Mungkin bagi sebagian orang di indonesia khususnya orang yang pernah mengenyam pendidikan di perguruan tinggi sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Ospek. Meskipun sekarang konon kabarnya ospek sudah ditiadakan dan diganti dengan Masa Pengenalan Mahasiswa Baru atau sejenisnya. Memang kalau secara nama, Ospek itu sudah tidak ada, tapi secara teknis dan kenyataan di lapangan bahwasannya Masa Pengenalan di kampus itu yang sekarang namanya bermacam-macam itu tidak lain tidak bukan ya merupakan Ospek juga. Karena merupakan Orientasi atau Pengenalan secara harfiah.
Disini saya tidak akan membahas lebih jauh soal penamaan ospek, tapi lebih pada isi serta makna sesungguhnya yang bernilai dalam ospek meskipun tidak menjangkau seluruh aspek.
Tugas yang diberikan sangat banyak
Oke, dari kalimat di atas akan terbayang oleh anda sebanyak apa tugas yang diberikan oleh senior terhadap mahasiswa barunya. Yang perlu ditekankan pada poin ini adalah kita melihat dari sisi tujuan dan manfaat tugas itu sendiri. Apakah tugas itu bermanfaat bagi mahasiswa di kehidupan kampusnya nanti atau justru hanya akal-akalan seniornya saja yang tidak memiliki dasar hukum dan tujuan yang jelas untuk memberikan tugas tersebut. Kita tidak boleh langsung men-judge bahwa tugas yang diberikan selalu negatif. Lihat dulu semua aspek positifnya. Misalnya saja ketika disuruh menulis struktur seluruh birokrasi yang ada dalam kampus atau minta tanda tangan dan no hp teman satu jurusan. Kalau menurut hemat saya, tugas itu mungkin berat, melelahkan, dan lainnya. Tapi jika kita melihat sisi positifnya, kita dapat mengenal lebih banyak mengenai kampus dan dapat mengenal banyak teman. Memang sih kalau sekarang cuma diminta nama no hp dan tanda tangan. Tapi mungkin nanti jika sudah kuliah entah kapan ketika ada masalah atau butuh sesuatu, kita bisa melihat list teman yang sudah dibuat sewaktu penugasan. Itulah salah satu nilai positif yang mungkin bisa kita ambil, jangan selalu berfikiran negatif dulu. Kecuali jika hal yang ditugaskan benar-benar tidak masuk akal dan tidak ada tujuan positifnya, hal itu harus ditolak. Misalnya saja memakai kaus kaki dan tali sepatu yang berbeda warna, pakai topi-topian yang gak jelas, dan sebagainya. Sesungguhnya hal itu tidak ada korelasinya sama sekali dengan kehidupan kampus nanti. Jika sampai ada, silahkan beritahu saya di kolom komentar. Kalau sudah ada hal seperti itu, kembali lagi lah, itu yang disebut perpeloncoan dalam ospek (atau masa pengenalan kalau sekarang).
Terjadinya bullying dari senior ke junior
Hal itu memang sudah tidak asing lagi di pikiran sebagian besar warga indonesia. Yang namanya senior, pastilah sedikit-sedikit selalu ada aja aksi bully terhadap para junior. Walau ada yang bilang "Di kampus kami ini sudah tidak ada lagi yang bullying dan kekerasan. Tetapi pada kenyataannya tetap aja ada aksi seperti itu ketika masa pengenalan berlangsung. Penyebabnya, terkadang hanya karena satu hal, yaitu membuat suatu kesalahan, melanggar aturan atau tidak tertib yang kemudian muncul lah suatu hukuman. Sebelum ada hukuman sebenarnya kita harus tahu dulu kesalahan yang dilakukan apa sampai-sampai mendapat hukuman. Dan yang perlu diwaspadai adalah ketika sang senior berusaha mencari-cari kesalahan para juniornya. Dari situlah biasanya bullying rentan terjadi. Mengapa "mencari-cari kesalahan"? Hal itu biasanya dilakukan lantaran senior memang tangannya sudah gatal ingin memberikan hukuman kepada adik-adik juniornya. Banyak cara yang bisa mereka lakukan. Diantaranya dari penugasan yang tidak jelas atau ambigu, sampai kesalahan yang dicari ketika masa pengenalan berlangsung. Jadi sengaja ditunggu sampai kena masalah lalu dihukum. Ibaratnya itu seperti ini:
Ceritanya ada seorang anak dan orang dewasa. Mereka tidak saling kenal.
*sang anak sedang bermain dan berlari-lari ke arah jurang*
(jurang itu sangat dalam dan kemungkinan siapa saja yang jatuh pasti mati)
Saat itu orang dewasa berada tidak jauh dari posisi anak tersebut.
*orang dewasa hanya diam dan melihat anak itu bermain dan kemudian ia bicara dalam hatinya*
Orang dewasa: Liat nih, tuh anak pasti bakalan jatuh! Pasti jatuh!
*anak itu jatuh ke jurang dan tewas seketika*
*orang dewasa datang melihat jasad anak itu dari pinggir jurang kemudian berteriak*
Orang dewasa: Tuh kan! Gua bilang juga apa?! Pasti jatuh kan! Jatuh!
*tamat*
Seperti itulah ibarat senioritas yang terjadi di dunia pendidikan indonesia. Baik dari senior kepada junior, maupun terkadang oleh birokrasi kampus sekalipun. Seharusnya hal itu bisa dicegah, kalau seandainya sudah tau kalau nanti ada yang salah itu ya diingatkan atau jika sulit itu di tuntun lah bahasa halusnya. Tapi kenyataanya terjadi pembiaran dan menunggu kesalahan seperti yang terjadi pada permisalan di atas. Saya tidak mau berpanjang lebar mengenai hal-hal apa saja yang biasanya disalahkan, namun saya hanya ingin memberikan satu wejangan yaitu, Lakukan dengan Benar. Karena yang baik belum tentu benar dan begitu pula sebaliknya. Yang namanya di birokrasi itu kita selalu dituntut untuk benar, meski terkadang hal yang benar itu tidak baik, namun kita harus tetap ikut sesuai prosedur dan aturan. Hal itu lah yang menjadi patokan dasar bagi yang bekerja di pemerintahan dengan birokrasi yang kusut. Kenapa kusut? Ya kembali lagi karena sejak awal, bahkan oleh ospek ini sudah diajarkan hal yang seperti itu. Dan hasilnya pun sama akan seperti itu pula. Itulah sebagian kecil dampak ospek terhadap kemajuan bangsa indonesia.
Kemajuan Bangsa, itu serius berpengaruh?
Kalau masih belum yakin dengan hal diatas, mari dalami masalah ini dengan spesifik supaya gak terlalu panjang. Oke sebelumnya mari kita lirik beberapa ospek atau masa orientasi yang dilakukan di luar negeri khususnya di negara-negara maju. Dari sepengetahuan saya, di eropa dan amerika sana mahasiswa baru diajak melakukan perkenalan dengan sesama mahasiswa baru dengan diisi acara-acara yang menarik dan menghibur. Dan disana tidak ada hukuman yang memberatkan maupun kekerasan baik secara fisik maupun psikis. Lain halnya dengan yang terjadi di indonesia, ya mungkin sudah tidak ada kontak fisik lagi, tetapi kekerasan psikis baik berupa makian dan omelan dari senior masih selalu ada. Mungkin kalau kata mereka hal itu bertujuan agar yang di maki-maki itu lebih disiplin, lebih kuat mentalnya atau alasan-alasan lainnya. Namun sekali lagi hal itu tidak dapat dibenarkan. Karena saya lebih tahu banyak tentang psikologi, berdasarkan pengalaman dan pengelihatan dari berbagai macam aspek. Kalau masalah orang di bentak / di maki oleh seniornya itu agar mentalnya lebih kuat. Saya rasa itu salah. Justru hal itu akan menurunkan kondisi psikologis orang tersebut. Dan namanya kondisi psikologis itu tidak terbaca langsung, mungkin orangnya terlihat biasa saja namun dalam hatinya itu sedang menjerit. Dan kemudian muncul lah pemikiran dari dalam diri orang tersebut untuk melakukan hal yang sama atau dalam kata lain balas dendam terhadap angkatan berikutnya. Hal inilah yang memicu terjadinya aksi senioritas dan bullying secara terus menerus, tiap tahun dan selalu berulang. Itulah yang membuat ospek itu menjadi sebuah lingkaran setan yang didalamnya selalu terjadi kejahatan yang berulan-ulang.
Sekarang ayo kita bandingkan itu semua. Di negara barat, atau gak usah jauh-jauh lah, cukup di negara maju, itu dari dulu tidak ada aksi perpeloncoan yang dilakukan oleh senior ke juniornya terutama pada masa orientasi. Dan hasilnya apa? Negara mereka maju, dan semua warganya itu bisa dikategorikan cerdas dan mempunyai etika. Sedang di negara kita? Saat orientasi dijadikan sebagai ajang perpeloncoan, dengan alasan mentalnya supaya kuat lah, atau supaya mempunyai etika lah. Kalau masalah etika, yang tidak dididik dengan cara keras saja bisa memiliki etika yang baik kok, justru yang dididik dengan cara keras ini akan mewariskan hal yang sama, berupa etika yang tidak sesuai, etika yang senior harus tunduk kepada junior meskipun itu salah. Yang namanya manusia, apapun itu pasti akan direkam dalam otaknya dan ada kemungkinan untu ditiru/melakukan hal yang sama. Terakhir, saya ingin benar-benar membandingkan semuanya. Di negara maju sana tidak ada aksi perpeloncoan dan kekerasan ketika orientasi dan hasilnya pun bisa mencetak warga masyarakat yang berkualitas dan memiliki etika. Sedangkan indonesia sekarang meskipun tidak ada kekerasan lagi namun masih ada sedikit rasa perpeloncoan ketika orientasi saat ini sudah terlihat tercetak masyarakat yang lumayan berkualitas dan ada sedikit rasa budi perkerti meskipun masih kalah dengan negara maju. Daripada saat dulu indonesia masih menerapkan ospek dengan kekerasan dan perpeloncoan, hasilnya pun sudah dirasakan bahwa masyarakat yang dicetak itu tidak berkualitas.Â
Nah kalau sekarang melihat ospek tanpa perpeloncoan dapat menghasilkan generasi yang berkualitas, dan sedikit perpeloncoan menghasilkan generasi yang lumayan berkualitas, apalagi dengan kekerasan yang menghasilkan generasi yang tidak berkualitas sama sekali. Ya harusnya kalau sudah jelas seperti itu kita seyogyanya bisa menghilangkan perpeloncoan sama sekali kalau perlu sampai hilang dari kamus agar dapat mencetak generasi yang berkualitas supaya bangsa ini semakin maju dan tidak kalah dengan bangsa lain apalagi negara tetangga.
Kalau anda pilih mana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H