Peristiwa ini memberikan pelajaran bahwa beberapa factor untuk mencapai rekonsliliasi politik saat ini. Pertama, gesekan dan konflik harus disadari dan diakui semua pihak yang terlibat menjadi prioritas untuk terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, semua masyarakat perlu melupakan perbedaan yang pernah terjadi demi kepentingan yang lebih besar di Indonesia.
Berlajar dari kondisi ini, setelah ada upaya damai, dibutuhkan narasi politik yang mampu menutup celah yang ditinggalkan oleh narasi-narasi negative yang terbangun selam ini. Pada saat inilah tepat kiranya untuk menggaungkan kembali gagasan politik harapan. Menurut Jonathan Sacks politik harapan merupakan sebuah tawaran ditengah maraknya politik berbasis narasi negatif.
Sack menegaskan bahwa politik harapan menolak narasi politik yang dikembangkan dengan menebar kebencian, ketakutan dan pesimisme. Namun, politik harapan harapan juga tidak mentoleransi narasi politik yang dibangun atas dasar utopisme atau janji-janji melangit yang membuai, namun sukar direalisasi.
Di samping itu Pilpres mengajarkan kepada banyak orang untuk mengedepankan etika dalam berpolitik, Menurut Husen Heikal (1990:34) dikutip dalam artikel Abdul Hadi berjudul Pancasila, Etika Politik dan Islam "sesungguhnya Islam tidak membangun suatu sistem pemerintahan yang suci. Yang diletakan Islam adalah kaidah-kaidah perilaku bagi kehidupan dan pergaulan antar manusia.
Kaidah kaidah tersebut membuka bagi sistem pemerintahan yang terus berkembang sejalan dengan kemajuanzaman. Di tengah-tengah perkembangan itu masuklah factor-faktor dari dalam Islam sendiri dan juga dari luar".
Iko Juhansyah, Minggu (14/Juli) 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H