Tiap tahun, aneka kegiatan di luar sekolah diikuti oleh siswa dan guru.
Aneka kegiatan tersebut bertujuan untuk menunjang kegiatan pembelajaran dan prestasi siswa serta peningkatan kualitas tenaga kependidikan. Beberapa kegiatan tersebut diikuti oleh siswa antara lain lomba bina kreativitas siswa, lomba olahraga, dan lain sebagainya. Bagi para guru sendiri, ada kegiatan workshop, seminar, Kelompok Kerja Guru (KKG), maupun pelatihan yang tiap bulannya harus diikuti.
Tentu, banyaknya kegiatan tersebut membutuhkan biaya transportasi. Biaya ini akan menanggung segala bentuk transportasi yang dibutuhkan oleh siswa dan guru dari dan menuju tempat peyelenggaraan. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, ada beberapa kegiatan lain yang juga membutuhkan biaya transportasi, yakni kegiatan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dan pegawasan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN)/ Ujian Nasional (UN).
Di dalam petunjuk teknis (juknis) Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kegiatan-kegiatan yang membutuhkan biaya transportasi diperbolehkan untuk dibiayai dari dana BOS.Â
Ada beberapa kegiatan yang ditentukan nominalnya untuk dikeluarkan dari dana BOS. Salah satunya adalah biaya transportasi pengambilan dan pegembalian soal/lembar jawaban Ujian Nasional (UN). Dana BOS yang boleh dikeluarkan untuk kegiatan tersebut adalah 20.000 per hari.
Namun, ada pula kegiatan-kegiatan yang besar biaya transportasinya tidak disebutkan dengan jelas di dalam juknis BOS. Besarnya biaya transportasi kegiatan-kegiatan tersebut menyesuikan dengan kebutuhan sekolah masing-masing.Â
Tiap sekolah memiliki kebijakan tersendiri dalam mengeluarkan biaya transportasi ini. Beberapa kegiatan tersebut antara lain transportasi guru pembina ekstrakulikuler, kegiatan insidentil, dan transportasi bagi guru honorer (selain gaji).
Tiap sekolah juga memiliki cara yang berbeda dalam memberikan biaya transportasi ini. Ada yang langsung diberikan kala siswa/guru akan pergi meninggalkan sekolah utuk mengkuti aneka kegiatan tersebut.Â
Ada pula yang menunggu hingga beberapa waktu setelah kegiatan tersebut usai. Untuk menghindari kesalahpahaman dan kesalahan administrasi, beberapa kali pihak terkait menyarakan agar pemberian biaya transportasi ini dilakukan sebelum kegiatan berlangsung. Selain itu, ada pihak yang secara khusus bertugas mengelola pos biaya transportasi ini agar diketahui seberapa besar kebutuhan sekolah untuk kegiatan tersebut.
Selain mendapatkan uag transportasi dari dana BOS, guru honorer juga mendapat biaya transportasi dari pemerinah daerah. Ada yang mendapat dalam bentuk dana insentif maupun dana transportasi. Besarnya dana yang diberikan pun bervariasi tiap bulannya. Tentu, adanya dana ini sedikit mengurangi beban biaya transportasi kegiatan yang harus ditanggung oleh guru honorer.
Namun, ada kalanya pemberian uang transportasi ini menimbulkan mispersepsi. Salah satunya terjadi di Kabupaten Kendal beberapa bulan lalu. Guru-guru honorer di pesisir Jawa Tengah tersebut harus mengembalikan beberapa uang transportasi yang mereka terima pada tahun 2017.
 Pengembalian ini disebabkan adaya kesalahpahaman yag dilakukan oleh Dinas Pendidikan setempat dalam menjalankan aturan Perbub Nomor 40 tahun 2016.
Di dalam aturan tersebut, ada perbedaan antara uang transportasi dan uang saku. Saat BPK melakukan pengawasan laporan, temuan penyimpangan penggunaan anggaran pun terjadi. Akhirnya, pihak Dinas Pendidikan meminta para guru honorer untuk mengembalikan uang yang sudah mereka terima.Â
Tentu, ribuan guru yang telah menerima uang tersebut menjadi resah. Mereka bingung bagaimana mengembalikan uang sekitar 1,5 juta rupiah. Nominal yag cukup besar bagi guru honorer.
Kesalahan administrasi semacam ini memang kerap terjadi mengingat masalah biaya transportasi kegiatan di sekolah masih bersifat abu-abu. Banyak pelaku kebijakan yang belum paham memetakan kegiatan mana yang boleh dianggarkan untuk biaya transportasi dan mana yang tidak. Tak hanya itu, Â besarnya biaya yang harus dikelurakan pun seringkali tidak jelas.
Kembali ke sekolah, pengelola BOS memang diminta untuk membuat rincian biaya transportasi yang harus dikeluarkan dalam satu tahun di dalam Recana Kerja Anggaran (RKA).Â
Ada kalanya, sekolah kebingungan ketika menganggarkan kegiatan yang pendanaannya masih belum jelas, apakah akan ditanggung pihak Dinas atau pihak sekolah. Salah satu contohnya adalah kegiatan perlombaan/pelatihan, baik yang diikuti guru maupun siswa.
Untuk perlombaan/pelatihan yang biayanya jelas ditanggung oleh sekolah, tentu hal itu tak menjadi masalah. Namun, bagi kegiatan yang biayanya ditanggung oleh pihak lain, seringkali menimbulka masalah. Masalah muncul karena pihak yang mengadakan kegiatan tidak memberikan biaya transportasi kepada peserta kegiatan. Akibatnya, mereka akan meminta biaya transportasi kepada pihak sekolah.
Ketika pihak sekolah mengeluarkan biaya untuk kegiatan transportasi, masalah terkuak ketika proses pelaporan berlangsung. Tim monitoring akan menanyakan dengan detail kegiatan apa yang disebutkan dalam laporan tersebut.Â
Sekolah harus bisa mempertanggungjawabkan penggunaan biaya yang dikeluarkan. Kesalahpahaman pun terjadi ketika sekolah merasa kegiatan tersebut harus mereka tanggung sementara di dalam kegiatan tersebut peserta kegiatan tidak mendapat uang tunai sebagai biaya trasportasi.
Uang tunai yang diberikan untuk transportasi beralih menjadi bentuk barang, semisal tas punggung maupun tas jinjing. Pemberian tas ini seringkali terjadi dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan.Â
Tiap kali mengikuti kegiatan, maka satu tas akan didapat. Tak jarang, siswa dan guru yang mengikuti kegiatan tersebut akan menyimpan tas dalam jumlah banyak yang harga ekuivalen dengan biaya transportasi kegiatan. Bagi guru/siswa yang sering mendapat tugas di luar sekolah, tas-tas itu akan menumpuk dan tak bisa dimanfaatkan dengan maksimal.Â
![Tas yang diberikan untuk pengganti biaya transportasii. - Dokume Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/10/15/img-20170127-101047-5bc3f66f43322f7c3b48f162.jpg?t=o&v=770)
Jika memang tidak boleh untuk mengeluarkan uang transportasi dalam bentuk uang, pihak terkait harus bisa memberikan sosialisasi dengan alasan yang jelas. Maka, kebijakan seperti ini sebaiknya ditinjau ulang meski kewenangan kembali ke masing-masing daerah.
Masalah uang transportasi ini memang salah satu masalah yang cukup pelik dalam penyelenggaraan pemerintahan di negeri ini.Â
Kasus yag terjadi di sekolah-sekolah ini hanya sebagai salah satu contoh kurang jelasnya aturan dan panduan mengenai penyerapan anggaran transportasi. Belum lagi, masih banyaknya peyelewengan mengenai biaya transportasi yang kini menjadi sorotan yakni transportasi ke luar negeri bagi beberapa pihak.
Sekian, mohon maaf bila ada kekurangan. Satu sen dari uang negara sangatlah berharga. Tentu, kita tak mau jika disalahgunakan dan tidak tepat sasaran.
Salam.
Â
***
Sumber :
Â
 Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI