Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mengurai Beberapa Kesulitan Saat Menyusun Sebuah Buku

13 Januari 2019   16:44 Diperbarui: 13 Januari 2019   19:11 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makanya, untuk menyiasati agar tidak terjadi kehilangan ritme yang berujung pada writer's block, saya mencoba untuk melakukan jadwal berseling antara menulis dan menyunting. Jadi, sehari menulis dan menyunting. Dengan begitu, saya bisa melakukan apa yang saya lakukan kala menulis blog. Sehari menulis sehari menyusun tulisan sambil membaca buku. Jadi, sehari satu tulisan bagi saya masih sulit.

Kedua, saya merasakan warna tulisan yang tidak sama antara satu tulisan dengan tulisan lain. Mengingat buku yang akan saya cetak adalah kumpulan tulisan di blog yang waktu penayangannya kerap berbeda jauh, maka kadang antar bagian tulisan itu tidak nyambung. Memang, saya memecah tulisan saya menjadi beberapa bagian. Namun, ketika saya membaca bagian-bagian tersebut dalam sebuah kesatuan, saya menemukan warna tulisan yang tidak sama.

Ada kalanya tulisan saya cukup mendalam menjelaskan fenomena sosial di balik sebuah tempat wisata seperti tulisan saya di Kompasiana. Ada kalanya pula tulisan saya malah cukup dalam membahas mengenai deskripsi tempat wisata yang bermuara kepada referensi suatu produk. Tulisan ini kerap saya tulis di blog pribadi. Akibatnya, ketika membaca lebih saksama bagian-bagian itu, ya gak bakal nyambung.

Apa yang harus saya lakukan kemudian?

Saya harus memilih warna tulisan mana yang lebih dominan. Yang menjadi ciri khas buku saya nanti. Sebenarnya, di sinilah letak kesalahan saya kala tidak membuat kerangka buku yang akan saya buat. Pada beberapa literasi memang sebuah buku ditulis tanpa kerangka yang cukup detail. Walau begitu, dengan hanya menyambungkan tulisan-tulisan di blog rasanya tak akan mendapatkan hasil yang maksimal.

Saya memang pernah membaca buku hasil dari tulisan di blog. Rata-rata memang hanya disadur dan diberi sedikit perbaikan. Tapi kembali ke hukum awal, rata-rata mereka sudah memiliki jam terbang tinggi dalam menulis sehingga warna tulisan bisa begitu padu. Lha saya?

Jadi, saya menulis ulang lagi beberapa bagian lagi tulisan yang sebenarnya sudah jadi. Saya buat agar bisa menyatu lekat dengan bagian sebelumnya atau sesudahnya. Di sinilah saya mendapat sebuah tantangan baru dalam menulis sebuah buku. Pelajaran untuk ikhlas menulis ulang tulisan kita jika benar-benar dirasa tidak pas. Tidak semua tulisan memang harus ditulis ulang. Untuk itu, saya meminta bantuan kepada teman untuk membaca tulisan-tulsian yang telah saya buat. Setelah mereka membaca tulisan saya, saya meminta saran bagian mana yang harus saya tulis ulang.

Semuanya memang kembali kepada saya sebagai empunya tulisan. Hanya tidak lantas demikian, saya menjadi egois. Toh tulisan saya nanti juga dibaca oleh banyak orang. Rasanya kok tak elok jika ada yang gak pas. Layaknya memakai baju atasan kuning dengan bawahan hijau muda.

Kesulitan terakhir adalah mengelaborasi lebih dalam tulisan yang saya buat. Jika dalam tulisan blog saya hanya bisa katakanlah menggali sebuah ide sedalam 5 meter, maka dalam menulis buku saya harus bisa lebih dari itu. Galian yang lebih dalam ini sering terbentur rasa nyaman saya setelah melihat tulisan yang saya tulis. Ah, sudah di HL admin Kompasiana kok. Ah, sudah dikomentari 50 blogger di blog pribadi dengan komentar panjang kok. Pemikiran seperti itulah yang kerap menjadi racun.

Makanya, saya tak melihat blog barang sedetik pun ketika proses menulis ini agar racun itu tidak semakin berbisa. Semaksimal mungkin melihat berbagai kelemahan dari berbagai sisi di tulisan saya. Dengan begitu, saya kerap menemukan masih ada saja hal-hal yang kurang ketika saya membaca sebuah bagian tulisan yang saya cuplik dari artikel. Sudah di-HL ternyata banyak sekali kelemahannya.

Untuk lebih dalam menggali ide tulisan, saya kerap terbantu oleh lagu-lagu yang menjadi ciri khas sebuah daerah yang akan saya elaborasi. Semisal, ketika saya menulis tentang Banyuwangi saya akan mendengarkan lagu Lungset, sebuah lagu Banyuwangen secara berulang. Kala saya menulis tentang Bandung, maka lagu-lagu milik band Mocca akan saya putar sampai mblenger.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun