Mohon tunggu...
ikrom gemilang
ikrom gemilang Mohon Tunggu... Administrasi - PRIA Penyuka Sate

bukan siapa siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

KPK Terperangkap Kode Etik Non-Religiusitas

10 Maret 2020   16:34 Diperbarui: 10 Maret 2020   17:01 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewan Pengawas (Dewas) KPK menghapus religiusitas dari nilai dasar lembaga antirasuah membuat publik bertanya-tanya. Tak hanya itu, revisi kode etik untuk Pimpinan KPK itu menimbulkan spekulasi di tengah-tengah masyarakat. Karena dalam revisi terbaru itu digantikannya nilai religiusitas dengan sinergi dalam nilai dasar KPK.

Dalam arti, KPK menilai religiusitas merupakan pelaksanaan keyakinan beragama atau nilai-nilai sprititualitas yang diyakini kebenarannya berdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing tanpa ada ikatan bathin antara manusia sebagai makhluk dengan sang penciptanya sesuai dengan sila pertama Pancasila.

Dengan begitu, hingga bisa dipastikan norma keagamaan sudah tidak ada lagi bagi para pimpinan dan personil KPK lainya. Terkhusus dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga negara yang menangani berbagai kasus korupsi tanah air.

Salah satu publik yang geram atas pengapusan religiusitas ini datang dari Wasekjend Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain. Dirinya mengkritik keras langkah penghapusan nilai religiusitas atau agama dari KPK. Terdapat indikasi bahwa KPK mau dijadikan sekuler atau komunis dan Pancasila dengan sila pertama mau dibuang ke tong sampah.

Lalu, bagaimana bentuk pertanggung jawabannya bila nilai ketuhanan harus dihilangkan pada lembaga negara independent ini untuk kedepannya?

Sudah dipastikan moral atau akhlak yang sangat fundamental pada lembaga ini sangat diragukan publik. Sehingga spekulasi atas pengucapan sumpah Pimpinan KPK sesuai agamanya diatas kitab suci sebelum menjalankan tugasnya dianggap hanya sebagai formalitas belaka. Tanpa adanya ikatan moral yang merupakan bagian dari religiusitas.

Begitupun dilakukan terhadap semua penyidik maupun pejabat KPK sebelum menduduki jabatan dan menjalankan tugasnya. Sudah dipastikan tidak melekat lagi namanya janji manusia terhadap sang pencipta dalam mengemban tugas yang dipikul selama masa jabatan tersebut. Karena diksi dari religiusitas diubah menjadi satu nilai dasar baru yakni sinergisitas. Penambahan nilai itu representasi dari regulasi KPK hasil revisi.

Ya, KPK mengubah religiusitas menjadi sinergisitas dalam menjalankan lembaga anti korupsi lebih condong kepada kompromi terhadap pelaku kejahatan korupsi di masa akan datang.

Bukannya lebih tangguh dan independen, KPK bisa lemah dalam memberantas korupsi karena diksi 'sinergisitas' yang terdapat dalam kode etik pimpinan KPK itu. Tak menutup kemungkinan sinergisitas yang dimaksud bisa membawa bencana ataupun konflik yang berujung matinya kemarwahan lembaga ini di mata publik.

Dalam arti ada upaya sekularisme untuk menjauhkan agama dari kehidupan bernegara di era pemerintahan Joko Widodo- Ma'ruf Amin. Naudzubillah...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun