Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merenung Kisah Masa Lampau di Candi Jawi

14 Oktober 2016   14:20 Diperbarui: 15 Oktober 2016   03:40 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhirnya saya berhasil menuntaskan trip candi-candi peninggalan Kerajaan Singosari.

Di antara candi-candi lainnya, satu candi terakhir ini belum pernah saya kunjungi. Candi yang saya maksud adalah Candi Jawi. Candi yang terletak di Jalan Raya Pandaan-Prigen ini memang menarik perhatian saya. 

Beberapa teman sudah mengunggah foto saat melewati jalan tersebut dan mampir di candi ini. Nah karena kesibukan saya yang padat, ditambah dengan ketidakmahiran berkendara dalam jarak jauh, niat ke candi ini hanya bisa saya simpan.

Namun, ketika ada acara bersama teman kuliah yang dijadwalkan di Pandaan, saya tiba-tiba nekat untuk ke Pandaan menaiki motor. Meski ada rasa pesimis, tapi saya berusaha menepisnya. Niat saya baik, selain silaturrahmi, saya ingin tahu dan belajar lebih dekat dengan masa lampau. Meski nantinya saya pun narsis juga, hehe.

Perjalanan saya mengendarai motor bersama teman cukup lancar. Berangkat dari Kota Malang pukul 08.00 pagi, kami tiba di sekitaran Taman Dayu pukul 09.00. 

Nah di sini saya mulai kebingungan karena adanya jalan Tol Pandaan-Gempol membuat kepala saya gak ngeh harus belok ke mana. Saya sempat diprit Pak Polisi karena akan mengikuti arah menuju jalan Tol, hehe. Tapi alhamdulillah, saya akhirnya menemukan candi ini.

Letaknya yang tak terlalu jauh dari Taman Dayu, gerbang Tol Pandaan-Gempol, Terminal Pandaan, dan Masjid Cheng Ho sebenarnya bisa dijadikan alasan kuat untuk tak mengunjungi candi ini. 

Apalagi, di daerah tersebut banyak tempat makan keluarga yang beraneka ragam. Namun sayang, saat saya ke sana, meski hari Minggu, tak banyak pengunjung yang datang.

Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Candi ini diyakini sebagai tempat pendharmaan raja terakhir Kerajaan Singasari, yakni Raja Kertanegara. Kalau saat pelajaran sejarah kita tidak tidur, pasti raja satu ini terdengar ngehits. 

Apalagi kalau bukan cerita mengenai peristiwa dipotongnya telinga utusan Raja Ku Bilai Khan dari Mongol yang bermaksud agar Kerajaan Singosari tunduk pada kekuasaan Kerajaan Mongol. 

Peristiwa yang lalu diikuti dengan  kehancuran Kerajaan Singosari untuk selama-lamanya akibat serangan dari Kerajaan Kediri oleh Jayakatwang.

Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Bagi saya, keunikan candi ini adalah bentuknya yang ramping dan menjulang tinggi. Sangat khas candi gaya Jawa Timuran. Kalau boleh saya mempersonifikasikan, Candi Jawi bak seorang putri kecantikan yang akan mengikuti ajang putri kecantikan internasional. Halah lebay. Tapi memang, tinggi candi ini mencapai sekitar 24, 5 meter, dengan panjang 14,2 meter dan lebar 9,5 meter. 

Nah yang membuat saya makin kagum, candi ini memiliki atap yang merupakan perpaduan antara stupa dan kubus. Membuatnya seakan-akan bermahkota putri kecantikan. 

Dilihat dari struktur bangunannya, candi ini diyakini sebagai perpaduan antara Candi Siwa-Buddha. Posisi pintu menghadap timur, membelakangi gunung, sehingga para arkeolog meyakini pengaruh Buddha sangat kuat.

 Pintu masuk candi ini sebenarnya ada di sisi barat yang dekat dengan perkampungan penduduk, yang disebut dengan candi bentar. Sayangnya, pintu gerbang ini hanya tersisa onggokan batu.

Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Yang menjadi spesial bagi saya adalah kita bisa melihat keindahan Gunung Penanggungan dari bagian samping dan belakang candi. Dengan menaiki tangga yang cukup terjal, kita bisa sedikit menghilangkan penat.

Hanya saja, hati-hati karena selasar pada bagian ini cukup sempit. Apalagi, tinggi candi yang lumayan membuat risiko terjatuh bisa mengancam.

Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Tak hanya menikmati keindahan Gunung Penanggungan, kita bisa memberi makan ikan di kolam. Kolam ini mengelilingi tembok yang membatasi candi. Dengan harga 2000 rupiah, kita bisa membeli pakan ikan yang dijual oleh seorang Bapak di pintu masuk. Kolam ini juga dihiasi dengan rangkaian bunga teratai. Bisa jadi tempat narsis kan?

Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Foto : Dokumen Pribadi
Tapi bagi saya, tempat ini bisa dijadikan tempat untuk sekedar merenung. Dari kisah Raja Kertanegara yang konon abunya disimpan di sini, ada satu pelajaran berharga. Berapa kesombongan akan menghancurkan manusia. Tak hanya dibenci oleh Tuhan, sifat ini membuat manusia lupa untuk berhati-hati. Lupa untuk melakukan apa yang seharusnya mereka lakukan dan lebih mengejar hal-hal di luar kemampuan mereka. 

Contoh nyatanya, kasus yang sedang ngehits sat ini, yakni para pengikut Kanjeng Dimas Taat Pribadi. Betapa mereka sombong dan serakah mengejar apa yang mereka impikan meski mustahil untuk dilakukan. 

Mereka lupa untuk mengerjakan apa yang seharusnya mereka lakukan, yakni bekerja dan beramal baik. Sama halnya dengan Raja Kertanegara yang mengejar hasrat menyatukan Nusantara dengan Ekspedisi Pamalayunya namun alpa dengan pertahanan di dalam kerajaanya. Dan, kisah mengenai kehidupan Raja Kertanegara kini tersimpan dalam bentuk bangunan Candi Jawi ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun