Hasilnya, manusia akan tidak menerima sisi sosial, karena kegiatan yang terus menerus terjadi menganggu pribadi manusia. Kegiatan trending akan selalu menuntut manusia melakukan hal-hal yang tidak disukainya. Fenomena-fenomena absurd selalu menjadi pembicaraan bagi kita. Entah itu memaksa manusia untuk selalu mengikuti terus menerus atau melepaskan sebatas pembicaraan inti.
Selain 'dirundungi' oleh banyaknya hal yang tidak terkira. Perjalanan hidup akan membawa kita menyadari bahwa hal lain yang mungkin berubah adalah lingkungan pertemanan perlahan mengerucut. Saat menjadi dewasa, orang-orang akan disibukkan dengan hanya melihat jalannya masing-masing.Â
Maka tak heran jika kualitas pertemanan tidak seperti masa-masa peralihan. Masa peralihan yang dimaksud yaitu, proses perkembangan pada fase transisi masa sekolah dalam kaitannya dengan pencarian jati diri. Dalam masa itu, kita akan menjelajah banyak hal, sehingga memperbanyak teman menjadi bagian dari kebutuhan sosial. Namun, hakikat dunia yang fana akan mengembalikan semua kepada jalan yang sebenarnya. Kesendirian dan kehampaan.
Jalan hidup manusia dasarnya  selalu sama, bahkan sebelum manusia pertama dilahirkan, telah dicetuskan hal yang disebut sebagai takdir. Kita menjalani rutinitas keseharian sampai menjumpai kematian. Bukankah orang tua, kakek-nenek, dan leluhur kita menjumpai hal yang sama?Â
Mereka berpijak di bumi yang berotasi pada matahari sejak beribu-ribu tahun lamanya. Tidak ada yang berubah, alam berkehendak atas kuasa Tuhan. Manusia itu sendiri yang berubah, menciptakan perbedaan subtansial secara subjektif, bukan atas penilaian absolut.
Lalu apa yang kita cari di dunia ini?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H