Mengenang susah hati patah
ingat jaman berpisah
Kekasih pergi sehingga kini
belum kembali
Saya mendendangkan lagu ini ketika kaki saya menyusuri jalan setapak di Jembatan Merah. Rekan-rekan yang baru dari kondangan meminta berhenti sejenak di Taman Sejarah yang terletak tak jauh dari sana. Saya tak tertarik dan memutuskan untuk berjalan-jalan sejenak di Jalan Rajawali. Sebuah jalan di sisi barat Jembatan Merah.
Sayang rasanya sudah jauh-jauh ke Surabaya kalau tak mampir dan menikmati keindahan arsitektur di pusat kota lama Surabaya yang lebih dikenal dengan kawasan Surabaya Bawah. Kawasan ini merupakan kawasan pusat peradaban pertama Kota Surabaya untuk menjadi kota modern yang maju.
Jejak sejarah Kota Bawah Surabaya mulai berkembang sejak akhir abad ke-19. Lokasinya berada di kawasan Kembang Jepun, Ampel, dan Jalan Rajawali/Veteran. Kehadiran berbagai bangunan yang didirikan dalam periode berbeda, antara tahun 1870 sampai 1940-an membuat pusat kota lama ini memiliki karakter yang khas.
Kesempatan ini tidak disia-siakan Belanda untuk membangun berbagai bangunan yang mendukung kegiatannya. Pada awalnya, sebuah tembok kota dan kanal yang mengelilingi pusat kota di kawasan tersebut dibangun terlebih dahulu.
Selanjutnya, pembangunan kawasan ini diatur dalam undang-undang Wijkenstelsel tahun 1843. Pembangunan kota dibagi atas beberapa bagian yang dibatasi oleh Jembatan Merah. Bagian sisi timur Jembatan Merah diperuntukkan untuk masyarakat Tionghoa dan Arab, serta pribumi yang tersebar merata.
Nah, bagian barat dari Jembatan Merah ini dikhususkan bagi permukiman orang Eropa, diantaranya kantor dagang dan pemerintahan Belanda.
Perkantoran ini umumnya dibangun antara tahun 1870-an hingga 1930-an. Terletak di sisi kanan dan kiri jalan, pola perkantoran ini mengikuti pola penataan kota di Belanda. Tak heran, banyak bangunan dengan arsitektur Belanda memenuhi Jalan Rajawali, yang berada di bagian barat Jembatan Merah.
Yang unik, secara garis besar, bentuk bangunan di kawasan tersebut terbagi menjadi 4 macam gaya. Pembagian tersebut berdasarkan periode pembangunannya. Empat periode tersebut antara lain Indische Empire Style, Khas Belanda, Ekletisisme, dan De Amsterdam School.
Sayang, gedung bekas balaikota lama ini sudah sirna, tak berbekas. Hanya sebuah rumah yang berada di Jalan Sikatan, yang terletak beberapa ratus meter di sebelah selatan Jalan Rajawali masih menggunakan gaya Empire ini. Berhubung panas terik  menyerang, saya tak mampu untuk sekedar berjalan di jalan itu.
Contoh bangunan di Surabaya yang memiliki gaya ini adalah Gedung Negara Grahadi, pusat pemeritahan Provinsi Jawa Timur. Gedung ini memiliki beranda dengan proporsi klasik yang berakar pada arsitektur Jawa.