Mohon tunggu...
Iko Juhansyah
Iko Juhansyah Mohon Tunggu... Jurnalis - "Karyakan Suaranya, Suarakan Karyanya"

Suarakan Karyanya, Karyakan Suaranya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Nasionalisme dan Ujaran Kebencian

8 Januari 2019   02:54 Diperbarui: 8 Januari 2019   04:11 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Persoalan sekitar nasionalisme, seperti lunturnya semangat tanah air, selalu muncul disetiap ranah dan zaman. Bahkan, terkikisnya semangat dan cinta tanah air itu kerap menggelisahkan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara. Lunturnya semangat nasionalisme bukan hanya membuat semangat juang dan semangat membangun negeri ini memudar atau hanya berdampak pada sikap apatis para pemuda. Tetapi juga sangat mengancam semangat kesatuan dan persatuan atau disintegrasi bangsa.

Indonesia merupakan negara yang mampu mencapai titik kemerdekaan karena perjuangan parah pahlawan yang berjiwa nasionalisme tinggi. Kecintaannya kepada bangsa tertanam kokoh sehingga perjuangan demi perjuangan sangat mereka ekspresikan untuk cita-cita bangsa. Nasionalisme merupakan sikap  yang ada pada diri seseorang terhadap bangsanya. Maka dengan ini setiap zaman ada berbagai macam cara untuk mengekspresikan kecintaan terhadap agama dan Negara.

Arus perkembangan zaman semakin menantang apa lagi di era digital ini, Nasionalisme akan semakin terancam seiring maraknya gerakan radikalisme, isu-isu yang memprovokasi dari berita-berita hoaks dan ujaran kebencian. Keharmonisan dalam masyarakat mulai menipis dengan dicuat isu perbedaan Agama, suku ras dan perbedaan pilihan politik.

Pemuda Indonesia dalam sejarahnya cukup memainkan perannya dalam mendesain setiap peristiwa besar perubahan bangsa ini, bahkan sekaligus menjadi aktor utama dalam peristiwa tersebut. hal ini bisa dikatakan bahwa pemuda telah memiliki daya responsivitas yang tinggi dalam menerjemakan semangat zamannya masing-masing. Namun disisi lain kenyataan memilukan yang juga sering mengemuka perdebatan dan pertengkaran sesama kaum muda karena terbawa arus provokasi.

Dua tahun terahir konflik karena pilihan politik menjadi penyebab utama adanya kegaduhan yang menimbulkan kecemasan dalam masyarkat. Tergambar oleh wajah sosial media yang banyak digunakan oleh masyarakat. Seiring jumlah pengguna akun sosial media dari tahun ketahun semakin mengalami peningkatan baik dari segi jumlah akun-akun palsu maupun akun resmi. Hal ini tentu juga meningkatnnya penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian yang bertujuan untuk mengiring opini kemudian membentuk persepsi masyarakat pengguna sosial media yang salah terhadap berita yang terjadi sebenarnya.

Dampak negatif dari media sosial salah satunya pengguna malas berinteraksi terhadap sesama di dunia nyata, kurang peduli dengan dunia nyata. Media sosial dijadikan alat untuk melakuakan tindak kejahatan dan penyebaran informasi bohong atau hoaks yang sangat mengancam kerukuanan beragama. Hal tersebut tentu saja tidak bisa dibiarkan perlu kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk meminimalisir pengaruh media sosial yang merusak kerukunan umat beragama.

Apabila sebuah paham nasionalisme dan pancasila sebagai identitas bangsa dapat kita terapkan dan jalankan dalam kehidupan kita sehari-hari, mungkin negara ini akan terbebas dari segala hal permasalahan yang sedang kita hadapi saat ini. Ya, beberapa konflik antar pemahaman dalam beragama dan perbedaan pilihan politiklah yang membuat kehidupan terkadang menjadikan pemuda salah dalam menyikapinya. 

Masih teringat pemilihan umum presiden 9 juli 2014? Ajang kampanye ternyata membuat banyak orang bertengkar bahkan dalam keluarga sendiri. Antara keluarga  teman dan rekan kerja menjadi ada jarak. Beberapa orang merasa terganggu dengan pandangn politik kawannya yang bertentangan, sementara yang lain tak nyaman karena timline nya dipenuhi huruk pikuk kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Ada yang berbeda dengan keadaan politik 2014 dengan 2019. Hari ini sangat banyak issu-issu SARA yang diperalat oleh politikus untuk memenangkan calon pilihannya baik di ranah eksekutif maupun legislatif. Hal ini sangat terasa adanya benturan-benturan yang dibuat-buat. Akibatnya banyak dari kalangan masyarakat yang terbakar amarahnya apabila identitas diri sebagai penganut budaya, Agama, ras dan lain-lain seolah terbentur oleh kelompok lain. Menjelang pilpres hal ini menjadi fenomena yang sangat bedampak buruk pada pola pikir pemuda yang dibuat sibuk oleh perdebatan-perdebatan sehingga mengurangi ide-ide kreatif para kaum muda.

Seharusnya pilpres 2014 menjadi pelajaran bagi masyarakat untuk lebih cerdas menyikapi keadaan politik dan kampanye kedua kandidat pilpres 2019 bahwa politik memang seperti itu. Semua seperti sia-sia apabila terlalu fanatik terhadap pilihannya. Tidak ada yang salah dengan hak pilih seseorang sebagai warga negara namun apabila mengabaikan akibat dari hak orang lain maka akan berresiko besar terhadap keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahakan berbahaya bagi kemajmukkan hidup bermasyarakat.

Sosial media salah satu alat untuk mengembangakan kreatifitas di zaman millenial, ahir-ahir ini di pengaruhi oleh berita-berita hoaks perdebatan di mana-mana. Hal ini banyak memberi pengaruh buruk di antaranya:

1. Sosial media sebagai alat mempublikasikan dan memperkenalkan produk dan bisnis sudah tertutup oleh konten-konten tang berbau politik sehingga banyak dari pengguna sisial media berkurang kepercayaannya dan malas membuka sosial media andaipun ada yang suka maka yang terlihat adalah caci maki antar sesama saudara seagama dan bangsa.

2. Millenial disibukkan dengan isu politik, dan membuat rusak mindset. Sehingga sedikit yang peduli untuk bagaimana memajukan ekonomi indonesia sesuai program Indonesia kreatif.

Menyikapi hal ini sudah selayaknya pemerintah memberikan pemahaman-pemahaman kepada kaum millenial melalui program-program rutin kepada semua elemen masyarakat terutama kaum muda agar tidak berlarut dalam kesibukkan pertengkaran, hoaks atau perbedaan pilihan politik.

Pemuda Indonesia sudah semestinya semestinya bangkit untuk kembali pada kepentingan-kepentingan berbangsa dan bernegara. mulailah untuk cerdas dalam menilai keadaan bangsa dan tidak terlena karena perbedaan pandangan terhadap sesuatu yang bakal mengambat kemajuan dan kesejateraan masyarakat. Mulailah untuk menjernihkan mindset sebagai pemuda harapan bangsa bahwa Indonesia tidak butuh pemuda yang dalam pikirannya hanya ada dendam terhadap sesama dan kebohongan semata.

Millenial mari cerdas dalam meliterasi berita-berita yang tersebar baik di media online ataupun media cetak. Media sosial semestinya dimanfaatkan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan menyebarkan konten-konten positif. Sayangnya, beberapa pihak memanfaatkannya untuk menyebarkan informasi yang mengandung konten negatif. Jika hal tersebut dibiarkan, dikhawatirkan akan membahayakan generasi muda. Menyadari hal tersebut, marilah pemuda menjadi bagian dari kelompok yang secara proaktif mengajak masyarakat agar lebih cerdas menggunakan media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun