Mohon tunggu...
Welly Eru
Welly Eru Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Nama Pena: Ikko Williams (Penulis novel Amin yang Sama dan Sujudku Karena Cinta)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Balada Redup Asa

25 Juli 2024   16:51 Diperbarui: 25 Juli 2024   16:55 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Begok begok begok! Kamu kira dengan mati, masalahmu selesai, hah?!" Kecam Aipda Marhadi, polisi tambun yang segera menampari pipi Lakshman karena napi tersebut pingsan.

Aipda Marhadi terus melayangkan tamparan kuat di pipi Lakshman yang pingsan. Suara hantaman itu menggema di dalam ruang penjara yang sempit. Para napi lainnya hanya bisa mengamati dengan tegang di balik sel masing-masing, sementara beberapa di antaranya memprotes tindakan Marhadi yang kasar.

"Bangun, bedebah!" Teriaknya dengan nada penuh emosi.

Setelah beberapa menit, Lakshman mulai kembali sadar. Napasnya tersengal, matanya menatap kosong ke arah langit-langit. Dia masih merasakan bekas cekikan di lehernya yang nyeri.

"Ini, minum dulu." Polisi yang lain menyodorkan gelas plastik berisi air kepada Lakshman, yang langsung menyambarnya dan menyesap penuh dahaga.

Aipda Marhadi mengamati napas berat Lakshman dan perlahan-lahan merasakan kemarahan dalam dirinya surut, digantikan oleh rasa frustasi dan kelelahan. Ada suatu perasaan aneh yang menelusup dalam hatinya -- apakah itu belaskasih atau sesuatu yang lebih dalam?

Hari itu beranjak malam, para napi kembali ke sel masing-masing dengan langkah berat. Lakshman duduk di pojok selnya dengan selimut tebal pemberian polisi, meraba lehernya yang terluka. Aipda Marhadi, yang seharusnya sudah pulang, memilih duduk di depan sel Lakshman. Ada sesuatu dalam pandangan Lakshman yang mengganggu pikirannya, mengaduk-aduk perasaan yang sekian lama terkubur.

"Kenapa kamu lakukan itu?" tanya Marhadi perlahan.

Lakshman mengangkat wajahnya, mata redupnya menatap Aipda Marhadi. Sesaat, seolah-olah waktu berhenti dan suara-suara di sekitar menghilang.

"Apa lagi yang bisa kuharapkan dari hidup ini, Pak Polisi? Hidupku sudah hancur. Tidak ada lagi kehormatan, tidak ada lagi harga diri. Bahkan untuk hidup pun, aku rasa aku tidak cukup layak."

Keheningan yang menyusul ucapan itu begitu mencekam. Aipda Marhadi menatap Lakshman dengan tatapan penuh perenungan. Di luar bilik penjara, malam semakin gelap, namun percakapan mereka baru saja dimulai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun