Nah, alasan kedua adalah alasan yang cukup membanggakan, yakni prestasi. Sang guru biasanya pernah memenangkan sebuah perlombaan atau dirasa memang kinerjanya bagus. Jujur, jika saya boleh menghitung, persentase guru semacam ini amatlah kecil, terutama di sekolah negeri, yang harus diakui tertinggal jauh dibanding sekolah swasta.
Salah satu contohnya adalah seorang bapak guru PNS yang menjadi rekan saya di sebuah pelatihan. Ketika itu, kami diminta membuat video pembelajaran beserta alat peraga yang memudahkan siswa memahami materi yang diajarkan. Saya cukup takjub dengan caranya mengajar. Enak, suaranya lantang, tegas, dan membuat siswanya nyaman. Namun, yang membuat saya ternganga adalah kemampuan beliau membuat alat peraga yang sebenarnya sederhana, namun mengena sekali dalam materi tersebut. Alat peraga yang digunakan berupa gabungan dari jaring-jaring kubus yang di dalamnya termuat aneka gambar makhluk hidup. Jaring-jaring kubus tersebut akan diolah untuk menjadi sebuah kubus sehingga anak akan menemukan urutan rantai makanan beserta sifat-sifat dari kubus tersebut. Artinya, beliau menggabungkan pembelajaran Matematika dan IPA sekaligus.
Sang Bapak ternyata baru saja dimutasi ke sebiah sekolah favorit di dekat alun-alun dari sebuah sekolah kecil di pinggir kota. Saya yakin, mutasinya adalah apresiasi dari kerja keras dan prestasinya karena ternyata beliau sering mengikuti pelatihan pembelajaran yang dilakukan oleh Prof. Yohanes Surya. Saya juga dengar, beliau baru saja diangkat menjadi Kepala Sekolah setelah melewati seleksi ketat. Semoga beliau ditempatkan di sekolah yang benar-benar membutuhkan sentuhan tangan seorang guru yang memang berdedikasi tinggi.
Alasan ketiga adalah adanya penyegaran di lingkungan pendidikan. Ada juga guru dimutasi tanpa alasan yang jelas, tak membuat masalah dan prestasinya bisa dibilang biasa saja. Namun, ada juga kombinasi dari dua alasan sebelumnya. Hanya Allah dan orang Diknas saja yang tahu.
Apapun itu, yang penting dengan semakin sejahteranya guru-guru PNS, hendaknya mereka benar-benar mengabdi. Niat ikhlas mencerdaskan para siswa dan mendidik mereka menjadi  generasi handal berkualitas. Jangan sampai, gaji dan tunjungan yang benilai 10 namun kinerja bernilai 5. Apa tak malu dengan guru honorer yang banyak mendapat gaji bernilai 5, namun kinerja harus bernilai 10. Â
Salam,
Simak tulisan terkait di www.ikromzzzt.xyz
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H