Sejak kecil, saya sudah senang berimajinasi mengenai apa yang saya amati di lingkungan sekitar.
Kadang, imajinasi itu berujung pada tulisan-tulisan absurd khas anak kecil. Saya tidak bisa dan tidak suka menggambar. Makanya, ketika ada hal-hal yang menurut saya unik dan menarik, beberapa diantaranya akan menjadi sebuah tulisan.
Bahkan di suatu masa ketika kelas 3 hingga kelas 5 SD, saya begitu excited dengan namanya pelajaran IPS, terutama Geografi dan Sejarah. Saking excited-nya, saya bahkan menulis ide mengenai negara baru yang didalamnya terdapat provinsi baru dan kota-kota baru sesuai imajinasi saya sendiri. Ada satu buku khusus yang memuat peta yang saya kreasi sendiri beserta keterangan mengenai apa yang ada di daerah itu. Kreasi yang timbul setelah saya membaca atlas dan buku ensiklopedia.
Walaupun terlihat aneh dan tak umum, namun kegemaran saya ini tak lepas dari kebahagiaan saya kala bisa menuangkan apa yang saya pikirkan melalui sebuah tulisan. Itu saja. Saya tak pernah bermimpi sedikitpun menjadi penulis besar seperti yang diimpikan beberapa teman yang juga gemar menulis. Bagi saya, yang penting bisa menulis dan saya bisa membaca kembali tulisan saya di kemudian hari.
Hingga SMA, kegemaran menulis saya menjadi-jadi. Sebuah blog yang awalnya bermula dari tugas TIK pun selalu konsisten saya isi. Meski, beberapa tulisan merupakan hasil jiplakan tulisan di blog lain. Untunglah, saya tidak jadi viral seperti apa yang terjadi pada seorang siswa SMA beberapa tahun lalu. Namun yang jelas, pada masa ini saya mulai menyadari bahwa tidak ada hal yang bisa membahagiakan selain menulis.
Sayangnya, kesibukan sebagai mahasiswa Fakultas MIPA dengan segala kepenatan praktikumnya membuat saya tidak bisa leluasa untuk menulis lagi. Empat tahun kuliah benar-benar masa yang membuat saya tak bisa lagi menulis. Namun, hasrat itu sering saja timbul kala melihat beberapa tulisan terutama dari mahasiswa lain yang begitu asyiknya merangkai kata.
Hasrat yang terpendam yang sesekali dengan nekat sembari mencuri waktu dengan mengisi blog pribadi di Multiply. Cerita yang remeh temeh seputar guyonan rekan kuliah, dosen yang killer, jalan-jalan dengan teman, hingga idol grup favorit saya, JKT48 pun mengalir dengan indahnya. Ah sayang, blog itu akhirnya tutup tepat di hari saya menjalani momen sidang skripsi di tahun 2013.Â
Saya tak bisa menyelamatkan satu pun tulisan saya. Sesuatu yang benar-benar saya sesali hingga kini. Saat itu, saya bahkan sempat berpikir lebih baik saya kehilangan tulisan skripsi saya yang saya susun tidak dengan sepenuh hati daripada kehilangan tulisan yang rangkaian katanya benar-benar saya nikmati.
Saya sempat down kala ingin memulai mengisi blog lagi. Blog yang kala SMA saya urus dulu sudah saya lupakan kata kuncinya. Hingga saya berkeinginan menulis di Kompasiana.
 Ah tidak, saya tidak bisa menulis di Kompasiana. Kalau saya menulis di sana, tulisan saya akan terlihat sangat jelek untuk dibaca. Kala saya membaca tulisan Kompasianer yang begitu riuh rendah, hati saya semakin ciut. Apalagi, saya kerap membaca tulisan Kompasianer favorit saya, Budi Pasopati dengan analisisnya yang tajam.
Tapi saya merenung kembali, kenapa ya tak saya coba. Kalau saya bisa menulis skripsi dan menjalaninya dengan baik, kenapa menulis di Kompasiana tak bisa. Ketertarikan saya pada Kompasiana pada dasarnya adalah interaksi di dalamnya. Tak hanya apresiasi, namun juga kritik bagi saya yang masih belajar menulis.