Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sifat Otoriter Kepala Sekolah dan Peran Pasif Masyarakat dalam Penyelewengan Dana BOS

4 Juni 2018   10:09 Diperbarui: 4 Juni 2018   16:59 5076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Stempel palsu. - Dokumen Pribadi

Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan dana yang ditujukan untuk kegiatan pendidikan dasar dan menengah. 

Dana ini menjadi nyawa sebuah sekolah, terutama sekolah negeri yang tidak memiliki tumpuan lain untuk melaksanakan kegiatan pembelajarannya. Kemendikbud telah merilis petunjuk teknis penggunaan dana BOS tiap tahun. Meskipun ada beberapa perubahan tiap tahun, namun perubahan itu tidaklah banyak. Tiap tahun, poin-poin pengeluaran yang diperbolehkan dan larangan penggunaan dana untuk tujuan tertentu hampir sama.

Juknis BOS ini sebenarnya terus disosialisasikan oleh pihak terkait seperti Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten agar pengelola dana BOS di sebuah sekolah bisa menggunakan dana yang diterima dengan baik dan transparan. Walau sudah sering mendapat pelatihan dan pemeriksaan secara berkala, masih banyak ditemui penyimpangan yang terjadi. Dari 17 larangan penggunaan dana BOS yang dikeluarkan oleh Kemendikbud, ada beberapa pelanggaran yang sering terjadi.

Pelanggaran utama biasanya bermula dari dana BOS disimpan oleh Kepala Sekolah. Jelas, penyimpanan dana BOS oleh Kepala Sekolah adalah penyimpangan yang paling fatal. 

Dalam aturan, dana BOS harus disimpan oleh Bendahara Sekolah. Tidak boleh pula disimpan dalam bank untuk tujuan dibungakan. Jika ada kebutuhan, bendahara akan mengeluarkan dana sesuai dengan RKAS meski pada perjalanannya akan sering menemui perbedaan dengan anggaran. Namun, perbedaan itu masih berada dalam pengeluaran wajar sesuai aturan.

Bagi beberapa sekolah dengan manajemen yang baik, bendahara BOS akan membagi dana BOS sesuai kesepakatan Kepala Sekolah dan rapat bersama. Dana BOS akan diposkan sesuai dengan pengeluaran rutin. Misal, ada guru yang khusus memegang gaji guru dan tenaga kependidikan honorer. 

Ada pula guru yang khusus membawa dana BOS untuk belanja ATK, bahan perawatan sekolah ringan/sedang, kegiatan ekstrakulikuler, dan kegiatan rutin lainnya. Bendahara BOS akan menyimpan dana selain pengeluaran rutin yang jika sewaktu-waktu dibutuhkan bisa dikeluarkan.

Nantinya, tiap guru yang bertanggung jawab pada pos pengeluaran akan melakukan pelaporan sesuai kenyataan di lapangan kepada Bendahara BOS. Barulah pada akhir triwulan berjalan, bendahara BOS akan melakukan rekapan menyeluruh. Menghitung berapa pengeluaran total dan berapa sisa dana BOS pada triwulan tersebut. 

Dari kegiatan rekapan ini, bendahara BOS bisa melakukan evaluasi bersama Kepala Sekolah seberapa efektif penyerapan anggaran yang sudah dilakukan. Lantas, apa yang terjadi jika dana BOS disimpan oleh Kepala Sekolah?

Masalah pertama yang terjadi adalah terjadinya penyimpangan dalam mekanisme belanja Dana BOS yang sesuai dalam aturan Bab VI Juknis BOS 2018. Pada ketentuan tersebut, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Antara lain, pemenuhan barang dan jasa harus dilakukan sesuai skala prioritas kebutuhan sekolah. 

Skala prioritas ini tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Sekolah (RKAS) dan biasanya akan terdapat beberapa skala prioritas yang harus dipenuhi dalam jangka pendek, menengah, atau panjang. Skala ini disesuaikan dengan kondisi sekolah setelah pihak sekolah melakukan Evaluasi Diri Sekolah (EDS). Penjabaran lebih lanjut tentang EDS bisa dibaca di sini.

Ketika dana BOS disimpan oleh Kepala Sekolah, maka belanja yang bukan prioritas utama sekolah akan terus dilakukan. Tiba-tiba saja, barang mebeler seperti meja kursi yang seharusnya bukan kebutuhan utama sekolah itu akan terbeli padahal sekolah tersebut butuh perbaikan ringan pada ruang kelasnya. Tiba-tiba saja, sebuah pancuran taman terpasang meskipun sekolah tersebut lebih butuh perbaikan saluran air yang mampet.

Akibat dari penyimpanan dana BOS oleh Kepala Sekolah adalah prinsip keterbukaan yang dan efisiensi anggaran menjadi tidak berlaku. Apa yang diinginkan oleh Kepala Sekolah itulah yang akan terbeli. Uang sudah ada di tangan, untuk apalagi harus berkonsultasi dengan bendahara maupun guru dan komite sekolah. Adagium keuangan BOS yang tahu hanya Kepala Sekolah dengan Tuhan Yang Maha Esa akan terjadi.

Tanpa adanya pembicaraan bersama dengan pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan dana BOS, maka Kepala Sekolah juga mengabaikan kualitas barang/jasa dan kewajaran harga. Yang terpenting, barang/jasa segera terpenuhi. Padahal, jika ada rapat bersama antara Kepala Sekolah, Guru, dan Komite, maka pengadaan barang/jasa bisa dilakukan secara efektif. 

Masukan, saran, dan segala pertimbangan lain akan menjadi bahan bagi Kepala Sekolah untuk memutuskan jenis pengadaan barang/jasa yang akan dibeli. Syukur-syukur, jika ada komite sekolah yang mampu menjembatani dengan pihak terkait (donator) dan bersedia membantu sekolah dalam pengadaan barang/jasa.

Penyimpangan-penyimpangan tersebut akhirnya bermuara kepada niat Kepala Sekolah yang tidak menyerahkan dana BOS kepada Bendahara Sekolah. Niat mulia itu tentu tak lain untuk memperkaya diri sendiri. Mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya saat masa jabatannya berlangsung. Lantas, mengapa penyimpangan mengerikan ini masih saja berlangsung padahal pemeriksaan dana BOS beberapa tahun terakhir cukup ketat?

Kunci utamanya berada pada seberapa hebat Bendahara Sekolah mampu mengakali aneka bukti pengeluaran dana BOS. Dengan kebijakan satu pintu semacam ini, bukti pengeluaran seperti kuitansi, faktur, atau kas bon lain banyak berasal dari Kepala Sekolah. 

Ketika penyerahan aneka bukti tersebut, sangat dimungkinkan nilai barang yang dikeluarkan tidak sesuai dengan nilai dalam bukti pengeluaran. Bendahara yang "cerdik" akan berusaha semaksimal mungkin menutupi penyimpangan tersebut dengan membuat bukti pembayaran palsu. 

Bukan rahasia umum tiap bendahara memiliki stempel palsu, bon palsu, dan aneka bentuk bukti palsu lain. Bahkan, beberapa bendahara sekolah telah membuat jejaring dengan bendahara sekolah lain untuk saling mengisi kekurangan bukti pembayaran. Saling meminjam stempel palsu dan lain sebagainya. Toh, bukti semacam ini tak terlalu diperiksa dengan detail ketika ada pemeriksaan.

Stempel palsu. - Dokumen Pribadi
Stempel palsu. - Dokumen Pribadi
Kepala Sekolah yang sebenarnya tahu apa saja pengeluaran dan segala penyimpangannya tidak ambil pusing dengan masalah ini. Yang penting, laporan BOS beres dan dana BOS triwulan selanjutnya bisa cair. 

Entah, bagaimana caranya mah sebodo tueing. Belum lagi, ketika pemeriksaan laporan BOS pada tingkatan Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah tidak dihadirkan. Bendahara dan operator, dalam hal ini petugas Tata Usahalah yang menjawab aneka pertanyaan seputar penyimpangan dana BOS di sekolahnya. 

Hanya Kepala Sekolah yang benar-benar memiliki tanggung jawab tinggi dan jujurlah yang akan menemani keduanya sampai pemeriksaan itu selesai, bahkan hingga malam sekalipun. Hingga titik darah penghabisan, Kepala Sekolah idaman ini akan berusaha semaksimal mungkin agar laporan BOS di sekolahnya bisa rampung dengan tingkat transparansi tinggi.

Sebenarnya, dalam juknis BOS terdapat sebuah dokumen pencatatan dan pengaduan masyarakat atau yang disebut Formulir BOS-6A. Dokumen ini dilampirkan dalam rangkaian laporan BOS lainnya.

Di dalam dokumen tersebut, terdapat tiga bagian penting, yakni lembar pencatatan pengaduan masyarakat, lembar pencatatan kritik dan saran, serta informasi tentang jenis kasus, kemajuan penanganan, dan status penyelesaian. Jadi, ketika ada hal-hal yang dirasa menyimpang dalam penggunaan dana BOS, maka masyarakat terutama wali murid sebenarnya berhak untuk melaporkan dalam dokumen tersebut. 

Sekolah yang transparan akan menindaklanjutinya seperti berkonsultasi dengan pengawas dan Dinas Pendidikan agar pada pengeluaran BOS selanjutnya penyimpangan ini tidak terulang.

Formulir BOS-6A yang memuat aduan masyarakat terhadap penyimpangan penggunaan Dana BOS,
Formulir BOS-6A yang memuat aduan masyarakat terhadap penyimpangan penggunaan Dana BOS,
Sayangnya, dokumen penting ini tidak diperhatikan dengan seksama. Selain karena mepetnya waktu dan banyaknya dokumen lain yang harus dikoreksi, keberadaan dokumen ini hanya sekedar pemanis belaka. Yang penting, dokumen ini ada pada lampiran laporan dana BOS. 

Tak hanya itu, peran pasif dari masyarakat membuat keberadaan dokumen ini semakin terlupakan. Meskipun, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya ia adalah nyawa dalam transparansi dana BOS terutama jika dana tersebut disimpan sendiri oleh Kepala Sekolah. Kondisi diperparah dengan tidak terpasangnya papan penggunaan dana BOS sesuai komponen di banyak sekolah.

Kasus penyimpanan dana BOS semakin paripurna jika kepala Sekolah bersifat otoriter. Aneka kritik yang terjadi akan dianggap sebagai sebuah pembangkangan. Tak ada gerak bagi kaum opisisi. Guru-guru yang vokal akan ditelanjangi dan tak akan banyak mendapat kesempatan untuk memberikan saran. Apakah ini ada? Banyak.

Kasus ditangkapnya oknum kepala sekolah dan bendahara BOS masih saja berlangsung. Kalau sudah begini, sekali lagi yang dikorbankan adalah murid yang seharusnya mendapatkan pelayanan maksimal. Padahal, sejatinya seorang pemimpin mencapai suksesnya melalui pelayanan kepada orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain.

Selamat pagi dan selamat menerima hasil USBN bagi adik-adik kelas 6 SD di Indonesia. Jadilah pemimpin yang baik kelak dan tidak seperti Kepala Sekolah semacam ini.

Sumber : 

Dalam jaringan : (1) (2) (3)(4)

Luat jaringan: Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah tahun 2018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun