Setelah mengalahkan nafsu tersebut, ia baru berhak secara spiritual untuk merayakan kemenangan Adharma. Sedangkan, apabila seorang manusia berusaha memperoleh kebahagiaan tanpa adanya perjuangan, maka hanya akan ada kebanggaan ritualitas-simbolik dalam dirinya yang memiliki dampak langsung dalam perkembangan jiwanya, serta bahkan dapat melahirkan kemunafikan religius.
Dalam melakukan penyucian diri yang merupakan trasformasi diri, terdapat kekuatan tapa yang mempengaruhi hal ini. Kekuatan tapa untuk mentranformasi diri dapat kita lihat pada proses metamorfosis. Metamorfosis adalah perubahan bentuk mahluk hidup untuk mencapai kesempurnaan.Â
Misalnya saja pada metamorfosis ulat menjadi kupu-kupu. Seekor ulat yang awalnya merupakan hewan yang menjijikan dapat berubah menjadi kupu-kupu yang indah. Metamorposis yang dilakukan oleh ulat ini disebabkan akan kesadaran sang ulat akan keburukan yang dimilikinya, yang selanjutnya ia melakukan pengendalian diri dalam proses kepompongnya sehingga dapat menjadi kupu-kupu yang indah.
Tanpa adanya perjuangan yang kita berikan, inti dari perayaan hari raya Galungan yaitu kemenangan Dharma melawan Adharma hanya menjadi sebuah harapan semata, serta ritual perayaan hari raya Galungan akan kehilangan makna spiritualnya. Untuk mencegah hal tersebut kita harus melakukan perjuangan dengan melakukan pengendalian diri untuk mencapai makna dari perayaan hari raya Galungan yang sesungguhnya.Â
Memang, perjuangan ini terasa berat karena menuntut disiplin yang ketat dan tepat (brata), namun setidaknya prosesi ritual yang dilaksanakan selama perayaan hari raya Galungan tidak hanya menjadi prosesi biasa yang tidak memiliki makna. Apabila kita tenggelam dalam kesenangan yang hanya kenikmatan duniawi yang bersifat sementara karena bersumber dari kemenangan semua, maka sesungguhnya kita hanyalah budak dari kama, kroda, dan loba.
Dalam sebuah sloka Srmad Bhgavatam I. 17. 38 disebutkan, "Dytam pna striyah sn, yatrdhar-ma catur vidah" yang artinya, berjudi, minum minuman keras, berzinah, dan membunuh binatang merupakan empat kaki adharma. Meski berjudi, minum minuman keras, berzinah, dan membunuh binatang merupakan empat kaki adharma dan sudah dijelaskan pada sloka tersebut, akan tetapi keempat patologi ini justru semakin banyak terjadi di Bali.Â
Bahkan pada hari-hari raya terkhususnya hari raya Galungan, keempat patologi ini tetap terjadi dan ada yang terang-terangan melakukannya. Apabila, masyarakat bali khususnya yang beragama hindu tidak segera memperbaiki masalah ini, maka citra bali yang terkenal akan pulau surga akan rusak oleh masyarakat Bali sendiri dan lama kelamaan Bali akan mengalami kehancuran.
Nama: I Komang Weda Prema Murti
NIM: 2118011027
Prodi: Kedokteran
Jurusan: Kedokteran