Dua partai itu terus bertikai hingga penghujung 1950an. Dukungan beberapa petinggi Masyumi dalam pemberontakan PRRI-Permesta membuat Bung Karno semakin mantap untuk membubarkan Masyumi. Di awal 1960, Masyumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno melalui Keppres No. 200/1960. Â Meski ada upaya menghidupkan Masyumi, Pemerintah Orde Baru menutup upaya itu. Parmusi dan PSII, dua partai yang diidentikkan dengan Masyumi, tak bisa meraih suara banyak pada pemilu 1971. Kedua partai itu lalu bergabung dengan NU menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Entahlah, mungkin  lagi anggapan saya salah besar, toh manusia tempatnya salah. Tapi, tak ada salahnya belajar sejarah kan? Karena dari sejarah pertikaian Masyumi dan PKI ini, saya kembali memaknai peribahasa yang pernah saya pelajari:
Kalah jadi abu, menang jadi arang.
Meski kedua partai ini terus berseteru hingga akhir hayatnya, tapi saya sungguh salut dengan kisah kedekatan kedua tokoh ini di luar acara politik. M. Natsir, pemimpin Masyumi sering minum kopi bersama dengan DN Aidit sambil berbincang hangat mengenai keluarganya masing-masing. Bahkan, Ketua CC PKI itu tak segan untuk membawakan segelas kopi untuk Natsir.
Biasanya, seusai rapat, Pak Natsir sering dibonceng sepeda oleh Aidit. Padahal, saat rapat.Pak Natsir sering berkata ingin menghajar kepala Aidit dengan kursi. Dan, hingga akhir rapat parlemen yang mereka lakukan, tak satupun kursi yang terlempar ke kepala Aidit. Malah, keduanya seperti sahabat karib.
 Ah, itulah Indonesia.
Catatan :
 1) BKOI adalah Badan Koordinasi Organisasi Islam.
 2) Catatan sejarah mengenai sepak terjang Raden Satrio Sastrodiredjo dan Moerachman amat sangat minim. Bagi pembaca yang memiliki kisah dua orang tersebut, bisa kiranya untuk dibagi,
 3) Tulisan ini tidak mewakili pandangan politik saya menjelang Pilkada serentak 15 Februari 2017.
Sumber :
 Majalah Historia Nomor 16 Tahun 2013
 Majalah Historia Nomor 26 Tahun 2015
 Seri Buku Tempo. 2011. Natsir, Politik Santun diantara Dua Rezim. Jakarta : KPG.
 Basundawan, Purnawan. 2009. Dua Kota Tiga Zaman : Surabaya dan Malang. Yogyakarta : Penerbit Ombak.