Sebenarnya, dalam juknis BOS terdapat sebuah dokumen pencatatan dan pengaduan masyarakat atau yang disebut Formulir BOS-6A. Dokumen ini dilampirkan dalam rangkaian laporan BOS lainnya.
Di dalam dokumen tersebut, terdapat tiga bagian penting, yakni lembar pencatatan pengaduan masyarakat, lembar pencatatan kritik dan saran, serta informasi tentang jenis kasus, kemajuan penanganan, dan status penyelesaian. Jadi, ketika ada hal-hal yang dirasa menyimpang dalam penggunaan dana BOS, maka masyarakat terutama wali murid sebenarnya berhak untuk melaporkan dalam dokumen tersebut.Â
Sekolah yang transparan akan menindaklanjutinya seperti berkonsultasi dengan pengawas dan Dinas Pendidikan agar pada pengeluaran BOS selanjutnya penyimpangan ini tidak terulang.
Tak hanya itu, peran pasif dari masyarakat membuat keberadaan dokumen ini semakin terlupakan. Meskipun, jika ditelisik lebih dalam sebenarnya ia adalah nyawa dalam transparansi dana BOS terutama jika dana tersebut disimpan sendiri oleh Kepala Sekolah. Kondisi diperparah dengan tidak terpasangnya papan penggunaan dana BOS sesuai komponen di banyak sekolah.
Kasus penyimpanan dana BOS semakin paripurna jika kepala Sekolah bersifat otoriter. Aneka kritik yang terjadi akan dianggap sebagai sebuah pembangkangan. Tak ada gerak bagi kaum opisisi. Guru-guru yang vokal akan ditelanjangi dan tak akan banyak mendapat kesempatan untuk memberikan saran. Apakah ini ada? Banyak.
Kasus ditangkapnya oknum kepala sekolah dan bendahara BOS masih saja berlangsung. Kalau sudah begini, sekali lagi yang dikorbankan adalah murid yang seharusnya mendapatkan pelayanan maksimal. Padahal, sejatinya seorang pemimpin mencapai suksesnya melalui pelayanan kepada orang lain, bukan dengan mengorbankan orang lain.
Selamat pagi dan selamat menerima hasil USBN bagi adik-adik kelas 6 SD di Indonesia. Jadilah pemimpin yang baik kelak dan tidak seperti Kepala Sekolah semacam ini.
Sumber :Â
Dalam jaringan :Â (1)Â (2)Â (3)(4)
Luat jaringan:Â Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah tahun 2018.