Tersirap di balik toko-toko yang berjejer di sekitar Jalan Ahmad Yani. Pun demikian dengan gedung sekolah berbasis agama, MAN 2 Kota Kediri yang semakin membuatnya meringkuk seperti malu-malu kucing.
Tapi, apa yang akan ia saksikan bakal menjadi hal yang menakjubkan. Baru saja ia menginjakkan kaki di pintu gerbang hutan kota itu, suasana yang kontras sangat terasa. Tak ada lagi hawa panas yang menyengat. Ditambah, kala ia mulai memasuki area taman bermain dan panggung pertunjukan, rasanya seperti bukan di Kota Kediri.Â
Ia masih ingat dengan "olok-olok" kota ini yang ia tujukan kepada teman bermainnya dulu di sekitar rumah neneknya. Kala ia baru saja bisa membaca, ia sering melihat tulisan "Kediri Bersinar Terang" yang ia artikan Kediri sangatlah panas.
Merasakan sejenak hawa sejuk di sekitar, ajakan bangku bermotif ukiran kayu itu memang benar adanya. Nirwana di tanah Dhaha itu benar-benar ia rasakan. Ah andai saja sang nenek masih hidup, pasti ia akan mengajaknya untuk sejenak duduk di bangku itu. Sembari mendengarkan wejangannya yang baginya cukup unik, ia akan kembali merasakan nostalgia akan kota ini.
Namun di balik itu semua, lampu-lampu taman yang berbaris rapi di sepanjang jalan berpaving telah memberi isyarat bahwa hutan kota itu siap melayani para manusia yang dahaga akan kesegaran hingga malam menjelang.
Semakin hening dan semakin sejuk. Sayang, beberapa nyamuk usil menghampiri wajahnya yang membuatnya tak nyaman. Di saat ia mencari sumber dari datangnya para nyamuk itu, betapa kagetnya kala ia mendapati suatu kenyataan pahit. Hutan kota ini berakhir di tempat pembuangan sampah.
Untung saja, muara dari sumber masalah itu cukup jauh dari fasilitas lain yang bisa ia nikmati. Ia pun masih bersyukur tak diserang oleh para nyamuk itu dengan ganas.Â