Masih banyaknya jumlah guru honorer dan tenaga honorer jika dibandingan dengan guru PNS. Masalah ini rata-rata dialami oleh sekolah negeri. Bahkan ada sekolah negeri yang 60 % lebih gurunya adalah guru honorer. Akibatnya, pos pembelanjaan dari dana BOS habis untuk belanja pegawai meskipun memang sudah dibatasi sebanyak 15% dari anggaran.
Masih tidak jelasnya status tenaga administrasi (TU), tenaga perpustakaan, dan tenaga laboran di sekolah dasar. Yang saya tangkap, tenaga TU seringkali bongkar pasang di setiap sekolah karena alasannya tidak memiliki masa depan cerah.
Padahal tugas TU sangat penting, nyawa bagi sebuah sekolah untuk mengerjakan berbagai administrasi. Pun demikian dengan tenaga perpustakaan yang seringkali dirangkap oleh guru. Tugas tenaga perpustakaan pun juga tak kalah banyak. Dan, tak ada satupun sekolah yang memiliki tenaga laboran.
Banyak sekolah memiliki masalah pada penilaian, terutama ketika pengisian aplikasi rapor yang setiap semester berganti. Akibatnya, banyak guru yang tidak melakukan penilaian semestinya  karena mepetnya waktu antara datangnya aplikasi rapor dengan tanggal penerimaan rapor.
Banyak sekolah juga mengeluhkan terlambatnya kedatangan buku paket dan BKS tiap semester pelajaran. Yang gokil, kadang BKS baru datang ketika 2 tema sudah berlangsung. Rata-rata, guru meminta murid mengerjakan BKS sampai habis.
Di samping itu, ada juga masalah yang hanya dihadapi oleh sekolah-sekolah tertentu, misalnya masih ada sekolah yang kekurangan murid. Ada sekolah yang berdiri di lahan sengketa. Banyak kegiatan industri yang mengganggu kegiatan belajar-mengajar, dsb. Ada juga masalah pedagang yang berjualan di depan sekolah sehingga mengganggu aksebilitas warga sekolah, seperti yang sekolah saya alami.
Meski dengan segala keterbatasan, para KS masih semangat membuat program-program yang bertujuan memajukan sekolahnya. Bahkan, ada beberapa program yang menurut saya unik. Salah satunya adalah program dari sebuah sekolah swasta islam.
KS sekolah tersebut memaparkan akan membuat gedung bertingkat, lengkap dengan kolam renang di atasnya sebagai kegiatan pembelajaran. Tak hanya itu, akan dibangun juga jembatan penyebrangan yang menghubungkan dua bangunan utama. Jembatan ini akan dibangun agar siswa tak kesulitan saat menyeberang jalan. Walaupun terkesan prestisius, pilot project ini mendapat apresiasi dari pengawas dan KS lain.
CSR perusahaan digandeng dan mau menghibahkan sebagian dananya untuk keperluan sekolah, semisal pengadaan komputer. KS tersebut juga melakukan jemput bola dengan mendatangi rumah warga yang anaknya masih usia sekolah namun putus sekolah. Kerja kerasnya berbuah hasil. Pada PPDB tahun ini, ada lebih dari 20an siswa yang mendaftar. Pun demikian dengan hasil ujian sekolah tahun kemarin, meski tak masuk papan atas di tingkat kecamatan, namun tak lagi di posisi buncit.
Dari sini saya semakin sadar, pendidikan di negara kita masih banyak masalah. Okelah, ada memang sekolah yang benar-benar siap lahir batin seperti yang mau membangun kolam renang. Namun, masih banyak sekolah yang memiliki banyak masalah. Menurut saya, EDS ini bisa dijadikan para pengambil kebijakan pendidikan untuk menyusun programnya.
Jangan sampai berhenti di kegiatan pelatihan ini saja. Saya yakin, jika setiap sekolah mengisi EDS dengan jujur dan ditindaklanjuti dalam RKS-RKT-RKAS, serta diteruskan oleh pihak terkait, saya yakin kok, masalah-masalah yang etrlihat sepele tadi bisa diatasi. Meskipun terlihat sepele, jika tak ditangani serius, masalah-masalah tadi akan menjadi besar, dan pendidikan kita ya cuma gini-gini saja. Mau diapa-apakan ya tetep saja. Sampek elek yo ngene-ngene ae. Bukan begitu?