Mohon tunggu...
Ikram Aswad Fausy
Ikram Aswad Fausy Mohon Tunggu... -

Telkom Univesity

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Perjalananku

28 Maret 2014   23:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan-Ku

Saya ingin menceritakan tentang pengalaman saya ke suatu tempat yang sangat sempurna menurut saya, yaitu persiapan perjalanan ke lembah ramma. Lembah ramma terletak di Sulawesi Selatan dan berada di kaki gunung bawakaraeng.

Ini adalah pendakian pertama saya dan pada saat itu saya juga baru memasuki kelompok pecinta alam di sekolah saya. Entah kenapa saya ikut terjerumus ke tempat yang ingin mencintai alamnya sendiri, mungkin karena saya ingin ikut peduli terhadap dunia yang kita cintai dan lindungi bersama ini.

Semenjak saya resmi masuk sebagai pecinta alam tersebut. Saya dan teman-teman saya merencanakan sebuah pendakian pertama sebagai pecinta alam. Kita merencanakan suatu hal yang tak mungkin dilupakan untuk masa yang akan datang.

Mulailah saya dan teman saya mencari peralatan-peralatan mendaki. Entah itu pinjam ke teman yang punya, membeli barang tersebut, ataupun menyewa di tempat penyewaan alat mendaki. Langkah pertama ini bisa dibilang susah terapi begitu banyak yang bisa jadi bahan cerita. Kita tertawa bersama dan sedih bersama karena ada seorang teman kami yang belum mendapat sebuah sepasang sepatu mendaki.

Kata seorang senior kami “Kalian harusnya olahraga dulu atau lari keliling lapangan agar kekuatan fisik kalian bisa lebih dari biasanya dan dapat berjalan sangat jauh sehingga bisa mendaki gunung yang ingin kalian daki”. Kita semua bingung dan kaget, betapa capeknya dan susahnya persiapan untuk mendaki gunung tapi mau tidak mau kita harus menuruti kakak senior kami yang lebih berpengalaman tentang mendaki gunung daripada kami yang baru saja mengetahui tentang mendaki gunung.

Mulailah kami semua berkumpul di lapangan untuk melaksanakan kegiatan wajib sebekum mendaki gunung kata senior kami. Selama tiga hari pada saat itu, berturut-turut dan pada waktu sorenya kami semua melakukan olahraga lari dan olahraga memperkuat fisik tubuh. Kita benar-benar merasakan yang namanya betul-betul capek dan susah tetapi kami selingi oleh canda dan tawa yang bertujuan untuk membangkitkan semangat kita dan tidak cepat untuk menyerah begitu saja.

Langkah selanjutnya, kami semua berkumpul untuk memikirkan apa saja yang jadi bahan pengisi perut kami selama disana. Begitu banyak menu yang disarankan teman-teman dan senior-senior kami, salah satunya makanan yang membuat kita tidak cepat merasakan capek yaitu bahan makanan yang terbuat dari mie. Makanan yang kita pilih untuk selama pendakian pun bermacam-macam.

Keesokan harinya, kami mengumpulkan uang konstribusi yang dimana uang tersebut berasal dari yang ikut mendaki saja. Setelah uang terkumpul, kami semua menuju suatu supermarket dan mencari bahan apa saja untuk masakan di atas gunung nanti. Ada yang membeli ayam, sayur-sayuran, dan lain sebagainya sebagai bahan makanan untuk kelompok. Untuk makanan sendiri, kami pun memakai uang kita sendiri, kan itu sesuai dengan keinginan kita masing-masing.

Langkah terakhir sebelum pendakian dimulai, saya dan teman-teman saya berpamitan kepada orang tua masing-masing terlebih dahulu dan selanjutnya kumpul di satu titik tempat yang dimana tempat tersebut menjadi titik dimana kita memulai perjalanan ke desa dimana gunung tersebut berada.

Banyak dari teman-teman dan senior-senior kami yang ikut menyaksikan acara pelepasan kami. Tentu saja banyak karena mereka juga pasti akan menyemangati para teman-temannya untuk kuat pada saat pendakian. Saya sendiri sangat salut pada kekuatan solidaritas teman-teman atau senior-senior yang bisa dibilang seperti saudara yang begitu perhatian kepada saudara yang lainnya. Begitu susah perjuangan yang dilakukan agar bisa mendaki gunung.

“Percuma sukses tetapi tidak dilalui dengan cara instan, tak lama kemudian pun akan hilang dari muka bumi. Berbeda dengan sukses yang dimana suksesnya tersebut diraih dengan cara yang susah, lama, dan penuh tantangan. Cerita suksesnya pun takkan pernah pudar dimata saudara-saudara lainnya”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun