Mereka beranggapan;
"Menghilangkan rasa sakit hati itu tidaklah mudah, butuh waktu dan proses diri dalam menerima rasa sakit sampai akhirnya bisa berdamai dengan diri sendiri dan bisa memaafkan orang lain."
Mungkin ada benar nya juga, namun cobalah resapi dan renungi, kalau kita sebenarnya juga bukan manusia yang sempurna yang kerap berbuat salah dan khilaf, baik disengaja maupun tidak.
Cobalah resapi dan renungi, tujuan kita hidup di dunia ini apa? Bukankah untuk beribadah dan mengingat sang pencipta Allah SWT! Bukan untuk mendendam dan mengingat kesalahan orang yang telah menyakiti kita!
Dengan menyadari hal ini;
"Kita pun dapat memaafkan kesalahan orang lain dan diri sendiri. Melakukan intropeksi diri masing-masing, tidak mengulanginya lagi dan berubah menjadi lebih baik ke depan-nya (hari esok)."
"Kita pun dapat belajar dari namanya sakit, belajar menerima dengan ikhlas apapun itu dan menjadi pelajaran berharga dalam hidup agar ke depan-nya bisa hidup lebih baik lagi, dan lebih kuat dan tulus dalam segala hal."
Mungkin luka atau sakit itu masih ada, namun akan lebih baik jika memaafkan dengan tulus. Karena telah terbukti, ketulusan telah membuka jalan kebaikan bagi yang memaafkan dan dimaafkan.
Ada yang bilang, saat kita mampu memaafkan dan tersenyum kepada orang yang menyakiti, saat itulah kita memastikan bahwa diri kita lebih baik darinya.
Dan sekali lagi saya mengingatkan dan menyadari;
"Tuhan/ Allah SWT saja Maha Pemaaf, dan selalu memaafkan hambaNya yang melakukan kesalahan ataupun dosa. Maka kita sebagai manusia juga patut untuk memiliki sikap memaklumi dan memaafkan orang lain. Karena itu akan membuka jalan kebaikan bagi keduanya terutama untuk masa depan seperti kata Paul Boose dalam kalimat bijaknya di atas."