Padamu Negeri Kami Mengabdi
Bagimu Negeri Jiwa Raga Kami
Anda pasti sering mendengar lagu tersebut kan? Salah satu lagu wajib nasional yang sering dinyanyikan dalam berbagai kesempatan. Lagu yang mengajak kita untuk senentiasa berbakti bagi bangsa dan negera ini. Tahukah anda, bahwa penggalan lagu tersebut kini menjadi perbincangan hangat di kalangan pendidik se-Indonesia Raya. Tak lain dan tak bukan adalah web Padamu Negeri yang merangkum berbagai informasi mengenai data-data sebuah sekolah.
Fitur ini memuat detail informasi mengenai PTK (Pendidik dan Tenaga Kependidikan), siswa, KBM (Kegiatan Belajar Mengajar), sarana dan prasarana sekolah, hingga berbagai hal seputar sekolah. Operator sekolah yang bertugas menginput data-data tersebut harus merampungkannya selama satu periode semester. Diawali dari pencetakan kartu PTK, verifikasi dan validasi (verval) untuk guru sertifikasi, hingga berbagai hal mengenai aktivitas sekolah.
Jika dicermati, sebenarnya sistem yang terdapat pada Padamu Negeri sudah dapat mewakili bernagai aspek sekolah. Sinergi antara sekolah dengan instansi terkait seperti Dinas Pendidikan dapat terlaksana. Guru-guru juga dapat belajar teknologi informasi dan komunikasi (TIK) karena beberapa fitur yang ada mewajibkan guru secara personal dan berkala memperbarui datanya. Kepala sekolah juga dapat memonitor kinerja guru dan kondisi sekolahnya melalui akun pribadinya.
Lalu, apa yang menjadi masalah? Ada beberapa hal yang patut dicermati.
Pertama, penginputan data yang harus dilakukan sekolah ternyata tidak hanya pada web Padamu Negeri. Ada semacam aplikasi lain yang juga harus dikerjakan oleh operator sekolah, yakni Data Pokok Pendidikan Nasional (Dapodik). Di dalam Dapodik, juga memuat berbagai data sekolah yang harus disampaiakan terhadap pihak terkait. Bedanya, pengisian data Dapodik dapat dilakukan secara luar jaringan (offline), berbeda dengan Padamu Negeri yang harus secara dalam jaringan (online). Hanya saat proses sinkronasi data baru dilakukan secara online. Aplikasi ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2006. Hanya saja, pada tahun 2011 Dapodik secara resmi ditutup dan diganti Padamu Negeri. Dan pada 2014 kemarin Dapodik kembali digunakan dengan sistem baru.
Yang menjadi pertanyaan. Mengapa setiap sekolah harus mengerjakan dua data tersebut? Jika alasannya untuk pengintegrasian Padamu Negeri dan Dapodik, apakah tidak takut terjadi ketakcocokan data antara keduanya? Andaikan begini. Seorang guru yang melakukan mutasi akan dengan segera dapat dihapus/dipindah di dalam Dapodik. Namun, dalam sistem Padamu Negeri, harus ada persetujuan dari admin Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat. Persetujuan ini memakan waktu yang cukup lama mengingat biasanya admin di Dinas Kabupaten/Kota hanya terdapat beberapa orang saja untuk beribu-beribu sekolah. Belum lagi, yang namanya manusia, pasti ada ketidaksinkronan antara satu data dengan data yang lain.
Kedua, jika operator sekolah mengerjakan data yang sama namun di dalam dua aplikasi yang berbeda, bukankah hal tersebut adalah pemborosan waktu belaka? Jika dicermati, bukankah lebih baik menginputkan data di dalam satu aplikasi saja namun data tersebut benar-benar valid dan bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya? Belum lagi, untuk tingkatan sekolah dasar, operator sekolah seringkali merangkap sebagai guru. Kalau waktu yang digunakan operator sekolah tersebut untuk mengerjakan dua aplikasi tadi, lalu, kapan yang bersangkutan menyiapkan materi pelajaran? Kapan melakukan evaluasi terhadap peserta didik?
Ketiga, sistem yang ada dalam Padamu Negeri seringkali berubah-ubah. Yang paling baru adalah sistem ajuan kolektif PTK. Salah satu yang khas dari Padamu Negeri adalah pencetakan kartu PTK. Kartu ini menandakan bahwa PTK tersebut aktif mengajar pada periode semester yang sedang berlangsung. Biasanya, kartu ini dapat dicetak setelah PTK yang bersangkutan mengisi angket secara online. Sebuah pekerjaan yang dapat dikerjakan di kala waktu senggang di rumah. Namun, untuk periode semester genap 2014/2015 ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan.
PTK tak bisa langsung mencetak kartu PTK. Sebelumnya, operator sekolah harus memasukkan jadwal pelajaran di setiap minggu yang memuat daftar PTK yang mengajar. Tak hanya itu, jumlah rombongan belajar yang terdapat dalam tiap kelas juga harus dimasukkan. Inilah yang menjadi momok bagi operator sekolah. Pada periode sebelumnya, biasanya hanya siswa tingkat atas yang digunakan untuk tujuan ujian akhir, namun kali ini, semua siswa harus dimasukkan. Tak hanya itu, seringkali ada PTK baru yang belum teregistrasi. PTK baru yang akan teregistrasi ini juga harus melakukan verval ke Dinas Pendidikan setempat. Jika  belum melakukan verval, maka akan menghambat PTK lama yang akan mengaktifkan kartu PTK.
Lagi-lagi, kendala untuk verval juga menghadang di depan mata. Mulai dari antrian di Dinas Pendidikan hingga koneksi internet yang lama. Padahal, waktu pengerjaan juga ditentukan. Kalau sekolah saya yang berada di tengah kota sebenarnya masih tak terlalu masalah. Tapi bagaimana dengan sekolah di pedalaman atau di pulau-pulau terpencil yang harus menyeberang Pulau untuk sampai di kota Kabupaten hanya untuk verval PTK?
Kondisi ini sebenarnya telah dikeluhkan oleh para operator sekolah. Ditambah dengan akses ke server Padamu Negeri yang lama serta ketidaksiapan admin di Dinas Pendidikan setempat dalam menjawab masalah-masalah yang ada. Masalah-masalah tersebut seharusnya dicermati oleh pemangku kepentingan, terutama Kementirian Pendidikan dan Kebudayaan. Jangan sampai pendidikan Indonesia yang tak kunjung membaik semakin dipersulit dengan teknologi informasi.
Sekian, mohon maaf jika ada kesalahan.
Salam Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, dan Satu Data.
PS: Lama tak berkunjung K sedang bermasalah ya, semoga tak seperti Padamu Negeri ya.hehe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H