Perilaku merupakan suatu kegiatan atau aktivitas individu bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri. apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni rangsangan. Dengan demikian, maka suatu rangsang tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu termasuk suatu konsumtifisme (Notoatmojo 2003:123).Â
Perilaku konsumtif adalah perilaku mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang atau tidak diperlukan (khususnya yang berkaitan dengan respon terhadap konsumsi barang-barang sekunder, yaitu barang-barang yang tidak terlalu dibutuhkan). Perilaku konsumtif terjadi karena masyarakat mempunyai kecenderungan materialistik, hasrat yang besar untuk memiliki benda-benda tanpa memperhatikan kebutuhannya dan sebagian besar pembelian yang dilakukan didorong keinginan untuk memenuhi hasrat kesenangan semata. Hal ini bisa menimbulkan suatu gaya hidup yang sederhana namun bisa juga berkebalikan menjadi gaya hidup hedonistic.
Ruang konsumtifisme yang menimbulkan gaya hidup hedon/mewah melanda kehidupan umat manusia tentu saja akan mempengaruhi kehidupan mereka ke depan. Sebut saja perilaku hedonistic pada kalangan mahasiswa. Fenomena menjamurnya salon kecantikan dimana selain berfungsi sebagai tempat mempercantik diri, merawat diri maupun perubahan diri (fisik) yang di inginkan oleh mahasiswa.Â
Perubahan persepsi bahwa salon=cantik, salon=tidak mahal, salon=gaya hidup/kebiasaan dan kebutuhan. Setiap orang terutama wanita selalu ingin dikatakan dirinya cantik dalam berbagai hal. Kecantikan batin maupun raga akan selalu menjadi suatu fokus yang ingin dicapai pada setiap wanita. Berbagai keinginan untuk menjadi cantik adalah suatu yang lumrah bagi setiap wanita.Â
Tuntutan-tuntutan menjadi cantik pun adalah alasan utama, seperti yang terjadi pada mahasiswa di suatu universitas. Wanita berusaha berpenampilan menarik sebagai salah satu contoh apabila ingin bepergian ke kampus maupun sekedar nongkrong, hal tersebut menjadi alasan utama mengapa wanita ingin selalu berparas cantik.Â
Meskipun definisi cantik setiap orang berbeda-beda, mereka menggambarkan kecantikan menurut setiap versi dari pandangan setiap individu masing-masing. Keadaan yang membuat seseorang merasa cantik terkadang membuat seseorang itu akan selalu merasa bahagia dan puas terhadap dirinya ketika dirinya sudah mendapatkan label berparas cantik dari lingkungan sekitar atau setiap orang yang melihatnya.Â
Hal seperti ini juga berpengaruh pada meningkatnya harga diri orang yang di’labeli’. Harga diri yang notabene evaluasi diri seseorang terhadap kualitas-kualitas dalam dirinya dan terjadi terus-menerus dalam diri manusia terkadang menjadi abstrak apabila seseorang lebih cenderung pada fenomena yang sedang trend saja.
Para mahasiswa yang merupakan generasi modern juga sangat dekat dengan gaya hidup, label dan body image tertentu. Mahasiswa jaman sekarang sudah terbiasa dimana uang kiriman dari orang tua digunakan untuk pergi ke salon mulai dari cat rambut dengan berbagai model sesuai trend seperti ombre, cat kebule-bulean, potongan hits sampai perawatan wajah, kulit, badan, waxing dan sebagainya. Tentu apabila dipandang dari segi materi, tidaklah murah. Ada harga ada rupa. Istilah itu sangat tepat menggambarkan seberapa banyak uang yang harus di gelontorkan apabila ingin hasil yang bagus, jadi masalahnya bukan lagi kebiasaan ke salon yang jadi gaya hidup, tapi juga kualitas dan harga perawatan di salon kecantikan mana juga jadi salah faktor pilihan.
Untuk bahasa sarkasme seperti mencari uang seribu rupiah saja belum tentu bisa bagi mereka yang murni hanya sebagai mahasiswa, tapi gaya hidup selangit, tentu psikologisnya-pun perlu ditinjau ulang.
Dalam pandangan Gordon Allport (1937-1961) mengemukakan mengenai teori trait-habit-type dimana mengandung suatu unsur propium. Propium sendiri adalah sesuatu yang mengenainya kita segera sadar, sesuatu yang kita fikirkan sebagai bagian yang hangat, sentral, dan privat dari kehidupan kita, sehingga menjadi inti dari kehidupan. Apabila ditinjau dari segi kesehatan mental para mahasiswa yang gemar datang ke salon, propium ini sangat berperan. Setiap mahasiswa sadar mengenai apa yang dilakukannya, mengetahui apa yang akan mereka dapatkan dan apa yang akan terjadi dengan dirinya.
Kesadaran ini bisa dikatakan positif apabila diimbangi dengan kondisi ekonomi dimana mahasiswa sudah menghasilkan finansial sendiri. Tapi apabila kondisinya masih mendapatkan suplai dari keluarga, atau orang tua, maka akan mendatangkan dampak kesehatan mental berupa : kecemasan apabila tidak memiliki uang cukup untuk ke perawatan diri di salon, kepercayaan dirinya menurun apabila tidak melakukan perawatan di salon, gangguan psikologis lainnya juga seperti takut dijauhi teman sebaya yang biasa perawatan bersama, atau bahkan tingkat terparahnya adalah berbohong ke orang tua atau keluarga untuk mendapatkan uang bulanan lebih dan timbulnya perilaku asusila demi mendapatkan uang.