Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Kala Bus Trans Jogja Semakin Jarang Didapat

29 Januari 2019   09:08 Diperbarui: 29 Januari 2019   17:41 5504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Portable Trans Jogja di depan Perpustakaan Grahatama, Jalan Janti. - Dokpri

Lama-lama, saya semakin sering mengisi saldo akun ojek daring untuk menggunakannya bepergian.

Sejak menjual motor tahun kemarin, praktis saya tak punya andalan untuk "wira-wiri" dari satu tempat ke tempat lain. Belum lagi, saya harus sering berpindah ke empat kota dan kabupaten, Bantul, Kota Jogja, Sleman, dan Klaten untuk mengurus berbagai kepentingan. Transportasi umum pun mau tak mau menjadi pilihan saya untuk mencapai tujuan-tujuan itu.

Lantas, mengapa saya terus menggunakan ojek daring? Apa tak sebaiknya menggunakan transportasi umum? Bukankah di Jogja sudah ada BRT Trans Jogja?

Semua pertanyaan itu kembali ke pokok permasalahan yang sekarang melanda Trans Jogja. Masalah itu bernama kurang tersedianya armada bus Trans Jogja, terutama di kala saya membutuhkan transportasi ini. Dan, semakin lamanya waktu tempuh saya untuk menaiki Bus Trans Jogja. Mengikuti anjuran pemerintah untuk menaiki kendaraan umum memang sangat saya apresiasi.

Tapi, saya juga punya prioritas pribadi. Saya juga dikejar pekerjaan untuk bisa berpindah dengan cepat. Saya pun harus memenuhi janji saya kepada seseorang dengan tepat waktu. Lagi pula, saya dan si "ehem" juga memiliki sedikit waktu bertemu di dua kabupaten yang berbeda. Kalau saya memaksakan naik Trans Jogja, segala rencana saya bisa berantakan.

Seberapa lama saya harus menunggu Bus Trans Jogja?

Pertanyaan ini sangat berat untuk dijawab. Kadangkala, saya cukup mudah mendapatkan bus ini. Namun, hanya di halte dan trayek tertentu saya bisa mendapatkan dengan mudah. Ketika saya transit di Terminal Condongcatur atau Giwangan, memang cukup mudah untuk mendapatkan bus-bus ini. Di terminal, bus kadang harus beristirahat selama 10-15 menit. Penumpang pun harus turun dulu di halte sembari menunggu bus beristirahat.

Tak begitu halnya dengan yang saya dapatkan di halte pinggir jalan atau bahkan portable. Saya bisa menunggu lebih dari setengah jam untuk mendapatkan bus. Jika saya menunggu di halte yang terdapat petugasnya, saya masih sedikit bernafas lega. Petugas di situ bisa tahu di mana posisi bus ketika saya tanya. Artinya, saya bisa memperkirakan kapan kedatangan bus saya. Saya bisa memberi tahu kapan perkiraan tiba kepada orang yang menunggu saya, termasuk si "ehem".

Tapi, jika saya naik dari portabel Trans Jogja yang tak terdapat petugasnya, saya hanya bisa tebak-tebak buah naga. Berharap keajaiban agar bus yang akan saya tumpangi segera datang. Sebenarnya, saya bisa menggunakan aplikasi Moovit yang memuat peta, jalur, dan jadwal BRT di tiap kota. Namun, kadang aplikasi ini juga tak terlalu akurat. Sering kali, saya mendapatkan bus setelah 45 menit menunggu dari 20 menit yang seharusnya tercantum di aplikasi.

Calon penumpang Trans Jogja di Halte Giwangan. - Dokpri.
Calon penumpang Trans Jogja di Halte Giwangan. - Dokpri.
Armada Bus yang Dikurangi
Menurut akun Twitter @Trans_Jogja, pada beberapa waktu belakang terjadi pengurangan armada bus. Ada beberapa jalur yang berkurang armadanya, seperti 3B, 5A, 7, 9, 10, dan 11. Malangnya, beberapa jalur tersebut adalah jalur andalan saya.

Jalur 3B adalah salah satunya. Jalur yang melayani trayek Giwangan-Bundaran UGM-Condongcatur-Ring Road Utara-Bandara-Blok O-Banguntapan ini adalah titik tumpuan saya. Biasanya, saya hanya perlu sekitar 15-25 menit untuk menunggu bus Trans Jogja jalur 3B. Sejak ada pengurangan armada, saya tak bisa memprediksikan kapan saya bisa mendapatkan bus.

Belum lagi, jika harus transit dengan jalur-jalur baru yang dikenal memiliki armada sedikit. Sebutlah jalur 10 dan jalur 11. Bisa-bisa, saya ketiduran di halte untuk sekedar menunggu sebuah bus saja. Saya bahkan sempat membuat satu tulisan di Kompasiana sepanjang 900 kata sembari menunggu bus ini tiba.

Menurut akun twitter @Trans_Jogja tersebut, tidak ada alasan pasti mengenai pengurangan armada bus itu. Pastinya, saya sebagai pengguna bus juga harus rela menunggu lebih lama. Dan, jika sudah kepepet, tombol ajaib di ponsel pintar saya pun berfungsi. Alias, memesan ojek daring.

Fasilitas Halte dan Portabel yang Semakin Usang
Tak melulu soal waktu menunggu bus yang lama, kondisi halte dan portabel yang usang juga menjadi perhatian. Dari sekian halte dan portabel Trans Jogja, saya hanya menemukan kondisi yang bagus di beberapa tempat saja, terutama pusat keramaian. Sebutlah di Jalan Malioboro, Jalan Mangkubumi, Maguwo, dan Bandara.

Kondisi Portable Trans Jogja di depan Perpustakaan Grahatama, Jalan Janti. - Dokpri
Kondisi Portable Trans Jogja di depan Perpustakaan Grahatama, Jalan Janti. - Dokpri
Di daerah lain, kalau tak boleh dikatakan tak layak, mungkin kata ngenes bisa tersemat. Besi-besi pegangan halte yang berkarat, bau yang semerbak, hingga saya menemukan halte yang ada petugasnya namun tak ada lagi alat untuk tap kartu yang berfungsi. Layar TV yang sudah tak berfungsi juga kerap terlihat.

Saya tak begitu paham apakah layar TV ini fungsinya sama dengan apa yang saya temukan di halte Transjakarta. Menginformasikan waktu kedatangan bus. Mengingat, saya baru saja tinggal cukup lama di kota ini tahun lalu. Saya duga, televisi ini tak pernah diganti sejak kemunculan Trans Jogja pada 2008.

Layar TV yang menampilkan waktu bus tiba. - Dokpri.
Layar TV yang menampilkan waktu bus tiba. - Dokpri.
Petugas Bus yang Masih Bisa Ramah
Walau mendapat penilaian yang kurang baik dari saya pribadi, saya masih bisa mengacungkan jempol untuk petugas bus, baik di dalam halte maupun di dalam bus. Mereka masih setia melayani penumpang di tengah keterbatasan itu.

Seorang kondektur bus trayek 4B bahkan selalu riang gembira menyambut saya ketika ia tahu saya naik dari hallte di kawasan RS dr. Sarjito. Mungkin, ia menyadari kehadiran saya sebagai penumpang satu-satunya di bus yang ia gawangi adalah warna tersendiri. 

Apa ya iya, sepanjang jalur bus tempat ia melintas tak ada satupun penumpang yang naik. Seperti halnya yang kerap saya saksikan pada jalur-jalur baru. Tak jarang, dari balik kaca bus, hanya terlihat 1 hingga 2 penumpang saja yang ada di dalamnya.

Di dalam bus Trans Jogja Jalur 4B. - Dokpri
Di dalam bus Trans Jogja Jalur 4B. - Dokpri
Di dalam halte, para petugas juga masih ramah menjawab pertanyaan para calon penumpang. Kapan kira-kira bus akan tiba, harus transit di halte mana, hingga pertanyaan remeh lain. 

Di sebuah halte di sekitar Kantor PP Muhammadiyah, saya bahkan dipersilakan untuk membaca buku yang terpajang di dekat jendela halte tersebut oleh salah satu petugas. Ia menyadari waktu tunggu bus yang lama. Menurutnya, lebih baik memanfaatkan waktu dengan membaca daripada menghabiskan kuota internet.

Deretan buku di halte Trans Jogja KH. Ahmad Dahlan. - Dokpri.
Deretan buku di halte Trans Jogja KH. Ahmad Dahlan. - Dokpri.
Jika Anda sedang ke Jogja dan berada di Terminal Parkir Bus Ngabean, cobalah sesekali menengok aktivitas naik dan turun penumpang di halte Trans Jogja Ngabean. Jika terminal sudah penuh oleh bus-bus wisatawan, bus Trans Jogja tak akan bisa masuk.

Untuk menyiasati hal ini, petugas bahkan menggunakan kursi plastik atau meja untuk all out membantu penumpang naik dan turun di Jalan Wahid Hasyim. Halte ini cukup ramai, terutama di akhir pekan karena merupakan tempat pemberhentian bus-bus ke arah pinggiran seperti Gamping.

Salah satu portable di dekat SMA Negeri 7 Yogyakarta. Menunggu bus di portable seperti ini kala hujan deras dan angin kencang cukup membahayakan. - Dokpri
Salah satu portable di dekat SMA Negeri 7 Yogyakarta. Menunggu bus di portable seperti ini kala hujan deras dan angin kencang cukup membahayakan. - Dokpri
Di balik segala kekurangannya, Trans Jogja masih lah dibutuhkan. Tak akan bisa membayangkan bagaimana kota ini semakin penuh dengan kendaraan pribadi, baik penduduk lokal maupun wisatawan. Alangkah nikmatnya jika pada suatu saat nanti Trans Jogja menjadi primadona. Dengan waktu interaval bus yang cukup singkat dan perbaikan di sana-sini, menaiki BRT adalag sebuah solusi.

Sekian, salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun