"Tidak."
"Saya bisa kirim secepatnya."
"Ibumu minta kau pulang, ibumu rindu."
"Tak bisa. Saya kirim 50 juta besok ke rekening biasanya." Damar segera mematikan teleponnya dan melanjutkan pekerjaannya, pesta malam ini sangat meriah, damar segera lupa soal ibu angkatnya, baginya yang telah berlalu tak perlu dikenang, terlalu berlebihan.
***
Kesuksesan Damar menjadi-jadi, ia buka cabang club-nya, ia abaikan masalah orang lain, ia pecat pekerja yang suka mengeluh. Ia mengabaikan banyak hal. Bahkan kabar dari ibu angkatnya pun sering ia abaikan. Hati Damar penuh keegoisan, baginya hidup adalah pesta. Usai resmikan cabang club-nya, seperti biasa Damar pulang menggunakan mobil ferrari-nya.
Damar dibegal saat perjalanan pulang menuju apartemennya, ia yang mempertahankan harta bendanya disabet pedang, jemarinya habis semua, kanan dan kiri, Damar ambruk, beruntung ia tak mati sebab ia segera ditemukan orang dan dilarikan ke rumah sakit.
Hari-hari damar berjalan hampa, club-nya kena rampok, apartemennya dijual untuk menambal hutang, damar tinggal di kost kecil pada akhirnya, semua orang menjauhinya, ia memutuskan pulang ke kampung halamannya, menjenguk ibunya.
"Rumah ini dibangun untukmu Damar, kata ibumu agar kau betah tidur di rumah jika suatu saat kau pulang."
Damar tersungkur dan menangis keras, menyesali semuanya, sadarlah ia bahwa ibunya sangat menyayanginya, bahkan foto Damar sendiri dipajang di seluruh penjuru ruang tamu, saking kangennya sang ibu. Damar sadar kini, masa lalu sangat penting dalam hidupnya. Ia berdoa siang malam tak henti-hentinya, meminta ibunya dihidupkan kembali, meminta waktu diputar ulang oleh Tuhan.