oleh siswa SMA, baik IPA, IPS, ataupun Bahasa. Siswa SMK tidak mempelajari kompetensi dasar Matematika peminatan yang dianggap memiliki level kesulitan lebih tinggi. 

Materi peminatan untuk SMK disesuaikan dengan jurusan SMK yang mereka ambil, semisal kelompok Akuntansi dan Pemasaran (AKP), kelompok Teknologi, Kesehatan, dan Pertanian (TKP) dan kelompok Pariwisata, Seni dan Kerajinan, Teknologi Kerumahtanggaan, Pekerjaan Sosial, dan Administrasi Perkantoran (PSP).

Saya pun pada mulanya cukup yakin jika para siswa yang saya bimbing akan bisa menerima materi dan mengerjakan soal cukup baik. Terlebih, beberapa materi merupakan pengulangan dari materi SMP, semisal baris dan deret, persamaan linear dengan dua variabel (metode eliminasi dan substitusi), dan persamaan kuadrat. 

Paling tidak, saya berfokus pada materi-materi Matematika Dasar yang dianggap sulit. Untuk materi yang sudah pernah mereka pelajari di SMP, saya berharap mereka masih ingat dan tak perlu lagi membahas lebih jauh.

Sayangnya, apa yang saya harapkan jauh panggang dari api. Bukannya lebih mudah, malah membimbing siswa SMK bagi saya jauh lebih sulit. Kembali, bukan pada stereotipe siswa SMK, namun hal teknislah yang membuat saya harus bekerja ekstra demi mengamankan mereka paling tidak lulus UN dengan nilai yang cukup. Itu saja.

Selama hampir satu tahun, para siswa tersebut melakukan Pendidikan Sistem Ganda (PSG)/magang ke berbagai daerah di Indonesia. Selama waktu itu pula, tak sedetik pun mereka belajar materi kelompok adaptif dan normatif. Jangankan belajar, menyentuh buku sajapun tidak. Sarkasme ini yang diakui oleh mereka beberapa hari lalu dengan tertawa.

"Bagaimana bisa belajar, Mas. Ini badan sudah capek semua, je!"

Saya memaklumi apa yang mereka rasakan. Pengalaman pertama mereka ikut bekerja langsung di dunia industri memang membuat kaget. Fokus mereka hanyalah pada penyerapan keterampilan bekerja dari tempat magang mereka. Membuat laporan harian dan segala perisapan sebelum bekerja, menjadi target utama selama satu tahun terakhir.

Hingga mereka kembali ke sekolah hanya beberapa bulan sebelum UN. Bahkan jika dihitung, mungkin hanya beberapa hari. Rata-rata, mereka baru rampung PSG pada awal Januari. Beberapa di antaranya baru berakhir pada akhir Januari. Lalu, pada akhir Maret mendatang, mereka harus menempuh UN.

"Rasanya kayak mau bangun candi loh, Mas. Serasa cuma semalam".

Kelakar mereka yang mulai pandai merayu lawan jenis cukup masuk akal juga. Kalau saya berada di posisi mereka, mungkin saya sudah melambaikan tangan ke kamera. Saya saja, yang dulu dari SMA IPA rasanya kok ya terengah-engah menghadapi UN. Padahal, sejak naik ke kelas XII di awal tahun pelajaran, sekolah saya sudah menghajar siswanya dengan aneka materi dan latihan soal menghadapi UN dan SBMPTN.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun