Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

9 Kenangan Asyik Menulis di Kompasiana

12 November 2017   08:41 Diperbarui: 15 November 2017   21:30 1557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kamu menulis ya?

Iya.

Di Kompas?

Bukan. Di Kompasaiana.

Kompasiana?
Iya, Kompasiana. Mau mencoba?

Percakapan itu sering saya alami ketika ada teman yang menanyakan link artikel saya di Kompasiana. Saya ingat, saat itu masih sekitar pertengahan 2013. Beberapa bulan saat saya baru saja menuntaskan sidang skripsi dan menulis untuk pertama kalinya di Kompasiana. Teman saya tersebut kerap bertanya perihal honor yang saya dapat ketika saya menulis.

Ketika ia mendapat jawaban dari saya perihal honor, teman saya mengernyitkan dahi dan kembali heran. Kok mau ya tak dibayar tapi menulis dengan aturan yang cukup ketat, terutama dalam hal plagiasi. Saya hanya bisa menjawab : Inilah keasyikannya. Dan keasyikan ini hanya sebuah permulaan dari keasyikan lainnya yang jika saya rangkum ada 9 keasyikan menulis Kompasiana.

1. Asyiknya Bersekolah Menulis

Sejak bangku TK, menulis adalah pelajaran wajib yang harus saya terima. Mulai dari belajar huruf, mengenal tanda baca, merangkai kata, kalimat, hingga paragraf. Namun, banyak momen ketika saya belajar menulis di bangku sekolah dan kuliah merupakan momen yang tak membahagiakan. Menulis benar-benar kegiatan yang sangat menjemukan. Tapi tidak ketika saya mulai mengenal tulisan-tulisan Kompasianer yang kala itu enak dan mudah sekali dipahami. Dalam dan mengupas aneka sisi keilmuan. Hingga saya menyadari bahwa saya sebenarnya bisa ikut ambil  bagian seperti mereka. Ya, saya sebenarnya juga bisa menulis.

Meski ragu, akhirnya tepat pada 1 Mei 2013 saya resmi menjadi Kompasianer. Mulai menulis hal-hal yang saya bisa dan saya suka. Belajar merangkai kata, kalimat, dan paragraf. Mendalami seni dan teknik penulisan dari artikel yang saya baca. Larut dalam keasyikan menemukan bahan tulisan baru hingga bahagia mendapatkan apresiasi dari admin.

Saya jadi mengerti mengapa murid-murid saya bisa senang belajar di kelas ketika saya mencoba teknik mengajar baru dalam pembelajaran. Asyik dan ingin terus menikmati. Itulah yang saya dapat ketika "bersekolah" di Kompasiana. Saya menyerap aneka ilmu tulis menulis dengan sepenuh hati, nyaman, dan tentunya bahagia karena mendapatkan hal baru.

2. Asyiknya Tulisan Kita Dibaca

Sebelum menulis di Kompasiana, saya sebenarnya sudah menulis di Blog Multiply. Meski hanya blog pribadi, jujur saya ingin tulisan saya dibaca. Maka dari itu, saya biasanya membagi tautan tulisan saya kepada milis dan email rekan-rekan saya.

Namun, bukan apresiasi yang saya dapat melainkan keluhan kalau tautan tulisan saya sangat mengganggu. Saya sadar mungkin tulisan saya belum bisa terapresiasi dengan baik dan saya hanya mencoba bagaimana cara yang efektif untuk mempromosikan tulisan saya. Mengingat, saat itu jejaring sosial dan aneka aplikasi telepon pintar belum semarak sekarang.

Ketika saya pertama kali menulis di Kompasiana, tulisan pertama saya dibaca oleh sekitar 200 orang. Sungguh, apresiasi yang sangat tinggi bagi saya mengingat tulisan pertama saya adalah hal remeh temeh berupa pengalaman saat salah naik kereta yang berakhir tragis (bisa dibaca di sini). Saya jadi semakin asyik menulis artikel-artikel baru dan berpikir bahwa jika tulisan remeh temeh saya saja benar-benar dihargai di Kompasiana, apalagi kalau tulisan yang lebih berbobot. Sejak itu, saya memantapkan dalam hati bahwa saya akan terus berusaha membagi apa yang saya punya sambil belajar menulis di Kompasiana.

3. Asyiknya Mendapat Teman Baru

Sebagai tipe pribadi yang cenderung introvret, saya cukup kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, terutama pertemanan. Hanya teman yang paling dekat saja yang benar-benar akrab dengan saya. Dengan bergabung di Kompasiana, saya benar-benar belajar menjalin pertemanan, bahkan juga persahabatan dan saudara. Yang membuat kenangan saya tak terlupakan adalah banyak diantara teman yang saya anggap saudara tapi saya tak tahu wajah aslinya.

Ya, banyak Kompasianer yang memang menyembunyikan identitasnya. Saya rasa itu hak mereka. Walaupun saya tak tahu bagaimana wajah asli mereka, entah kenapa saya benar-benar merasa dekat. Saya merasa punya teman baru yang mendukung saya untuk terus menulis dan membagikan apa yang saya punya. Salah satu teman misterius saya adalah Mbak Mou Soul. Teman saya ini bahkan sering meminta izin untuk menyalin dan menyebarkan artikel saya berserta tautannya. Sungguh, saat saya dimintai izin seperti itu saya sangat senang. Satu hal lagi, yang membuat Mbak Mou Soul berkesan dalam perjalanan saya di Kompasiana adalah artikel terakhirnya sebelum beliau vakum adalah tulisan khusus untuk membalas artikel saya. Dari artikel itu, saya mendapat informasi sepele namun penting, yakni penggunaan akhiran Je sebagai penutup ujaran orang-orang Jogja dalam percakapan sehari-hari.

4. Asyiknya Adu Argumen dan Artikel

Sebagai jurnalisme warga, perbedaan pendapat pasti terjadi. Silang pendapat yang berujung komentar pedas juga sering saya saksikan di rumah bersama ini. Beberapa diantaranya bahkan pernah akan berujung ke meja hijau. Tak perlu saya ceritakan pada kisah mana adu argumen dan akhirnya adu artikel itu terjadi. Yang pasti, dari keriuhan tersebut saya hanya bisa belajar untuk menahan diri dalam berekspresi di dunia maya.

Ada kalanya kita harus bisa dengan cerdas memilah kapan kita harus diam, balas berkomentar, hingga jika benar-benar apa yang kita ketahui adalah sebuah kebenaran untuk diketahui banyak orang, maka kita harus menuliskan ke dalam sebuah artikel. Semua proses demokrasi itu benar-benar diwadahi oleh Kompasiana. Inilah yang sering saya sebut Kompasiana merupakan Indonesia mini karena banyaknya isi kepala yang berbeda namun bernaung di tempat yang sama.

5. Asyiknya Ikut Nangkring

Nilai tambah yang dimiliki oleh Kompasiana sebagai platform blog bersama adalah seringnya acara temu para Kompasianer yang disebut Nangkring. Sayang, acara yang dilakukan berkala tiap bulan bahkan tiap minggu ini tak bisa saya ikuti. Hanya sekali saja saya mengikutinya, yakni ketika bertemu Bu Risma, Walikota Surabaya. Itupun sudah lama, tahun 2014. Kala itu, saya yang minder bertemu orang baru bisa bersua banyak Kompasianer yang asyik. Bahkan, beberapa diantaranya saya temukan di tengah jalan. Saat sama-sama berpeluh mencari lokasi Nangkring berada (baca di sini).

6. Asyiknya Ikut Lomba

Kompasiana juga sering mengadakan lomba. Tak tanggung-tanggung, hadiah lomba di sini bisa mencapai jutaan. Sayang, dari beberapa kali ikut lomba, tak satupun saya berhasil memenangkannya. Saya tak terlalu kecewa karena peserta lomba sangat brilian dalam menulis. Kembali ke tujuan awal, keikutsertaan saya dalam lomba di Kompasiana adalah mengukur sampai mana kemampuan menulis saya berkembang.

7. Asyiknya Nulis Buku

Meski tak pernah merasakan manisnya menang lomba, namun di Kompasiana saya pernah merasakan asyiknya menerbitkan buku. Buku yang saya terbitkan adalah buku antologi yang mengupas harapan kepada Presiden Jokowi yang baru dilantik kala itu. Buku ini diterbitkan oleh penerbit Mayor pula. Dan yang membuat saya bahagia adalah buku tersebut terpajang di rak utama seluruh toko buku se-Indonesia. Momen ini adalah momen paling bahagia dan asyik dalam hidup saya. Sampai sekarang saya masih belum percaya jika saya bisa menerbitkan buku. Kalau tak menulis di Kompasiana, mustahil momen tak terlupakan ini akan terjadi.

Buku antologi saya yang diterbitkan Penerbit Mayor. Inilah kenangan paling asyik di Kompasiana
Buku antologi saya yang diterbitkan Penerbit Mayor. Inilah kenangan paling asyik di Kompasiana
8. Asyiknya Galau Tak Bisa Masuk Akun Kompasiana

Tak selamanya menulis di Kompasiana berjalan mulus. Layaknya kehidupan, kadang ada juga waktu saat kesulitan itu terjadi. Salah satunya ketika tak bisa masuk ke akun Kompasiana. Terutama, saat server Kompasiana sedang diperbaiki. Saat-saat itu adalah saat galau. Apalagi, ketika semangat menulis sedang berada di atas awang-awang. Resah, gundah, gulana, dan tak nyaman untuk makan campur aduk. Belum lagi, jika ada komentar sahabat Kompasianer belum sempat terbalas. Paripurna sudah kegalauan ini.

Rasa galau itu sebenarnya bisa diatasi dengan membuat tulisan dulu dan mengunggahnya saat kondisi Kompasiana stabil. Namun, sudah menjadi hal umum ketika menulis, saya juga menyelanya dengan membaca artikel teman. Saat akun Kompasiana kembali normal, galau pun hilang. Rasa kangen untuk kembali menulis dan bersua dengan rekan Kompasianer bisa terobati. Dan, saya selalu menemukan keasyikan galau semacam ini.

9. Asyiknya Kompasiana jadi Bagian Perjalanan Hidup

Dari keasyikan-keasyikan di Kompasiana, saya akhirnya bisa memutuskan bahwa Kompasiana adalah bagian dari perjalanan hidup saya. Ya, waktu berharga saya ada di Kompasiana. Kalau pada suatu saat nanti ada buku biografi yang mengupas kisah saya, maka Kompasiana akan saya masukkan dalam tinta emas sejarah perjalanan hidup seorang Ikrom Zain. Teman-teman yang mengenal saya sudah mengecap saya sebagai Kompasianer, sebutan yang disematkan pada penulis di Kompasiana. Saya sangat bangga akan sebutan itu. Tak banyak teman saya menyandangnya.

Kompasiana juga menjadi titik balik saya dari keadaan terendah ketika saya mengalami krisis identitas. Menulis di Kompasiana adalah terapi bagi saya untuk bangkit dari keterpurukan, menghilangkan kesedihan, dan menatap masa depan.

Akhir kata, saya memang bukan Kompasianer yang sudah memiliki aneka kehebatan menulis dan segudang pengalaman. Saya pun jarang mengkuti acara Kompasianer dikarenakan domisili yang berada di daerah. Namun, tak ada hal lain yang bisa saya rangkai untuk menggambarkan momen paling berharga selain satu kalimat : Terima Kasih Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun