Mohon tunggu...
Welly Eru
Welly Eru Mohon Tunggu... Novelis - Penulis

Nama Pena: Ikko Williams (Penulis novel Amin yang Sama dan Sujudku Karena Cinta)

Selanjutnya

Tutup

KKN Pilihan

Harum Bunga Desa, Harum Kasih Kita

30 Juni 2024   23:05 Diperbarui: 30 Juni 2024   23:08 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari pagi bersinar cerah saat kami tiba di Desa Merah untuk memulai program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Desanya dihiasi oleh hamparan sawah yang hijau dan pepohonan yang rindang, serta udara segar yang membuat hati siapa pun merasa damai.

Namaku Sandi, umurku 21 tahun, aku berdarah Jerman-Jawa dengan perawakan tinggi besar dan berambut ikal. Sebagai koordinator program kesehatan, aku mempersiapkan berbagai kegiatan kesehatan bagi warga desa, sementara Putri, teman baruku yang cerewet namun manis, mengurus program pendidikan untuk anak-anak. Putri adalah gadis cantik berambut lurus sepundak dan punya senyuman manis.

Pada awalnya, aku dan Putri lebih sering berinteraksi mengenai urusan KKN. Putri selalu berhasil menarik perhatian anak-anak dengan senyumnya yang ceria, dan aku tak bisa mengingkari bahwa hatiku kerap berdebar setiap kali melihat senyumnya.

Suatu hari, setelah kegiatan KKN selesai, aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar desa untuk melihat kondisi warga lebih dekat. Saat berjalan di tepi sawah, aku melihat Putri duduk di bawah pohon besar, menikmati angin sepoi-sepoi. Menyadari dia sendirian, aku memutuskan untuk menghampirinya.

"Boleh aku bergabung?" tanyaku sambil tersenyum.

Putri mengangguk, membalas dengan senyuman yang manis. Kami duduk bersama di bawah pohon besar itu, berbincang tentang segala hal, mulai dari program KKN hingga mimpi-mimpi kami ke depan. Ketika kami berbicara, aku tidak bisa menyangkal betapa nyamannya perasaanku saat berada di dekatnya.

Setelah beberapa saat, aku mengajaknya untuk makan di warung Nenek Sari, sebuah tempat kecil di ujung desa yang terkenal dengan lontong opornya yang lezat. Kami berjalan beriringan menuju warung itu, dan saat kami menikmati makan siang, aku menyadari tawa dan candaannya membuat segalanya terasa lebih indah dan ringan.

Hari-hari pun berlalu, dan kebersamaan kami menjadi semakin erat. Kami sering ditemukan bersama, baik saat bekerja maupun saat beristirahat. Tawa dan candaan selalu menghiasi percakapan kami, membuat suasana menjadi lebih menyenangkan dan penuh keceriaan.

Suatu malam setelah acara pengajian di balai desa, aku melihat Putri duduk sendirian di pinggir kolam ikan kecil yang berada di tengah desa. Aku mengambil inisiatif untuk mendekatinya, membawa secangkir teh hangat yang baru saja dibuat oleh salah satu warga.

"Kak, ini tuh teh paling enak yang pernah kuminum," katanya dengan mata berbinar.

Aku duduk di sampingnya dan memberikan secangkir teh. Semilir angin malam merasuki kami, membawa keheningan yang damai. Kami tidak banyak bicara, tapi keheningan itu diisi oleh perasaan yang saling memahami.

Dari hari ke hari, perasaan itu semakin tumbuh. Putri yang selalu ceria dan penuh kasih sayang terhadap anak-anak desa membuat hatiku semakin terpikat. Aku mulai menyadari bahwa ini bukan hanya sekadar rasa suka sesaat. Perasaan ini tumbuh menjadi sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

Suatu sore, saat matahari mulai terbenam dan langit berubah menjadi jingga, aku memutuskan untuk memberanikan diri. Kami berada di tepi sawah, mengamati indahnya matahari terbenam.

"Putri," panggilku pelan.

Dia menoleh dengan senyum yang selalu kubuatkan sebagai alasan untuk terus bertahan. "Ya, Sandi?"

Aku menatap ke dalam matanya, mengambil napas dalam-dalam. "Aku tahu mungkin ini terdengar tiba-tiba, tapi... aku merasa sangat dekat denganmu selama waktu kita di sini. Aku... aku jatuh cinta padamu."

Putri sedikit terkejut, tapi kemudian sebuah senyum manis terulas di wajahnya. "Sandi, selama ini aku juga merasakan hal yang sama. Setiap hari denganmu di sini adalah hari yang selalu akan aku kenang."

Kami saling menatap, dan di bawah cahaya matahari terbenam yang indah, kami berdua merasakan kehangatan cinta yang sangat nyata. Mulai saat itu, kisah cinta kami di Desa Merah menjadi kenangan manis yang akan selalu kami bawa dalam hati, di mana pun kami berada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten KKN Selengkapnya
Lihat KKN Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun