Hari-hari berikutnya dimulai dengan proyek mereka masing-masing. Gema, anak informatika, mengajarkan warga cara membuat blog dan memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan pariwisata desa. Sasmita, mahasiswa seni budaya, merancang pameran seni dan pertunjukan tari tradisional untuk menarik wisatawan. Ayunda, yang belajar agronomi, membantu petani setempat menerapkan teknik pertanian organik.
Suatu hari, saat berkeliling desa, Prasasta menemukan kelompok ibu-ibu sedang membuat Serabi Notosuman, kue tradisional lezat yang memiliki daya tarik tersendiri. "Kenapa tidak kita perkenalkan ke luar desa dan dijual secara online?" usul Prasasta.
Dyandra, yang memiliki latar belakang bisnis, setuju dan segera mengadakan pelatihan tentang manajemen bisnis dan pemasaran online kepada ibu-ibu tersebut. Mereka pun dengan semangat belajar hal baru yang dianggap bisa memberikan kesejahteraan lebih.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Suatu hari, ada rumor bahwa desa tetangga merencanakan proyek besar (rumah wisata karaoke) yang masih pro-kontra dan bisa merugikan Candirejo karena wisatawan akan lebih memilih tempat tersebut. Ini membuat para mahasiswa dan penduduk desa merasa cemas, lantaran proyek besar tersebut bisa menutupi potensi Candirejo.
Dalam forum pengajian mingguan desa, Ayunda pun berdiskusi dengan tim dan para tokoh masyarakat. "Kita perlu acara besar yang bisa menarik perhatian," ucapnya.
"Setuju!"
"Setuju!"
"Wah, ide bagus itu!"
Masyarakat tampak antusias untuk mereleasasikannya.
***