Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Candi-candi di Porong ini Hanya Berjarak 2 Km dari Semburan Lumpur Lapindo

1 Februari 2017   23:22 Diperbarui: 2 Februari 2017   18:48 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan Candi Sumur. Eh si mbaknya cari apa?

Saya lihat, langit masih cerah.

Di musim penghujan gini, kalau traveling saya juga memerhatikan cuaca. Kalau sudah hujan, alamat deh wassalamualaikum. Mendingan tidur, ya kan?

Seusai puas menikmati candi mungil bernama Candi Bangkal di Mojokerto, saya pun mantap akan menuju candi-candi di Sidoarjo. Saat saya naik bus menuju Surabaya. Di tengah jalan saya kok melihat ada plang bertuliskan nama candi. Setelah tanya mbah gugel, ternyata Kabupaten Sidoarjo juga menyimpan aneka rupa situs bersejarah. Makanya, saya ingin sekali ke sana.

Ada dua candi yang akan saya datangi, yakni Candi Pari dan Candi Sumur. Kedua candi ini hanya terpisah sejauh 50 meter. Gokil kan? Saya bisa dapat dua candi sekaligus. Nah, bicara masalah letaknya, kedua candi ini bisa dibilang cukup strategis. Berada di dekat jalan raya Surabaya-Malang. Dari Mojokerto, saya kembali ke kampung halaman diva dangdut Inul Daratista, pertigaan Kejapanan, Gempol, Pasuruan.

Sedikit info, kalau dari Malang/Mojokerto, kita tidak boleh sembarangan putar balik gitu. Ada pembatas jalan besar yang membatasi kedua sisi jalan. Kalau mau putar jalan, kita harus putar dulu di jalan arteri baru Porong, yang dibangun pasca bencana semburan Lumpur Lapindo. Nah, candi yang akan saya temui berada tak jauh dari jalan arteri tadi. Jadi, sekalian putar jalan gitu.

Ini pertama kali saya lewat jalan raya arteri Porong. Agak deg-degan sih karena saya takut nyasar masuk jalan tol. Yang ada saya malah bertemu mas-mas sopir kontainer, duh. Atau, dicegat Silup lalu SIM dan diminta SIM plus STNK. Gak asyik kan?

Makanya, saya hati-hati sekali. Singkat cerita, saya sudah sampai di persimpangan jalan menuju candi. Pemkab Sidoarjo saya beri dua jempol. Plang jalan bertuliskan arah ke candi sama besarnya dengan tulisan kalau mau ke Surabaya. Selepas mengikuti arah jalan, saya dimanjakan dengan aktivitas warga Porong yang berlalu lalang. Padahal, bahaya besar sedang mengancam. Apalagi, kalau semburan Lumpur Lapindo.

Mencari candi ini tak sulit. Lagi-lagi, Pemkab Sidoarjo memberikan banyak informasi. Jadi, saya tinggal mengikuti arah ke mana saya harus berjalan. Hanya sekira 2 Km dari arteri Porong, candi ini sudah tampak. Berada di tepi jalan, candi yang berbentuk persegi ini sudah menyapa saya.

Jalan menuju Candi Pari yang berlatar Gunung Penanggungan
Jalan menuju Candi Pari yang berlatar Gunung Penanggungan
Eh, ternyata di sana sudah ramai. Di sebelah barat candi, ada pendopo tempat pengunjung melepas penat. Di sanapun ada penjual Kupang Lontong khas Sidoarjo yang terkenal itu. Tapi, saya tidak membeli karena sudah makan sempol di Malang sebelum berangkat. Makanya, saya langsung menuju TKP.

Eh, ternyata sudah ramai
Eh, ternyata sudah ramai
Penjual kupang lontong di pendoponya
Penjual kupang lontong di pendoponya
Yang menarik dari candi ini, selain bentuknya yang berupa persegi adalah latar belakang pembangunannya. Biasanya kan, candi-candi itu dibangun untuk pemujaan kepada para dewa atau tempat pendharmaan raja/tokoh penting. Namun, Candi Pari ini dibangun untuk mengenang tempat hilangnya seorang sahabat/adik angkat dari salah satu putra Prabu Brawijaya dan istrinya yang menolak tinggal di keraton Majapahit di kala itu. Wah so sweet sekali. Tapi, ada juga pendapat kalau candi ini dibangun sebagai lambang kesuburan masyarakat sekitar saat zaman Raja Hayam Wuruk, raja yang paling terkenal di Kerajaan Majapahit.

Candi setinggi 13 meter ini juga memiliki 'hiasan' atap yang unik. Biasanya, candi-candi di Jawa Timur itu berhiaskan Bathara Kala. Nah Candi Pari ini berhiaskan relief segitiga sama sisi. Untuk menuju ke dalam candinya sendiri, kita harus hati-hati karena tangganya sudah mulai goyah. Di dalamnya terdapat arca yang sudah tak utuh dan tempat pemujaan.

Ada gezebonya. Eh si ibu mau selfie
Ada gezebonya. Eh si ibu mau selfie
Arca dan tempat pemujaan di dalam candi
Arca dan tempat pemujaan di dalam candi
Penampakan tamannya. Eh ibu masih selfie aja.
Penampakan tamannya. Eh ibu masih selfie aja.
Batuan penyusun candi banyak yang rusak
Batuan penyusun candi banyak yang rusak
Puas menjelajahi Candi Pari, saya menuju Candi Sumur. Eh, candinya lucu. Ada bagian yang hilang di bagian utara dan barat. Jadinya, terlihat gerowong (bolong). Sayapun lalu menuju halaman candi. Di sana sudah ada dua bapak-bapak yang menjaga candi. Beliau mempersilakan saya mengeksplorasi candi. Tanpa banyak kata, sayapun segera naik.
Penampakan Candi Sumur. Eh si mbaknya cari apa?
Penampakan Candi Sumur. Eh si mbaknya cari apa?
Harus hati-hati banget kalau naik
Harus hati-hati banget kalau naik
Eh, ternyata ada lubang besar tepat di bagian badan candi, ada sebuah lubang berisikan koin. Oh ini toh asal mulanya dinamakan Candi Sumur. Sayang saya gak bawa koin jadi gak ikutan ritual nyemplungin koin-koinan. Tak ada relief yang dapat saya amati. Batu penyusunnya pun sudah banyak yang hilang. Saya jadi ekstra hati-hati saat berada di atas candi. 

Menurut cerita yang saya baca, Candi Sumur ini juga dibangun atas kepergian anak Prabu Brawijaya yang menolak untuk tinggal di istana. Artinya, kedua candi ini dibangun dalam waktu yang hampir bersamaan. Seusai puas mendalami Candi Sumur, saya kembali turun. Berbincang dengan kedua bapak tadi yang sangat senang dengan adanya pengunjung. Beliau bertanya asal saya dan cukup kaget, kok ada orang Malang yang jauh-jauh ke Porong untuk lihat candi. Padahal, sekarang kan daerah Porong itu berasa kota mati. Ngapain juga ke sana?

Oalah, ada sumurnya, isinya koin
Oalah, ada sumurnya, isinya koin
Biar gak rusak, di bagian tengah candi dipasang tiang
Biar gak rusak, di bagian tengah candi dipasang tiang
Tapi, bagi saya tidak. Mengunjungi kedua candi ini memberi arti lain. Pembangunan kedua candi ini menandakan bahwa daerah Porong adalah daerah yang terberkati. Tanahnya subur dan berada di persimpangan daerah-daerah lain. Sejak dahulu kala, daerah ini menjadi arena pertempuran berbagai kekuatan kerajaan-kerajaan kuno. 

Porong menjadi lalu lintas perdagangan dan sangat berjaya pada masa Kerajaan Majapahit. Dua candi ini adalah salah satu bukti sejarah yang masih tersisa. Sejarahpun bergulir dengan pembangunan tiada henti pasca kemerdekaan RI. Aneka perumahan, pabrik, dan segala fasilitas ada di Porong. Porong menjadi ikon kemajuan Sidoarjo, sang penyangga Surabaya. Porong menjadi pintu gerbang kemajuan Kawasan Arek yang menyumbang sebagian besar perekonomian Jawa Timur.

Hingga akhirnya, bencana pada pertengahan 2006 itu kini mengubah segalanya. Kejayaan Porong hilang seketika. Yang tersisa adalah sedikit asa dari segala ketidakpastian. Perlahan, masyarakat Porong bangkit, membangun lagi daerahnya. Dua candi yang saya kunjungi menandakan semangat itu. Bangkit dari dunia pariwisata. Meskipun itu masih perlu banyak upaya lagi. 

Dua Bapak yang menjaga Candi Sumur. Kalau lihat orang Porong, saya sering gak tega.
Dua Bapak yang menjaga Candi Sumur. Kalau lihat orang Porong, saya sering gak tega.
Satu hal yang bikin saya agak was-was adalah letak kedua candi ini hanya berada sekitar 2 Km arah barat laut dari pusat semburan Lumpur Lapindo. Duh, tak terbayangkan jikalau suatu hari nanti semburan lumpur itu menghantam candi-candi ini. Semoga saja tidak.
Nah, bagi anda yang sedang jalan-jalan ke Surabaya atau Malang bolehlah main ke sini. Hitung-hitung, ikut membantu mendobrak perekonomian warga Porong kan yang baru saja hancur kena lumpur.


Sumber tulisan: Wikipedia
Gambar: Dokpri.

*) Silup: Bahasa Malangan untuk kata Polisi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun